[Bonus] Let's Re:start from Here
Karena aku baik, kuberikan bonus untuk buku ini. Happy birthday untuk diriku sendiri 🎊🎉
Chapter ini samsek tida ada hubungannya dengan alur utama tapi ya menjawab beberapa hal dari alur utama.
Setiap pilihan mempunyai konsekuensinya sendiri, mengarahkan kita ke jalan yang beragam pula.
Simpanlah perasaan menyesal itu untuk nanti setelah kau mengambil pilihan. Lagi pula, penyesalan selalu datang terakhir bukan?
===
Let's Re:start from Here
needLe bonus chapter :
Apa yang akan terjadi jika Chuuya mengambil pilihan lain?
total word :
3.082 (pure story); 3.268 (all)
===
Iris biru laut itu menatap ke langit-langit kamarnya kala raganya sedang terlentang. Walaupun lampu kamarnya itu menyilaukan ia tetap menatapnya hingga netranya berhasil menyesuaikan banyaknya cahaya yang masuk. Tentunya, pusing yang bukan kepalang ia dapatkan ketika menutup matanya dan mengubah posisinya menjadi duduk.
Rasa bersalah sempat memenuhi relung hatinya kala ia tidak mengisi formulir kontes itu namun ia pikir itu sepadan. Kini pikirannya itu sedang bermonolog menemukan langkah selanjutnya yang harus ia lakukan untuk menyatukan [Name] dan Osamu.
Chuuya mengerang frustrasi, berbaring di sana sama sekali tidak akan membantu dan malah membuatnya mengantuk mengingat kalau hari sudah malam.
Raganya bergerak ke luar dari rumah, mencari udara segar di malam hari. Ia menghirup udara dalam-dalam, paru-parunya bahagia ketika mendapat pasokan udara segar mengingat dari tadi Chuuya hanya berdiam di kamarnya.
Langit-langit berbintang di atas sana mengingatkannya kalau mereka bertiga sering keluar bersama menatap bintang di bukit. Angin yang menerpanya membuat Chuuya harus menyingkap beberapa anak rambut yang menutupi pandangannya ke arah bintang.
Ujung bibirnya terangkat, mengingat kenangan manis yang mereka bertiga hasilkan bersama yang Chuuya harap bisa bertahan selamanya.
Menatap langit juga mengingatkan Chuuya dengan kejadian di mana [Name] mengucapkan selamat tinggal kepadanya, ia tidak hanya kehilangan Osamu namun juga dengan [Name].
Sungguh, ia mengakui kalau ia adalah orang yang egois.
Pahit rasanya. Namun setelah dipikir-pikir, langitlah yang menghubungkan mereka semua sejauh apa pun itu karena mereka memijak di Bumi yang sama. Chuuya tenggelam dalam nostalgia, ia tidak bisa keluar dari rasa manisnya masa lalu.
"Aku penasaran, bagaimana cara kalian bersinar di luar angkasa yang luas dan gelap." Tanpa sadar pikirannya terucap, seolah-olah benda langit di atasnya itu dapat mengerti apa yang ia katakan.
Chuuya menghela napasnya. "Aku ingin tahu, bagaimana cara kalian untuk berjalan di atas mimpi indah yang kalian yakini?"
Kekehan pelan terlepas dari bibirnya, menertawakan perkataannya sendiri. Tatapannya sekarang menatap ke bawah dengan sayu. Tidak ada gunanya untuk iri dengan bintang, mereka sudah diciptakan begitu dan suatu hari pun mereka akan jatuh. Terhempas ke permukaan.
Tanpa sadar, tangannya mengepal dan ia menggigit bibir bawahnya. Menahan semua kepedihan yang tiba-tiba menyerang karena hanyut dalam pikirannya sendiri. Untunglah sebuah pencerahan cepat mengusir perasaan pedih itu.
"Bintang ya?" gumamnya sendiri.
Ia segera masuk ke rumah, membongkar sesuatu dari laci lemari pakaiannya. Senyuman mengembang di wajahnya kala menemukan apa yang ia cari. Tiga buah bandul bekas sebuah kalung warna emas berbentuk bintang.
Itu adalah bekas dari kalung nenek Chuuya dulu. Kalung neneknya putus, manik-maniknya juga banyak yang hilang, neneknya itu mau membuangnya namun Chuuya bersuka rela menyimpan bandulnya karena menurutnya bentuknya bagus.
Pria bersurai senja itu menertawakan sendiri sikapnya ketika masih kecil, ia harus berterima kasih pada dirinya saat masih kecil karena menyimpan bandul itu.
Chuuya berpindah ke meja belajarnya dan mencari satu hal lagi. "Sekarang, di mana aku meletakkan sisa pengait itu?"
Bingo! Chuuya menemukan semua bahan yang ia perlukan. Dengan terampil ia menyatukan bandul itu dengan pengait sehingga terciptalah tiga buah gantungan kunci bintang yang seragam. Untunglah ia memperhatikan praktik prakarya dengan benar sehingga bisa mendapat inspirasi itu.
Netranya menatap hasil karya itu dengan cermat untuk menemukan kalau ada yang salah atau cacat. Ia tentunya tidak ingin hal buruk terjadi pada gantungan kunci itu sebelum sampai ke penerimanya.
Jejaka itu dengan cepat meninggalkan pesan singkat kepada kedua orang sahabatnya, kemudian berbaring kembali di pulau kapuk. Ia bisa tidur dengan tenang sekarang.
Ia akan menjadi pahlawan untuk persahabatan mereka.
===
Bagi Chuuya,
Arti dari keinginan tidak selalu tentang keserakahan.
===
Osamu memijit-mijit pangkal hidungnya karena heran dengan dirinya sendiri. Jelas kalau pesan yang ia terima dari Chuuya bukan hanya untuknya namun juga untuk [Name], ia tetap datang ke sana.
Awalnya Osamu tidak ingin datang namun Odasaku benar, ini untuk Chuuya. Entah sudah beberapa kali manusia cebol itu mencoba, ia belum menyerah juga. Osamu akan memperjelas semuanya di sana kalau semua usaha Chuuya mempertemukan mereka tidak akan berhasil.
Ia harus menyerah dan menerima keadaan persahabatan mereka dengan ikhlas.
Rasanya pening di kepala Osamu bertambah kala melihat sosok gadis yang selama ini Osamu coba hindari berdiri di atas bukit, menunggu sosok Chuuya walaupun langitnya sudah senja dan mulai minim dengan cahaya.
Osamu tahu kalau gadis itu belum memaafkannya. Ia merasa pantas untuk disalahkan. Osamu merasa gagal menjadi teman yang baik bagi [Name], ia bahkan tidak sempat mengucapkan selamat tinggal kala [Name] pindah atau pun selamat datang kembali.
Persahabatan mereka sudah melambung tinggi hingga ke luar angkasa awalnya namun sekarang sudah menjadi meteor yang semakin lama mengecil karena bergesekan dengan atmosfer Bumi hingga hanya tersisa serpihan kecil yang menghantam permukaan planet biru itu.
Ia kembali udarakan karbon dioksida dan memantapkan langkahnya untuk mendekat ke arah gadis itu namun tetap untuk tidak membuat kontak mata dengannya.
[Name] hanya melirik kedatangan Osamu dari sudut matanya. Tangannya mengepal tidak betah, rasa kesal memenuhi dirinya. Pria itu sudah membuatnya sakit hati, membuat Chuuya susah dan sampai sekarang belum meminta maaf sama sekali.
Hatinya hancur karena Osamu. Alasan ia meninggalkan penampilannya yang tomboy itu hanya untuk menghilangkan semua memorinya dengan Osamu saat masih kecil namun sialnya sekarang ia satu sekolah dengannya.
Begitulah akibatnya karena [Name] menumpuk semua rasa bencinya kepada Osamu.
"Kudengar kau dikeluarkan dari sekolah tidak lama setelah aku pindah." Gadis itu berusaha menahan agar tidak menggunakan nada yang sangat menyiratkan puas dengan berita itu.
Sang lawan bicara berdehem pelan masih tidak berani menatap [Name]. "Ya. Itu benar."
Senyuman puas terpampang di wajah [Name], Osamu benar-benar ditindas sekarang. Gadis itu segera mencengkeram kerah baju Osamu karena tidak tahan. "Apa-apaan itu hah? Setelah selama ini?!"
Netra Osamu membulat tidak percaya. Ia memilih untuk tetap diam, membiarkan [Name] mendorongnya dan hampir membuatnya terjatuh ke tanah.
"Kau pantas mendapatkannya."
Osamu bergumam pelan, [Name] bahkan tidak dapat mendengarnya. "Aku memang pantas."
Chuuya yang dari tadi bersembunyi dan melihat interaksi mereka dari kejauhan memutuskan untuk keluar, mendekat untuk bertemu dengan mereka berdua secara langsung. Mencoba untuk mencari titik terang untuk masalah mereka.
Surai mereka menari anggun bersama angin karena angin memutuskan untuk berembus seolah mencoba membantu.
"Aku ingin membuat pengakuan," ujar Chuuya memulai.
Sang gadis menghela napasnya kasar, menyilangkan kedua tangannya di dada. "Aku juga ingin membuat pengakuan."
Osamu memasukkan kedua tangannya pada kantong hoodie yang ia kenakan. "Kurasa kita semua ingin membuat pengakuan."
Suasana kembali sunyi, rasanya keberanian Chuuya dan niatnya sudah menguap begitu saja. Sepertinya mereka semua tahu bagaimana semua pertemuan ini akan berakhir, sebuah jalan buntu lagi bagi Chuuya.
Pria bersurai brunette di antara mereka akhirnya membuka mulutnya untuk berucap. "Chuuya, ini tidak akan berhasil. Ikhlaskan saja dan menyerah."
"OH? Begitukah menurutmu Dazai Osamu?" Gadis itu membalas, ia meninggikan lagi nada bicaranya, "Menurutku kau tidak membantu Chuuya sama sekali. Apakah kau tidak merasa bersalah?"
"Terima kasih banyak Osamu," sambungnya dengan sarkastik.
Chuuya tidak bisa menahan emosinya lagi. "Apakah dengan hanya menyalahkan Osamu begitu kita semuanya akan lebih baik [Name]?" katanya dengan nada marah.
Tatapan benci [Name] kepada Osamu melemah, ia sadar kalau selama ini ia tidak ada bedanya dengan Osamu yang dulu. Seharusnya ia tidak membiarkan rasa benci terlalu memenuhi dirinya sendiri.
"Dari pada kita memperbaiki yang sudah rusak, ayo kita memulai hubungan yang baru."
Perkataan Chuuya membuat mereka berdua tertegun, larut dalam monolog pikiran masing-masing. Memulai dari awal dan membuka lembaran baru mungkin pilihan terbaik bagi mereka namun itu membutuhkan sebuah langkah yang besar, diperlukan keberanian untuk itu.
Gadis itu menutup netranya kemudian menghela napas lega. "Baiklah, aku ikut denganmu Chuuya."
Tatapan mereka kini berpindah ke Osamu yang masih tampak ragu, hatinya dan logikanya masih berperang untuk menentukan langkah selanjutnya yang harus ia pilih. Chuuya yang menyadarinya langsung cepat memberikan gantungan kunci itu kepadanya, membuat Osamu tersadar.
"Walaupun sudah menjadi meteor, tetap saja kandungan di dalam bintang itu sangat berharga," katanya kepada Osamu.
Pria bersurai brunette itu menggenggam erat gantungan kunci pemberian Chuuya, meninggalkan mereka berdua tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ia memerlukan waktu sendirian untuk memutuskan langkah selanjutnya.
Kembali gadis itu ingin marah. "Cih, pengecut." Ia juga segera pergi meninggalkan tempat itu dengan gantungan kunci yang sama di genggamannya.
Perasaan nyeri yang pedih kembali menyerang hati Chuuya, takut akan kegagalan yang ke sekian kalinya.
===
Namun Chuuya lupa,
Menjadi egois itu tidak apa-apa karena kau tidak akan bisa menyelamatkan orang lain jika belum menyelamatkan diri sendiri.
===
Hampir saja ambisi Chuuya dihempaskan begitu saja ke tanah, setelah hari itu bisa dibilang hubungan mereka membaik. Osamu dan [Name] sama-sama berusaha berkomunikasi lagi dengan normal walaupun sangat canggung. Itu sudah sangat cukup bagi pria bermarga Nakahara tersebut.
Sepertinya mereka sudah setuju untuk membuka lembaran baru, memulai dari awal.
Osamu memberikan senyuman simpul ketika melihat kebahagiaan Chuuya terpancar, perdebatannya tadi malam dengan [Name] ternyata membuahkan hasil yang sepadan; tidak sia-sia.
"Apa maumu Osamu?" [Name] memberikan nada yang dingin kepadanya bahkan tidak membukakan pintu kamarnya walaupun orang tuanya mempersilahkan Osamu masuk ke dalam rumah.
Pria itu menghela napasnya pasrah. "[Name], kita tidak bisa selamanya seperti ini kau tahu. Kita harus membicarakan masalah yang terjadi di antara baik-baik."
Tidak ada balasan lagi dari dalam, Osamu hanya bisa mendengar sekilas suara tangisan dan tidak lama disusul dengan suara kunci terbuka. Sang pemilik kamar tidak mempersilahkannya masuk namun baginya itu adalah isyarat kalau ia boleh masuk.
Dan benar saja, [Name] di sana menangis. Spontan, Osamu memberikannya pelukan seperti yang sering mereka lakukan saat kecil jika [Name] sedih. Gadis itu tidak menolak, ia menyelam di dada Osamu dan mengeluarkan segala kesedihannya. Suasananya menjadi sunyi di antara mereka.
Orang tua [Name] mendengar suara tangisan anaknya itu namun Osamu bilang ingin menyelesaikan masalah dengan putrinya. Walaupun ada rasa cemas, mereka lebih memilih diam dan tidak ikut campur dalam masalah mereka. Mereka percaya, [Name] dan Osamu bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.
"[Name] ... maafkan aku."
Itu dia, kata-kata yang selama ini [Name] tunggu akhirnya terucap dari mulut Osamu. Gadis itu mempererat pelukannya, tangisannya juga bertambah namun Osamu tahu kalau [Name] sudah puas.
Setelah tangisannya mereda, sang pria mengelap sisa-sisa air mata [Name] menggunakan jempolnya.
"Kita memulai dari awal, seperti kata Chuuya."
Gadis itu terkekeh. "Biasanya kau sama sekali tidak setuju dengan chibi itu."
Sang pria ikut terkekeh mendengar nama panggilan yang diberikan gadis itu kepada Chuuya. "Untuk kali ini saja. Benar-benar manusia itu, bukannya meninggi malah tambah pendek."
"Bahkan aku lebih tinggi darinya."
Osamu menahan tawanya karena apa yang dikatakan gadis itu 100% fakta dan sangat akurat walaupun sang wanodya itu hanya satu sentimeter lebih tinggi dari Chuuya. Tetap saja itu lebih tinggi dan membanggakan.
"Ngomong-ngomong, kenapa kau mengubah penampilanmu [Name]?"
"Ah, hanya ingin meninggalkan kenangan lama tentangmu. Namun, seperti yang kau lihat hasilnya nihil."
Sebuah seringai menghiasi wajah rupawan Osamu. "Sepertinya aku terlalu tampan untuk kau lupakan ya?"
Gadis itu langsung mendaratkan sebuah tamparan di wajah sang pria, tamparan dengan maksud bercanda lebih tepatnya. "Sama saja narsisnya rupanya."
Pria bersurai brunette itu tersenyum ketika mengingat kejadian bagaimana ia dan [Name] kembali bersama. Itu benar-benar memuaskan walaupun masih ada yang kosong sedikit.
Rasanya seperti memasukkan lubang donat kembali ke dalam donat. Cocok, tapi tidak sama, dan tidak terlihat benar. Osamu merasa kalau [Name] belum sepenuhnya memaafkannya kala ia bercerita tentang apa yang ia lakukan saat dikeluarkan dari sekolah. Malah sekarang mungkin merasa takut dengannya.
"Kalau aku boleh tahu, apa yang kau lakukan saat dikeluarkan dari sekolah?"
Osamu menelan kue mangkuk yang ia makan, orang tua [Name] membawakan kue mangkuk ke kamar [Name] untuk merayakan perdamaian mereka. Berat rasanya untuk menjawab pertanyaan [Name] namun ia harus jujur. "Aku bergabung dengan yakuza."
"Hah?"
"Aku terpaksa bergabung dengan yakuza," larat Osamu. "Tidak ada pilihan lain, jika aku mau melanjutkan hidupku aku harus melakukannya bukan? Aku tahu itu sangat ekstrem namun aku tidak punya pilihan lain."
Suasananya menjadi hening.
"Saat aku melihat kesempatan untuk bersekolah lagi, aku segera ingin keluar dari yakuza namun sangat sulit. Untunglah, Odasaku menolongku untuk keluar dari dunia itu. Dia sangat baik, kau harus bertemu dengannya lain kali."
Tanpa Osamu sadari, tatapan [Name] dipenuhi dengan ketakutan. Mereka memang sudah mengenal lama namun [Name] sebelum gadis itu bersahabat dengan Osamu ia memiliki seorang kakak laki-laki yang secara rahasia berprofesi sebagai yakuza.
Keluarganya sangat bingung kenapa kakak laki-lakinya itu berubah menjadi sangat kasar, [Name] kecil sering menjadi tempat pelampiasan emosi kakaknya yang sangat tidak terkontrol itu. Orang tua mereka mencoba membawanya ke psikiater namun kakaknya melarikan diri dari rumah.
Tidak lama, mereka mendapat kabar kalau kakaknya meninggal, tewas lebih tepatnya. Terbongkarlah pekerjaan rahasia kakaknya itu. Namun, keluarga [Name] menutup rapat-rapat aib itu. Yang diketahui publik hanya lah kakak [Name] meninggal dalam kecelakaan.
Sejak saat itu [Name] trauma.
"[Name], kau tidak apa-apa?"
Wanodya itu tersadar dari lamunannya. "Ah, ya tidak apa-apa hanya sedikit mengantuk."
Selama mereka jalan-jalan bersama di hari minggu yang cerah ini, Chuuya menemukan beberapa kejanggalan dari [Name]. Ia tampak sangat menjaga jaraknya dengan Osamu, entah lah jika pria jangkung penuh perban itu menyadarinya. Atau sebenarnya hanya berpura-pura tidak sadar.
Si surai jingga itu kini mempertanyakan alasan mereka berbaikan. Hal yang ia takutkan adalah Osamu masih memiliki sikap perundungnya sedangkan [Name] benar-benar menjadi gadis. Singkatnya, Osamu memaksa [Name] untuk berbaikan dengannya untuk Chuuya.
Chuuya cepat-cepat membuang pikiran negatif itu setelah menigngat kejadian di bukit. Jelas kalau [Name] tetaplah [Name] yang kuat walaupun penampilannya berubah sedangkan Osamu tampak sangat patah hati; seperti tidak ada harapan di mata Osamu.
Ia berkesimpulan kalau itu adalah efek dengan hal-hal yang menimpa Osamu. Satu kata, karma.
Semua berjalan sesuai dengan yang Chuuya ekspektasikan namun janggal. Perasaan tidak enak entah kenapa kembali memenuhi diri Chuuya, perasaan yang ada karena Chuuya tidak mengikuti kontes itu.
Osamu melihat sebuah bulu mata yang jatuh di pipi [Name]. Sebagai teman yang baik sontak ia ingin mengambilnya. Tubuh [Name] langsung bereaksi, mendorong Osamu cukup kuat sehingga hampir terjatuh, Chuuya melihat ada yang terlempar dari kantong Osamu.
"Jangan menyentuhku dasar yakuza," kata [Name] marah dengan memberikan penekanan dalam kata yakuza.
Yang paling pendek di antara mereka langsung syok dengan apa yang dikatakan oleh [Name]. Semua informasi yang ada terlalu sulit untuk dicerna otaknya, semuanya terjadi begitu cepat. Netranya membulat ketika melihat benda apa yang terlempar dari kantong Osamu.
Sang surai brunette tidak terima masa lalu pahitnya diungkit. "[Name], kutegaskan kalau aku sudah meninggalkan dunia itu!"
Chuuya tidak menghiraukan adu mulut mereka, ia segera mengambil benda yang terlempat itu. Tanpa menyadari hal yang lainnya.
Suara nyaring sontak membuat keributan, semua atensi orang-orang yang di sana langsung teralih ke arah sumber suara. [Name] dan Osamu ikut menoleh, syok langsung menghantam mereka.
===
Semua yang direngut oleh waktu akan diperbaiki oleh waktu pula.
Katanya, semua akan indah pada waktunya. Namun kapan?
===
Tangisan [Name] tidak akan membangunkan Chuuya yang sudah tiada. Karena ingin mengambil bandul bintang yang terlepas dari gantungan kunci Osamu dan tidak melihat jalan, ia harus merenggang nyawanya yang masih muda dalam kecelakaan. Truk besar sudah menabrak raga Chuuya dan kini raganya itu sudah rusak.
Seharusnya tidak berakhir seperti ini, [Name] sangat bodoh.
Osamu yang juga hadir di pemakaman itu hanya bisa memandangi [Name], menangisi Chuuya yang terbaring tidak bernyawa di dalam peti di atas altar.
Ia menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian itu. Osamu menahan air matanya, ia segera bersembunyi kala [Name] berbalik untuk keluar dari ruangan itu, barulah ia berani untuk maju ke altar untuk melihat keadaan temannya itu.
"Tuxedo memang bagus untukmu yang mewah Chuuya, namun tidak seperti ini," ujarnya bermonolog, berusaha berbicara dengan Chuuya walaupun tahu kalau ia sudah tiada. "Maafkan kami Chuuya, kami mengecewakanmu."
Tidak tahan dengan semua kesedihan yang menerpanya, Osamu segera keluar dari sana, menangis. Tidak ada yang boleh melarang pria menangis, mereka punya perasaan juga.
Arwah Chuuya yang melihat mereka berdua tidak jauh dari sana berusaha mengejar Osamu dan meraihnya namun tidak bisa. Ia tidak bisa menyentuh mereka.
Dengan putus asa Chuuya memandangi raganya yang sama sekali tidak berguna sekarang. Sambil bersumpah-serapah, siapa tahu Tuhan memberikannya kesempatan kedua.
Namun nasi sudah menjadi bubur, ia tidak bisa kembali atau pun pergi dari sana. Masalahnya belum tuntas.
===
Hey, berhentilah menangis ...
Senyuman lebih cocok padamu.
===
Osamu meregangkan semua otot-ototnya yang kaku karena terlalu lama duduk hanya menatap layar komputer. Kehidupannya lebih baik sekarang, ia tidak perlu bermain dengan api lagi, ia sudah tenang dan sekarang bahkan mempunyai perusahaan sendiri.
Matanya melihat ke arah kalender, ia tersenyum ketika melihat tanggal berapa itu. Itu adalah tanggal kelulusan angkatannya di SMP beberapa tahun yang lalu. Ia memang dikeluarkan dari sekolah sebelum merasakan hari kelulusan namun seperti tahun-tahun sebelumnya, pihak sekolah tetap mengundangnya untuk datang sebagai alumni.
Entah kebetulan atau apa, tanggal itu juga yang menjadi luka dalam diri Osamu. Tanggal di mana Chuuya meninggalkan dunia.
Ia berharap Chuuya tenang namun sayangnya tidak. Buktinya saja, ia sedang terduduk di depan bangunan perusahaan Osamu. Hanya kucing hitam yang dapat melihatnya, dan ia berusaha berinteraksi dengannya.
Akhirnya, orang yang Chuuya tunggu meninggalkan gedung itu. Tatapannya benar-benar putus asa, sang pria bersurai jingga itu mengikuti Osamu dari belakang tanpa tahu orang itu menuju kemana.
Begitulah kehidupan Chuuya sekarang. Bergentayangan di dunia tanpa tujuan.
Chuuya berhenti, ia segera mengangkat kepalanya dan melihat kemana Osamu membawanya. Netranya membulat terkejut karena itu adalah bangunan SMP mereka, ia teringat kalau kebetulan tanggal di mana ia meninggal sama dengan tanggal kelulusan SMP.
Hanya ia yang merasakan rasanya lulus dari SMP itu, Osamu sudah dikeluarkan dan [Name] di Korea. Ia sendirian merasakan kelulusan.
Sungguh tanggal yang sial bagi seorang Nakahara Chuuya.
Ia pun memutuskan tidak mengikuti Osamu untuk masuk ke dalam. Kucing hitam yang selalu mengikuti Chuuya kemana pun ada di sana juga, menemaninya.
Bangunannya masih sepi, Osamu datang terlalu awal. Ia sengaja, ia ingin melihat keadaan sekolahnya yang sekarang. Sekolahnya benar-benar lebih bagus sekarang dari pada saat ia bersekolah dulu, sungguh tidak adil.
Osamu menuju ruang musik, tempat kesukaan Chuuya. Musik adalah hal favorit Chuuya namun bodohnya ia mengorbankan itu untuk persahabatan mereka yang sudah tidak ada harapan.
Tubuh Osamu membeku setelah membuka pintu ruangan itu, ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sosok gadis yang ia hindari dan hilang kontak setelah kematian Chuuya ada di sana, menatap ke arah jendela.
Dengan cepat, Osamu meninggalkan tempat itu namun sang gadis menyadari tadi ada seseorang. Ia segera mengejarnya, mendapati Osamu sedang berjalan cepat menjauh dari sana. Ia ragu untuk mengejarnya namun tubuhnya berkata lain, ia segera mengejar Osamu dan menahan lengannya.
"Osamu .... "
Di sinilah mereka sekarang, bukit tempat Chuuya menyatukan mereka dengan langit senja sebagai latarnya. Acara berjalan lancar, mereka kembali bersama dan sekarang sedang menikmati matahati tenggelam sambil mengingat masa-masa indah.
"Nee, kamu masih ingat gantungan kunci pemberian Chuuya itu?" Osamu menarik sesuatu dari dalam kamejanya, sebuah kalung dengan bandul bintang bekas gantungan kunci pemberian Chuuya.
[Name] langsung menyibak rambut yang menutupi telinganya, memamerkan sebuah anting dengan bandul bintang. "Tentu saja, ini kenangan darinya."
Mereka kembali berbagi kisah dan tawa. Chuuya yang memandang di belakang mereka tersenyum, perlahan tubuhnya menghilang, ia bisa tenang.
"Terima kasih, dan selamat tinggal semuanya," katanya sebelum akhirnya meninggalkan dunia itu.
[Name] dan Osamu mendengar sebuah bisikan dengan suara yang familier sontak menoleh ke belakang namun karena mereka tidak menemukan siapa-siapa di sana mereka kembali bercanda ria.
***END***
a/n
okesep aku gabisa bikin angst.
bagaimana manteman pendapat kalian tentang anternative ending ini? 💃🏻
fyi, yakuza ama mafia itu beda. dari segi cara berpakaian sampai budayanya.
aku g taw maw typing affa lagi 😭
terima kasih sudah membaca bab ini~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro