Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

15 ~ Afternoon with Galan

“Al, hari ini gue anter lo pulang, ya?” kata Galan, kemudian membuat Alma menoleh dengan ekspresi tegang.

“Nggak, Gal. Aku bisa pulang sendiri.”

“Selalu, deh. Bilang nggak mulu sama gue. Kenapa, sih?”

“Bukan gitu, Gal. Cuma aku—” ucapannya terpotong. Melihat wajah Galan yang memelas begitu, membuat Alma menjadi tidak enak hati.

“Gue itu cuma pengen tau rumah lo,” tukasnya lebih menegaskan seraya mengenakan jaket putih dan bersiap untuk pergi dari kelas. Sekarang hanya tinggal mereka berdua yang tersisa.

Alma mengembuskan napas panjang. Mendelik sinis seraya membuang muka merasa lelah. “Nggak usah bohong, deh. Aku tau kamu pernah ngikutin sampe rumah, kan?”

Merasa sudah tertangkap basah, pemuda itu untuk sebentar terpaku. Menarik kedua sudutnya seperti tersenyum datar. Menahan salivanya yang hendak ditelan.

Lantas Galan cengengesan. “Gue cuma mau mastiin lo sampai dengan selamat.”

“Em, alasan.”

“Waktu itu, kan, gue cuma ngintilin lo doang. Sekarang gue pengen bonceng lo langsung.”

“Pake vespa?”

“Ya iyalah, mau pakek apa lagi?”

Tidak enak hati terus menolak, akhirnya Alma setuju juga untuk di antar pulang oleh Galan. Ia hanya berharap tidak ada tetangga apalagi orang rumah yang mengetahuinya. Bisa habis, kalau sampai mereka tahu.

Meminta Alma untuk mengikuti keinginannya bukanlah perkara yang mudah. Sehingga saat ada kesempatan, Galan tidak ingin menyia-nyiakannya begitu saja.

***

Hari ini untuk pertama kalinya Galan pulang bersama Alma dan duduk tepat di belakangnya. Lucu sekali, gadis itu benar-benar kaku. Mungkin ini juga pengalaman baru bagi Alma dibonceng seorang laki-laki selain papanya sendiri. Alma juga termasuk tipe cewek santri, yang berusaha menjaga jarak dengan lawan jenis.

Vespa yang dikendarai Galan pun terus melaju menyusuri jalanan kota. Meninggalkan semakin jauh lingkungan sekolah. Selama itu, tidak ada percakapan yang terjadi. Mereka saling membisu dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Hanya embusan angin dan suara kendaraan lain yang membisingkan pendengaran.

Sampai kemudian, Galan membuka pembicaraan, “Al, lo laper nggak?”

“Hm?” sayup-sayup suara Galan terdengar di telinga.

“Makan dulu, yu, sebelum lanjut pulang? Gue tiba-tiba laper.”

“Hah?” Alma mendengar meski tidak begitu jelas. Menyesalkan kenapa pemuda itu ada saja kemauannya, sementara dirinya sudah ingin segera sampai ke rumah.

“Gue punya tempat yang bagus. Lo pasti suka, gue jamin.”

Alma meringis. Diam saja karena penolakannya pasti berimbas percuma. Sementara Galan meyakini jika diamnya Alma adalah tanda setuju. Sehingga tanpa banyak bicara lagi, Galan membelokan vespanya ke simpangan sebelah kiri jalan. Sebuah gang yang lumayan besar, seperti gapura sebuah perumahan. Jalanannya terbagi dua, dengan masing-masing lumayan lebar. Setiap sisi ditumbuhi tanaman seperti daun singkong, namun berpohon pendek.

Setelah lumayan jauh memasuki jalanan menuju kompleks tersebut, sampailah mereka di sebuah danau yang terhampar luas dengan airnya yang lumayan jernih. Tidak jauh dari sana ada banyak berjejer warung-warung makanan untuk para pengunjung, yang bermaksud menikmati suasana sekitar danau.

“Kamu sering ke sini?” tanya Alma kemudian setelah mereka turun dari vespa, tepat di area parkiran.

“Lumayan, kalau lagi bete. Biasanya gue ke sini sama mama, papa, dan Natalie. Pernah juga sekali sama Kevin, Aryan, dan geng motor vespa lain. Sekarang sama lo, deh. Gimana suka nggak sama tempatnya?” pungkas Galan menjelaskan.

Sekarang mereka tengah berjalan di jalanan kecil dilapisi batu kerikil yang memanjang mengikuti bentuk pinggiran danau. Tidak sedikit yang berkunjung. Rata-rata mereka yang membawa istri dan anak-anaknya. Sangat seru sekali, sampai khayalan Alma terbang jauh. Membayangkan jika kelak ia menikah dengan Asta, mungkin posisinya akan seperti itu. Hidup yang dijalani serasa sempurna. Suami yang baik, perhatian, penyayang keluarga, dan anak-anak yang manis, tampan, cantik, pintar. Duh, baru berhalusinasi saja sudah membuat dadanya berdetak senang. Andai waktu cepat diputar ke masa depan.

“Al?!” sentak Galan berseru seraya menepuk pundak gadis itu.

Nyatanya Alma tersadar dalam lamunannya. Ia sampai terperanjat dan membuat Galan mengernyit heran.

“Lo kenapa senyum-senyum sendiri gitu, Al?”

“Hah? Enggak, kok, enggak.” Alma berusaha mengelak. Ia sampai merasa malu sendiri. Bisa-bisanya khayalan itu menjadikannya tidak sadarkan diri.

Galan jadi tertawa karena merasa lucu. “Jangan-jangan lo kerasukan dedemit penunggu danau ini, ya?”

“Hah?! Enggaklah!” Alma jadi kesal karena Galan malah menggodanya.

“Ya udah, mendingan kita cari makan. Gue beneran laper, nih.” Kemudian Galan melangkah lebih dulu, meninggalkan Alma yang tersenyum seraya menggelengkan kepala merasa konyol.

***

Hampir dua jam mereka menghabiskan waktu di danau kompleks Kahuripan. Setelah puas menghabiskan waktu sore di sana, Galan mengajak Alma pulang. Gadis itu lumayan menikmati, terutama dengan bakso yang ada di sana. Katanya sangat enak, terutama kuahnya yang lezat. Alma jadi berencana untuk mengajak Asta ke tempat itu juga jika bertemu nanti.

Tanpa terasa sekarang mereka sudah tiba di depan gerbang rumah Alma. Cepat saja gadis itu turun dari vespa warna kuning milik Galan. Menoleh ke sana kemari, termasuk memeriksa keadaan di dalam rumah. Merasa aman, buru-buru Alma menyuruh cowok itu untuk segera pergi.

Lo nggak mau nyuruh gue buat mampir dulu?”

“Buat apa? Udah sore, bentar lagi juga maghrib.”

Pun, Galan mengangguk. Sejujurnya ia enggan untuk segera pergi dan masih mau berada di dekat Alma, tapi gadis itu sepertinya sudah merasa tidak nyaman dengan keberadaannya. Hingga ia memutuskan untuk pergi saja. Namun, belum sempat menyalakan motornya tiba-tiba pintu rumah Alma terbuka. Dari teras sana seorang wanita lantas berseru.

“Eh, ada tamu!” Buru-buru wanita paruh baya itu berjalan menghampiri mereka.

Alma dan Galan kompak menoleh. Ekspresi wajah Alma berubah panik. Bisa-bisanya mamanya itu keluar rumah, melihat mereka, dan menyuruh Galan masuk.

Sementara Galan refleks turun dari motor. Menjunjung kesopanan, ia mencium punggung tangan Desi dan memberi salam. Dari sana, perasaan Alma sudah tidak enak. Rona merah di pipinya pasti sudah kentara sangat jelas.

“Kamu, kok, ada tamu bukannya disuruh masuk!” tegurnya khusus pada Alma.

“Ma—”

“Nggak apa-apa, kok, Tante. Kebetulan aku cuma nganterin pulang Alma dan mau langsung pulang,” potong Galan menjelaskan, agar Alma tidak menjadi sasaran kesalahan.

“Em, gitu. Padahal mampir dulu, lho. Nanti Tante bikinin teh manis, jus, atau air putih.”

Galan tertawa agak canggung. “Nggak perlu repot-repot Tante, mungkin lain kali aja.”

“Iya, sih. Lagian udah mau maghrib. Tapi, janji, ya, kapan-kapan mampir lagi ke sini?”

“Pasti Tante.”

Alma meringis merasa khawatir sendiri. Dibalik sikap ramah dan menyenangkan itu, ada pikiran usil yang akan dilayangkan oleh mamanya itu.

“Kalau gitu saya permisi dulu, ya, Tante.”

“Eh, tunggu. Nama kamu siapa?”

“Galan, Tante.”

“Ah, iya, Galan. Hati-hati di jalan, ya!”

“Iya, Tante.”

Rasanya Alma ingin mengusir pemuda itu untuk segera pergi. Namun, mamanya terus saja mengajak mengobrol, sampai kemudian Galan kembali menyalakan vespanya dan berlalu dari hadapan mereka.

“Cie ... temen, ya?”

Tuh, kan, bener. Belum satu menit berlalu, mamanya sudah mulai menggoda. Siap-siap.

nuraiqlla
15 Juli 2021
12:38 WIB

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro