CHAPTER 10 - VISIT
ARC I – THE SCARLET MOONLIGHT
Latihan keras dari Ran dan Youki menyita waktu Reimu dan teman-teman, namun hasilnya positif. Selain mereka dapat berubah wujud lebih lama, mereka juga sudah menguasai pengendalian danmaku dasar dalam waktu singkat. Walaupun untuk penggunaan spellcard mereka hanya mampu menggunakan satu saja saat ini. Tak terasa sudah 2 minggu berlalu semenjak mereka mulai berlatih, dan dengan mendekatnya UTS latihan dihentikan sementara supaya mereka bisa fokus belajar dulu. Saat Reimu menanyakan bagaimana seandainya mereka diperlukan saat muncul monster atau youkai jahat, Ran memastikan bahwa ia dan Youki yang akan mengurusnya. Hari ini, Reimu, Alice, dan Marisa sedang menuju tempat tinggal Flandre untuk belajar bersama sekaligus menerima undangannya untuk berkunjung.
"Wah, akhirnya kita main juga ya rumah Scarlet. Kira-kira kayak apa ya rumahnya?" Ucap Marisa dengan perasaan bahagia campur penasaran.
"Marisa, kita kan mau belajar buat UTS. Jangan lupa karena keasyikan lho." Alice mengingatkan sambil memasang ekspresi serius yang dibalas oleh wajah cemberut Marisa.
"Buuh, ga asik nih Alice. Tapi kamu juga penasaran kan? Apalagi dia orang Eropa, kamu kan senang membuat boneka-boneka bergaya Barat, apalagi nuansa Eropa. Pasti bisa buat referensi bagus nih." Marisa berusaha menurunkan tingkat keseriusan Alice. Alice berpikir sejenak dan mengangguk.
"Betul juga ya. Tapi pokoknya kita belajar dulu, baru kita main oke?" Alice mengingatkan lagi dan kali ini disambut senyum dan jempol dari Marisa.
"Nah gitu dong. Reimu, menurutmu gimana?" Mendengar namanya dipanggil, gadis berambut hitam dengan pita merah putih itu menoleh dan mengangguk saja. Lalu setelah berjalan beberapa lama, ia mengeluarkan smartphonenya.
"Menurut alamat yang diberikan oleh Scarlet, kita cukup berjalan mengitari danau ini, dan kalau sudah terlihat sebuah bangunan besar, maka kita sudah tiba."
"Kalau dipikir-pikir, rumahnya jauh juga ya dari kota. Pantes aja dia diantar jemput." Ujar Marisa.
"Dia menawarkan diri untuk menjemput kita kan? Mungkin karena dia tahu bahwa tempatnya tidak dilewati kendaraan umum." Ingat Alice ketika menerima telepon dari Flandre tadi pagi.
"Dia pasti sudah menunggu. Ayo, kita cepat kesana." Reimu mengajak kedua temannya bergegas dan mereka mengikutinya. Setelah berjalan cukup lama, mereka tiba di sebuah gerbang besar dari sebuah mansion yang memiliki nama, 'Scarlet Devil Mansion'.
Berdasarkan penelitian Reimu dari buku yang sudah dibacanya, mansion ini adalah tempat tinggal seorang vampir yang ingin menguasai Gensokyo di masa lampau. Tapi ia dikalahkan oleh si miko dan si penyihir, dan akhirnya menjadi teman mereka. Kalau tidak salah, vampir itu juga menikah dan memiliki keturunan yang tinggal di sini, namun catatan mengenai keturunannya tidak ditemukan. Pada akhirnya, hanya bangunan ini saja yang masih utuh menjadi saksi.
"Wow." Marisa membuka mulutnya sambil takjub.
"Benar-benar putri bangsawan. Tempat tinggalnya saja di bangunan megah begini." Alice pun memberikan kesannya.
"Ngomong-ngomong, bagaimana kita bisa masuk?" Reimu mencari seseorang atau sesuatu yang dapat membukakan pintu. Lalu pandangannya berhenti pada seorang wanita yang sedang bermeditasi di dekat gerbang. Ia mengenakan pakaian bela diri kung fu. Rambut merahnya dikuncir kuda. Mereka memutuskan untuk menghampiri wanita itu tapi berusaha untuk tidak mengganggunya.
"Maaf permisi." Reimu memanggil wanita itu dengan suara pelan. Wanita itu masih diam.
"Apa tidak dengar ya? Coba lagi, Reimu." Ucap Marisa dan Reimu mengulangi panggilannya. Masih diam.
"Konsentrasinya hebat sekali. Pasti wanita ini telah berlatih dengan keras." Komentar Alice. Namun seketika kekaguman mereka bertiga musnah setelah mendengar suara dengkuran.
"Eh??! Dia tidur?" Ujar Marisa sambil kaget tidak menyangka.
"Hmm, bagaimana ini? Apa kita telepon Scarlet saja untuk memberitahu kita sudah tiba? Lagipula kita juga tidak tahu wanita ini siapa." Terang Reimu. Ia memutuskan untuk menelepon Flandre dan memberitahu bahwa mereka sudah di depan gerbang. Flandre menanyakan apakah ada seorang wanita dengan pakaian bela diri. Ketika Reimu mengiyakan dan memberitahu kalau orang itu tertidur, Flandre meminta Reimu untuk mendekatkan smartphonenya ke telinga orang itu. Orang itu sontak terbangun dengan wajah merah, dan terkejut melihat tiga gadis yang belum pernah ia temui. Ia cepat-cepat berdiri dan meminta maaf.
"Mohon maaf. Saya ditugaskan menjaga gerbang mansion ini, nama saya Hong Meiling. Nona Flandre sudah mengingatkan saya bahwa teman-temannya akan berkunjung. Silahkan ikut saya." Berusaha membetulkan sikapnya dan merapikan penampilannya, Meiling memperkenalkan diri dan begitu pula Reimu dkk. Mereka kemudian masuk ke dalam mansion.
Halaman mansion itu luas sekali. Tamannya dipenuhi bunga-bunga yang berwarna cerah dan mekar dan diatur sedemikian rupa hingga membuat hiasan yang cantik. Di tengahnya terdapat sebuah gazebo yang terletak di dekat air mancur. Reimu, Marisa, dan Alice mengikut Meiling sambil mengagumi halamannya. Meiling tersenyum dan berkata,
"Kalian suka taman ini? Aku yang membangunnya sedemikian rupa. Sebelum kami datang, ada yang merawat bunga-bunga ini, jadinya aku tinggal merapikannya saja." Meiling terlihat bangga mengetahui Reimu dan teman-temannya terkesan dengan kerja kerasnya. Ketiganya membalasnya dengan senyum. Meiling membukakan pintu rumah, dan di sana Flandre telah menunggu. Melihat teman-temannya telah tiba, ia berlari menghampiri mereka dengan senyum menghiasi wajahnya.
"Teman-teman, terima kasih sudah mau datang ke rumahku. Mohon maaf karena rumahku jauh dari kota, kalian harus berjalan menuju kemari." Flandre membungkukkan badannya dan segera dihentikan oleh Marisa.
"Santai saja Scarlet. Kami sudah terbiasa jalan-jalan. Kami harusnya berterima kasih karena kami bisa menikmati pemandangan pinggir kota yang tidak biasanya kami lihat." Ucap Marisa.
"Marisa punya hobi jalan-jalan ke hutan. Makanya kalau dia sih sudah biasa Scarlet." Timpal Reimu.
"Oh, begitu ya? Menarik sekali Kirisame. Jadi, apa kalian ingin melihat-lihat mansion ini dulu apa kita akan langsung belajar?" Tawar Flandre.
"Kami tadi membicarakan ini di jalan. Sebaiknya kita belajar dulu saja. Nanti pada saat istirahat atau sesudah itu, kita bisa berkeliling. Tidak apa-apa begitu Scarlet?" Alice menjawab pertanyaan Flandre dan sepertinya Flandre setuju karena ia tersenyum.
"Tentu saja tidak apa-apa. Kalau begitu, mari ikut aku. Kita akan belajar di perpustakaan." Flandre memandu mereka bertiga ke perpustakaan. Sebelum itu, ia meminta Meiling untuk menyiapkan teh dan kue. Sambil melewati koridor yang panjang menuju perpustakaan, Reimu menanyakan sesuatu.
"Um, Scarlet? Apa hari ini kau sendirian saja? Sepertinya sepi sekali."
"Ah, kakak dan Sakuya sedang keluar untuk bertemu kenalannya. Mereka tidak akan kembali hingga sore. Tadi kalian sudah bertemu Meiling. Dan Patchouli ada di perpustakaan, nanti kita akan bertemu dengannya."
"Heh, bu Knowledge juga tinggal di sini ya?" Tanya Marisa dan Flandre mengangguk mengiyakan.
"Iya. Patchouli adalah murid ayah dan bisa dibilang kakak kedua saya yang sudah tinggal bersama semenjak saya lahir."
"Hee." Tidak lama kemudian mereka tiba di perpustakaan. Di dalamnya terdapat ratusan, bahkan mungkin ribuan buku yang tersimpan rapi di dalam rak-rak buku yang besar dan berderet memenuhi ruangan. Perpustakaannya sendiri pun lebih luas dari yang diperkirakan. Bahkan perpustakaan kota Gensokyo tidak seluas ini. Mereka berjalan menuju meja belajar yang biasa ditemui di perpustakaan dan tidak jauh di sana ada wanita yang sedang serius menyelami bacaannya hingga tidak menyadari kehadiran empat gadis tersebut.
"Patche." "Hyahh?!" Keempatnya bingung kenapa Patchouli sampai sekaget itu, padahal Flandre hanya menyapanya dengan biasa saja. Menyadari apa yang dilakukannya barusan, Patchouli berdehem sejenak dan membetulkan posturnya agar terlihat seperti dirinya yang biasanya ditemui di perpustakaan.
"Ah, selamat datang semuanya ke Scarlet Devil Mansion. Dan selamat datang juga ke Voile. Itu adalah nama perpustakaan ini. Kalian boleh membaca dan belajar dengan bebas di sini. Mengobrol juga boleh, hanya saja tolong jangan terlalu keras ketika bicara, aturan perpustakaan tetap berlaku mengerti?" Keempatnya mengangguk dan Patchouli tersenyum. Dia beranjak dari kursinya kemudian mempersilakan mereka duduk.
"Patche hendak ke mana?" Tanya Flandre
"Aku baru ingat ada kiriman dari guru yang belum sempat kubuka kemarin. Aku ada di kamarku kalau ada apa-apa Flan. Kalian juga santai saja ya di sini. Mengetahui kalian akan datang kemari untuk belajar menjelang ujian, beberapa buku yang berhubungan dengan pelajaran kalian sudah kupilah dan kuletakkan di kotak itu." Jawab Patchouli sambil menunjuk sebuah kotak berisi buku yang ditumpuk rapi.
"Terima kasih bu Knowledge. Kami kesannya jadi merepotkan anda." Ucap Reimu lalu dibalas dengan gelengan kepala oleh Patchouli.
"Yang minta adalah kakak Flandre. Ia tidak ingin nilai Flandre jelek dan kemudian memakai alasan karena ia telat masuk sekolah. Padahal kalau mau jujur dia bisa mengajarinya setiap hari." Celetuk Patchouli sambil berjalan meninggalkan mereka.
"Kakak.."
"Kakak Scarlet perhatian sekali ya. Kalian pasti sangat akrab." Ucap Alice.
"Iya. Walaupun terkadang tidak perlu, tetapi lebih baik begitu. Kakak hanya ingin yang terbaik bagiku, tapi kalau bisa Flandre ingin membuatnya bahagia juga."
"Nah, makanya sekarang kita belajar yang giat dan berikan hasil yang terbaik. Kakakmu bisa lebih lega kalau tahu kau cepat mengerti dan beradaptasi di sini. Dan jangan lupa, kau punya Reimu, Alice, dan aku sebagai temanmu." Marisa berusaha menyemangati Flandre dan itu membuat hatinya lebih tenang. Dia bersyukur bisa berteman dengan mereka, walaupun awalnya hanya karena misinya saja.
"Iya terima kasih Kirisame, Hakurei, dan Margatroid. Yuk, kita mulai." Keempatnya duduk dan mengeluarkan buku catatan masing-masing. Alice dan Reimu yang paling pintar menjadi mentor, sedangkan Marisa dan Flandre mengikuti instruksi keduanya. Sesudah belajar beberapa jam, Flandre menyarankan mereka istirahat sejenak. Ketiganya setuju dan menutup bukunya. Marisa langsung menempelkan wajahnya ke atas meja dan menghela nafas panjang.
"Ugh, kepalaku panas."
"Terima kasih atas kerja kerasnya, Kirisame. Ini minum dulu."
"Aah, terima kasih." Marisa menerima jus dingin dari Flandre dan meneguknya seperti orang yang belum minum selama berhari-hari.
"Fuaah! Segarnya."
"Marisa, sikapmu dijaga dong. Kamu kok kayak anak kecil aja." Ujar Alice dengan tidak senang.
"Santai saja dong Alice. Lagian siapa yang nggak senang disuguhin minuman sama cewek manis kayak Scarlet, ya kan?" Dengan senyum jahil dan kedipan mata, Flandre langsung menundukan kepala dengan wajah memerah.
"Kirisame, jangan membuat saya berdebar-debar begitu. Kau adalah orang pertama yang mengatakan begitu dengan wajah bercanda tapi sebenarnya serius."
"Tapi aku serius kok. Scarlet kan manis."
"Aahh.." Kehabisan kata-kata, Flandre melirik ke arah Reimu yang hanya diam saja melihat interaksi teman-temannya. Flandre mencoba mengalihkan perhatiannya pada Reimu.
"Hakurei, ingin minum jus juga?" Flandre menawarkan segelas jus yang diterima oleh Reimu.
"Ah, terima kasih. Apa boleh aku minta sesuatu Scarlet?"
"Tentu saja. Silahkan."
"Bisa tolong ceritakan pada kami soal kalian semua? Aku penasaran soalnya nona Meiling jelas berasal dari Cina. Sedangkan kalian berasal dari Rumania."
"Oh soal itu. Tentu. Dengan senang hati akan saya ceritakan." Reimu, Alice, dan Marisa memperhatikan dengan seksama.
"Keluarga kami, Scarlet, adalah keluarga yang berkuasa di dataran Rumania tempat tinggal Dracula. Ayah kami, Victor Scarlet, sekarang merupakan pemimpin keluarga yang meneruskan kakek kami. Berbeda dengan kakek yang lebih tertutup, ayah terbuka terhadap orang asing dan biasanya mengajak mereka bekerja sama untuk pembangunan tempat asal kami. Tidak banyak yang bisa diiklankan selain tempat wisata, namun turis mancanegara selalu betah dan puas berkunjung ke sana." Flandre meneguk jus sebelum melanjutkan lagi.
"Kakak saya, Remilia Scarlet, adalah putri dari istri pertama ayah. Dia lahir di Gensokyo ini saat ayah dan ibunya sedang tinggal di Gensokyo untuk keperluan penelitian ayah. Tidak lama setelah kakak lahir, ayah harus kembali ke Rumania karena kesehatan kakek memburuk. Kakek dirawat oleh sahabat sekaligus kepala pelayan keluarga Scarlet saat itu, yaitu ibu saya. Kakak pindah tinggal dengan kami saat ibunya meninggal. Ibu juga ikut andil untuk meyakinkan ayah untuk mengajak kakak ke Rumania karena beliau tidak tega membiarkan putri sahabatnya hidup sendiri padahal ia masih memiliki keluarga."
"Kami berdua entah kenapa bisa cepat akrab, dan kakak sendiri juga penurut dan ramah. Tapi tidak lama kemudian ibu juga jatuh sakit, dan meninggal. Saat itu saya benar-benar sedih, dan kakak yang selalu menemaniku. Dia mengerti bagaimana rasanya kehilangan ibu yang dicintai dan sama-sama kehilangan karena sakit. Kami menjadi lebih akrab dan sejak saat itu, saya ingin menjadi orang yang bisa membuat kakak menjadi pemimpin keluarga Scarlet nantinya."
Flandre berhenti sejenak sambil mengusap air matanya. Reimu dan Alice menggenggam tangannya, Marisa mengusap punggungnya untuk menenangkannya. Ia lanjut bercerita.
"Patchouli Knowledge adalah murid ayah. Ia datang ke rumah kami saat masih seumuran kita. Ia tertarik akan penelitian ayah mengenai alternatif pengobatan yang tidak menggunakan ilmu medis. Sejak saat itu, Patchouli menjadi asisten ayah, penasihat kakak, dan guru serta saudari bagiku. Hong Meiling adalah seorang pengelana yang berkeliling dengan tujuan untuk mencapai puncak kekuatan bela diri. Tapi setelah kalah oleh kakak, ia diajak ayah untuk menjadi penjaga kami. Sakuya Izayoi adalah gadis yang misterius. Dulu kami menemukannya pingsan di depan gerbang rumah dan kami merawatnya hingga sembuh. Ia akrab dengan kakak dan saya. Ia memohon pada ayah agar diberikan pekerjaan di rumah kami karena tidak mau berpisah dengan kami, padahal ayah sebenarnya sudah akan menawarkan pekerjaan untuknya. Anak yang rajin dan tabah. Sekarang ia adalah pelayan kami. Begitulah kira-kira." Flandre menyelesaikan ceritanya dan Reimu mengangguk sambil meresap informasi satu persatu.
"Ada lagi yang ingin kau tanyakan, Hakurei?"
"Tidak. Itu cukup. Maaf ya jadi memintamu menceritakan kenangan tidak enak."
"Tidak apa-apa. Ini pertama kalinya saya bisa berbagi cerita saya pada orang lain. Saya tidak akan menceritakan ini pada sembarang orang. Ini adalah bukti bahwa saya percaya pada kalian semua." Semuanya terdiam mendengar ucapan Flandre. Marisa menggaruk-garuk tengkuknya tidak dapat membalas. Alice hanya diam saja sambil tersenyum. Reimu menggenggam erat tangan Flandre sambil berkata,
"Terima kasih Flandre Scarlet. Semoga kita semua bisa tetap berteman sampai seterusnya ya."
"Iya. Mohon bimbingannya ya."
"Fufu." "Ehehe." Keempatnya tertawa bahagia. Dari kejauhan Patchouli hanya tersenyum sambil menghapus air matanya yang nyaris keluar.
"Guru, Flandre sekarang punya teman yang ia percayai. Apa dengan begini, kau akan mendengarkan permintaannya?" Patchouli berbicara sendiri tanpa ada yang mendengarnya.
Di pusat kota, Remilia dan Sakuya baru saja pulang dari sebuah sesi meet and greet seorang penyanyi idola, Kuroyame. Sakuya tertawa riang sambil menyanyikan lagu dari Kuroyame. Remilia terlihat lelah mengikutinya dari belakang, namun ia merasa sesekali bukan masalah asalkan Sakuya bahagia. Tiba-tiba, dua orang muncul di hadapan mereka. Sakuya langsung mengambil posisi siaga, tapi diminta mundur oleh Remilia.
"Siapa kalian?" Tanya Remilia. Orang pertama berperawakan kurus dan terlihat kesal. Rambutnya berantakan dan matanya menunjukkan rasa iri yang kuat. Di sampingnya adalah seseorang(?) yang memakai ember di kepalanya dan memakai kimono. Di tangannya ia membawa sebuah bingkisan.
"Boleh minta waktunya sebentar, Remilia Scarlet? Saya Parsee Mizuhashi. Kami adalah utusan dari Chireiden yang diperintahkan oleh nona Satori Komeiji untuk mengirimkan hadiah selamat datang ke Gensokyo. Kisume, berikan itu pada nona Remilia." Wanita kurus itu, Parsee, meminta Kisume untuk memberikan bingkisan tersebut. Kisume dengan perlahan jalan mendekat untuk memberikannya, namun Remilia mengangkat tangannya untuk membuatnya berhenti.
"Ada apa nona?" Sakuya bingung kenapa Remilia menghentikan Kisume.
"Aku belum percaya apakah kau benar-benar utusan dari Chireiden. Tidakkah sebaiknya kita bicarakan dengan santai? Bagaimana kalau kita pergi ke kafe itu?" Remilia menunjuk sebuah kafe yang di depannya ada salah satu karyawannya tengah membagi-bagikan brosur. Kisume menoleh pada Parsee. Parsee menyilangkan kedua tangannya sambil memikirkan penawaran Remilia.
"Boleh. Kebetulankalau bisa ada hal lain yang ingin kami sampaikan." Setelah kedua pihak setuju,mereka berjalan menuju kafe tersebut.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro