CHAPTER 7 - NICE TO MEET YOU
ARC I – THE SCARLET MOONLIGHT
"Ugh, kepalaku sakit sekali. Aku ingat minum sake seteguk, terus...Wah gawat! Jangan-jangan aku ditangkap polisi." Suika terbangun perlahan dari tidurnya dan langsung bangkit dengan cepat mengira ia ditangkap karena mabuk, tapi tersadar bahwa ia ada di kamarnya. "Eh? Kok aku ada di rumah? Perasaan aku jalan-jalan keluar semalaman dan tidur di kursi taman. Apa ada yang membawaku pulang ya?" Suika berjalan ke kamar mandi untuk mencuci muka sambil memegangi kepalanya. Rasanya seperti dipukul berkali-kali. "Hhh, benar-benar deh. Tapi siapa ya yang mengantarkanku?" Kemudian ia berjalan ke dapur untuk mengambil air minum dan melihat ada semangkok bubur yang ditutup plastik dan panci di atas kompor berisi kari yang tidak sedikit. Suika benar-benar bingung kenapa ada makanan sebanyak ini. Ia mengambil mangkok bubur itu, yang entah bagaimana masih hangat. Kemudian ia membawanya ke ruang tengah untuk makan seperti biasa sambil menonton tv dan melihat gunungan sampah yang biasanya ada di dekat meja kecil sudah berpindah ke kantung plastik di dekat pintu dan buku-buku serta barang-barang lainnya sudah tertata rapi di rak dan ada yang diikat. "Apa ini kerjaan si nenek itu? Ah, mana mungkin. Kalau iya, pasti sudah dari kemarin dikerjakan. Tapi kalau memang ada yang mengantar aku, gimana dia bisa masuk?" Suika melihat ada secarik kertas ditempel di atas buku yang diikat. Ia mengambilnya dan membacanya,
"Kalau kau membaca surat ini,
Berarti syukurlah kau sudah bangun
Saya dan pelayan saya menemukanmu tertidur di taman
Kami takut kau bisa ditangkap, jadi kami mengantarkanmu mengandalkan informasi dari kartu pengenalmu
Mohon maaf apabila kami tidak sopan, tapi kami hanya khawatir
Oh dan maaf apabila kami mengacak-acak rumahmu dan menggunakan peralatan masakmu
Kami pikir kau akan terbangun pagi-pagi tanpa sempat memasak, jadi lebih baik kami siapkan sarapan
Ini juga sebagai tanda terima kasih atas bantuanmu tadi
Mohon maaf jika tidak banyak
Semoga kita dapat berjumpa lagi
Flandre Scarlet & Sakuya Izayoi"
"Heh, nona itu ya ternyata. Repot-repot segala untuk hal kecil, tapi setidaknya dia tidak jahat. Eh tunggu dulu, Scarlet? Izayoi? Si vampir kecil dan si pelayan? Sial, aku tidak sadar karena penampilan mereka berbeda. Oh ya, Remilia juga berbeda ketika tidak berubah. Mungkin untuk sementara waktu aku harus hindari mereka, bisa repot nantinya." Suika meletakkan kertas itu dan kembali bersiap makan. Kemudian ia mengambil sesuap bubur yang harumnya membuat Suika sulit untuk menahan liur yang siap menetes. "Enak. Enak sekali." Jawabnya datar sambil tersenyum pahit dan menghabiskannya di tengah kesunyian.
---
Reimu, Marisa dan Alice kembali melanjutkan sekolah seperti biasanya. Hari Senin membuat mood mereka tidak dalam kondisi yang baik, tapi mereka cukup senang setelah mengetahui kalau mereka bertiga akan belajar tentang kemampuan baru mereka dan hal-hal baru yang Ran akan ajarkan sesudah pulang sekolah.
"Kalian berdua siap kan untuk nanti sore?" Reimu bertanya pada Marisa dan Alice.
"Kalau aku bilang setuju, berarti aku siap. Lagipula, kita juga nggak punya pilihan lain."
"Benar sekali, jangan lupa keselamatan kita juga bergantung pada hal ini."
"Kau tidak perlu mengingatkan tentang itu Alice. Hehe."
"Hehe, aku cuma bermaksud memotivasi kalian kok."
"Terima kasih. Oh ya, sebentar lagi ada ujian tengah semester ya?"
"Iya. Aku sudah mulai belajar sedikit untuk mengulang materi lama. Marisa bagaimana?"
"Haha, nope. Aku belajar nanti pas sebelum ujian. Pikirkan yang ada sekarang saja dulu."
"Kamu ini benar-benar berjiwa kelas E ya.." "Hei! Aku juga di kelas E!" "Iya, iya maaf Reimu, aku cuma bercanda kok." Sambil melanjutkan canda tawa sejenak sampai mereka berpisah ketika tiba di depan kelas C.
"Nanti kita bicara lagi saat makan siang."
"Hm, nanti aku minta makananmu ya."
"Marisa..."
"Kenapa? Aku kan meminta baik-baik, kalaupun Alice tidak mau, aku bakal tetap akan minta."
"Lalu apa gunanya bertanya?!"
"Biar Alice tidak merasa aku mengambil tanpa pemberitahuan dulu."
"Hahaha, iya iya boleh kok. Reimu juga akan kubagi nanti kalau mau."
"Nah, kau juga dapat kan Reimu. Hehehe" "Ugh..Ya sudah sampai nanti ya"
Reimu dan Marisa memasuki kelas dan duduk. Kemudian seseorang menghampiri Reimu sambil memegang buku. Orang itu adalah ketua kelas.
"Um, ada apa ya?"
"Ah, iya. Hakurei terima kasih atas bantuannya kemarin. Aku kesulitan untuk mencari jawaban dan referensi buku untuk presentasi. Berkatmu, semua sudah selesai dan aku bisa lebih tenang." Ketua kelas menjawab pertanyaan Reimu dengan senang dan wajah yang tenang. Reimu berusaha mengingat kembali apa yang dibicarakan oleh ketua kelas, dan kemudian ingat minggu lalu ketua kelas terlihat panik akan suatu hal dan Reimu memutuskan untuk bertanya. Ketua kelas memang orang yang bertanggung jawab dan tegas, tetapi saat sesuatu berjalan tidak sesuai keinginan ia tidak pernah memikirkan langkah selanjutnya dengan matang sehingga ia sering panik.
"Kamu ini selalu kelihatan rajin, tapi lucu juga ya kalau lagi kacau. Hihi" Gumam Reimu dalam hati. "Lalu, apakah ada lagi yang bisa aku bantu?"
"Oh, untuk sementara tidak ada. Sisanya hanya urusan yang bisa aku tangani sendiri. Tapi kalau kau tidak keberatan, aku bisa minta tolong lagi lain kali?"
"Kau tidak perlu menanyakan hal itu. Aku akan berusaha membantu semampuku ketua kelas. Dan aku akan menolak membantumu jika aku tidak bisa, tapi seandainya kita bekerja sama pasti bisa."
"Haha, kau bisa saja. Oh ya, tidak perlu memanggilku ketua kelas terus dong. Aku kan punya nama.."
"Habisnya aku tidak enak, soalnya aku belum begitu dekat denganmu dan semuanya memanggilmu begitu jadinya aku ikut saja."
"Ei, jangan begitu! Jangan bilang kamu lupa namaku!"
"Mana mungkin aku lupa namamu? 'Namanya kalau tidak salah..Ah iya!' Namamu adalah-" Sebelum Reimu menyelesaikan kalimatnya, guru wali kelas mereka Bu Aiko masuk. Dan semua siswa langsung duduk di bangku masing-masing. Ketua kelas kembali ke bangkunya sambil berbisik kita bicara lagi nanti. Ketua kelas kemudian memimpin kelas untuk memberi salam. Setelah itu Bu Aiko mulai berbicara.
"Selamat pagi anak-anak. Seperti biasa kalian bertemu lagi dengan Ibu untuk pelajaran pertama di hari Senin. Hanya saja kali ini ada sedikit perubahan, kita kedatangan murid baru. Mungkin memang saat penerimaan murid baru sedikit tidak tepat, tapi mari kita kesampingkan masalah kecil. Kau boleh masuk sekarang!" Bu Aiko memanggil murid baru yang sudah menunggu di luar. Saat murid baru itu masuk, semua mata tertuju padanya dan reaksi pertama dari anak-anak di kelas berbeda, ada yang biasa saja walaupun sedikit terpana, anak laki-laki terlihat terpesona dan senyum-senyum aneh sendiri, dan yang lainnya senang dan bersuara 'oh, ah, wuah'. Murid itu berdiri di samping Bu Aiko dan sambil tersenyum menghadap seluruh kelas.
"Kamu perkenalkan dirimu, tulis namamu di papan tulis dan perkenalkan diri." Murid itu mengangguk dan mengambil spidol kemudian menuliskan namanya. Sesuai dugaan Reimu, murid tersebut adalah orang asing. Walaupun rambutnya mirip dengan salah satu murid kelas ini yang jelas-jelas orang Jepang. Tapi setelah Reimu mengingat kembali, di sini banyak murid yang seperti itu atau orang dewasa juga ada tetapi ia memutuskan untuk berhenti memikirkan itu. Murid kemudian mulai memperkenalkan diri.
"Selamat pagi, teman-teman semua. Nama saya Flandre Scarlet. Saya berasal dari Rumania. Ini pertama kalinya saya menjadi siswa di sekolah karena selama ini saya selalu belajar privat di rumah. Mohon kerja samanya teman-teman semua." Flandre menyelesaikan perkenalannya kemudian memberikan curtsy. Seluruh kelas langsung berkomentar 'apakah dia ini anak bangsawan', 'bicaranya formal ya', 'wah, cantik, imut, dan berkelas' dan sebagainya.
"Aku jadi kepikiran. Sepertinya dia ini mirip dengan seseorang yang pernah kutemui, tapi siapa?" gumam Reimu dalam hati. Bu Aiko bicara kembali.
"Flandre ini adalah putri dari tuan tanah di daerah Rumania yang bertugas menjaga artifak bersejarah di sekitar sana. Dia datang kemari bersama kakaknya dan kebetulan penjaga perpustakaan kita adalah guru privatnya yang juga ikut ke Jepang. Kalian yang akur dengannya ya" Seluruh menjawab iya. "Sekarang kamu duduk, sepertinya ada bangku kosong di samping Kirisame. Bangkunya di pojok belakang. Apa tidak apa-apa?" Flandre mengangguk.
"Tidak apa-apa Bu Aiko. Saya tidak keberatan." Flandre berjalan menuju bangkunya. Ia meminta izin untuk memakai blazer karena ia terbiasa memakai pakaian lengan panjang. Bu Aiko membolehkannya dengan syarat ia tetap memakai seragam sekolah. Roknya cukup panjang hingga menutup lutut dan ia menggunakan kaos kaki yang panjang menutup. Ia juga mengenakan topi ala barat yang ia lepas setelah duduk dan mengeluarkan catatan, siap untuk menerima pelajaran. "Baik sekarang kita mulai pelajarannya." Pelajaran pertama berlangsung seperti biasa dan Flandre terlihat bersemangat. Dia mendengarkan penjelasan dengan seksama dan mencatatnya dengan rapi. Marisa hanya tertidur di sampingnya. Setelah Bu Aiko keluar, Flandre dihujani banyak pertanyaan dari teman sekelas. Dia hanya bisa menjawab satu persatu sambil tertawa kecil. Karena tiba-tiba ramai di sebelahnya, Marisa terbangun dan menggerutu, menyuruh teman-temannya pergi dan meminta mereka bicara dengan Flandre saat istirahat saja karena masih ada pelajaran kedua sebelum istirahat. Mereka pun bubar dan kembali ke kelompok bicara mereka masing-masing. Marisa menoleh ke arah jendela, melihat langit yang bersinar cerah. Sambil memejamkan mata, merasakan kedamaian, sampai ia mendengar ada yang memanggilnya. "Anu, permisi.." Ternyata Flandre yang memanggil.
"Ada apa nona manis? Ada yang bisa dibantu oleh Marisa Kirisame ini?"
"Ah, mengenai itu. Saya ingin berterima kasih atas bantuanmu barusan. Saya mulai merasa tidak nyaman tadi, tetapi saya tidak ingin berbuat tidak sopan."
"Santai saja, mereka biasa begitu. Mereka nggak bermaksud jahat, mudah-mudahan kau tidak membenci mereka gara-gara itu."
"Bukan begitu, soalnya saya selalu sendirian, jadi saya berpikir seperti ini ya rasanya sekolah. Wah, saya jadi ingin menceritakan ini pada orang-orang di rumah."
"Hehe, kalau kau senang berarti tidak ada masalah. Ngomong-ngomong apa kau benar-benar tidak pernah ke sekolah sama sekali?"
"Benar. Saya tinggal di lingkungan di mana saya tidak perlu belajar di luar karena semua ilmu yang saya perlukan ada di rumah, begitulah yang dikatakan Ayah saya. Tetapi, setiap saat saya melihat kakak dapat berinteraksi dengan masyarakat luas dengan lancer dan selalu percaya diri, saya meminta izin untuk ikut dengannya kemari dan bersekolah sesuai keinginan saya."
"Eh, tapi kehidupan sekolahmu mungkin hanya 2 tahun saja lho. Pasti rasanya ada yang mengganjal di hati, seperti 'kalau saja aku..' dan semacamnya."
"Tentu saya sedikit menyesal karena tidak pernah berkesempatan untuk memulainya saat saya kecil, tetapi saya tetap bisa bersama keluarga saya sudah membuat saya bahagia."
"Hei, kalau kau tidak keberatan, aku tunjukkan sekolah ini nanti bagaimana? Kalau mau kau ikut makan siang bersama kami saja."
"Oh! Ide yang bagus, saya setuju. Saya yang seharusnya memohon. Tunggu dulu, kami?"
"Ah, teman-temanku. Reimu Hakurei yang duduk di depan kelas itu, dan Alice Margatroid dari kelas C. Nanti kuperkenalkan pada mereka. Dan ngomong-ngomong, aku Marisa Kirisame. Salam kenal Scarlet." Marisa mengulurkan tangan dan Flandre menjabat tangannya.
"Salam kenal juga, Kirisame. Mohon bimbingannya ya."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro