Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Raiden Shogun & Raiden Ei

Note!
Timeline cerita ini adalah setelah kejadian di book 'Tsukimi' buatan Rashi! Bagi yang belum baca, jangan lupa mampir ya~

Seperti perkataanmu pada kakak perempuanmu dua minggu yang lalu–kamu benar-benar memilih untuk tinggal di Inazuma, bersama dengan Ei. Sejujurnya, rasanya membosankan, mengingat kamu lebih suka berkelana ke mana-mana dan melihat seberapa luasnya daratan Teyvat itu.

Namun, tak apa-apa.

Setidaknya, kali ini kamu bisa bersama dengan kakakmu.

Sudah dua minggu lamanya kamu menetap di Inazuma. Rasanya, hubungan kalian berdua menjadi semakin baik seiring waktu berjalan.

Oh, bahkan malam ini pun Ei mengajakmu makan malam bersama dengannya. Kalau itu adalah kamu yang dulu–sudah pasti kamu akan menolaknya mentah-mentah dan pergi meninggalkannya begitu saja.

Sekarang, kamu justru menyanggupi ajakan itu. Senyuman lebar yang cerah terlukis di wajah cantikmu, tak henti-hentinya kamu membayangkan pertemuanmu dengan Ei nanti.

"Kau dari tadi tersenyum-senyum sendiri begitu, seperti orang bodoh saja."

Suasana hatimu yang bahagia seketika dirusak oleh suara yang serupa dengan kakakmu, tetapi nada dan intonasinya berbanding terbalik seratus delapan puluh derajat.

Suara itu terdengar tepat dari depan sana, di depan semacam podium yang berada di dalam kediaman Raiden Shogun, Tenshukaku. Pemilik suara itu ialah sosok yang tak lain dan tak bukan adalah persona dari archon electro itu sendiri, Raiden Shogun.

"Kau kenapa menyebalkan sekali, sih?" Kamu menggerutu kesal seraya menghampiri sosok itu, kedua netra kalian saling bertatapan. "Lebih baik, jangan ajak aku bicara!"

"Aku memang tak mau mengajakmu berbicara, aku hanya ingin menghinamu, Raiden (Name)."

Perempatan siku imajiner muncul di kepalamu, untuk kesekian kalinya kamu berpikir untuk apa boneka bodoh itu diciptakan? Hanya wajah Shogun dan Ei saja yang mirip, kalau dari segi sifat, sifat mereka jelas berbeda jauh.

Jika menurutmu Ei adalah sosok yang baik hati, maka dari sudut pandangmu Shogun adalah boneka kurang ajar yang selalu membuatmu naik darah.

"Shogun, aku sedang tidak ingin berdebat denganmu. Jangan membuatku kesal, bisa?" Tetapi, lantaran mood-mu sedang bagus hari ini, kamu memilih untuk tidak memperpanjang masalah itu.

Shogun hanya terkekeh geli dan memandangmu dengan tatapan menantang. "Kalau aku tidak mau, kau mau apa?"

"Akan kuhajar kau sampai mati."

"Memangnya orang selemah dirimu bisa mengalahkanku? Ei saja kesulitan saat bertarung melawanku."

"Oi, sialan–"

Kalian hendak berdebat lebih panjang, tetapi tiba-tiba kamu teringat bahwasannya Ei tidak suka melihatmu bertengkar dengan Shogun. Khawatir tiba-tiba kakak perempuanmu muncul, kamu pun menghentikan sambungan kalimatmu yang tadi dan berkata, "Ah, sudahlah. Aku benar-benar tidak mau berdebat denganmu–setidaknya, jangan sekarang."

"Huh. Karena Ei, kau jadi lembek rupanya, (Name)." Shogun mendelik tajam, seringai kemenangan muncul di wajahnya yang serupa dengan kakakmu. Oh, sungguh–ekspresi itu hanya bisa terlihat di wajah Shogun, kamu tak pernah membayangkan Ei bisa menjadi sangat menyebalkan seperti ciptaannya.

Kamu tahu Shogun hendak memancing emosimu lagi, tetapi kamu cukup sabar kali ini dan memilih membalasnya dengan hanya decakan jengkel.

"Kenapa? Kalau tidak suka, ayo sini, lawan aku."

Oh, lihatlah betapa menyebalkan seorang Raiden Shogun. Seingatmu, dia hanya begini jika di depanmu saja–tetapi, di depan rakyatnya dia lebih tenang. Seandainya kamu ada saat Shogun diciptakan, kamu pasti sudah mengusulkan supaya Ei membuat tombol untuk 'mematikan' operasional Shogun.

Kamu cukup bingung harus membalas seperti apa. Namun, sebuah ide cemerlang muncul dalam benakmu. Kamu kemudian tersenyum remeh dan berkata, "Kalau kuperhatikan, kau terkesan cari perhatian sekali di depan Ei-neesama dan tampak menyebalkan di depanku."

"Kau iri padaku, ya, karena aku selalu diperhatikan Ei-neesama?"

Satu pertanyaanmu mampu membuat Shogun terdiam selama beberapa saat. Kamu sudah siap beradu mulut andaikata Shogun membalas pertanyaan itu dengan kata-kata sinis seperti biasanya.

Namun, alih-alih kata-kata sinis dan tatapan tajam yang tertuju ke arahmu.

Justru sebaliknya, Shogun memandangmu dengan tatapan malu bercampur tak senang–ia emosi lantaran kamu berhasil mengulik isi hatinya yang terdalam.

"Dasar menyebalkan."

Di lima detik pertama, kamu masih belum mencerna seutuhnya maksud perkataan dan reaksi Shogun.

Begitu menyadari arti dari kalimat Shogun barusan, kamu spontan memandang boneka ciptaan kakakmu itu dengan tatapan tak percaya. "HAH?!"

***

Entah bagaimana ceritanya, perbincangan antara kamu dan Shogun sampai terdengar ke telinga Ei. Harusnya sekarang adalah jadwal kamu dan Ei makan malam bersama, tetapi Ei mengundangmu lebih awal, sekaligus mengajak Shogun untuk membahas perbincangan kalian lebih lanjut.

Senyum masam terlukis di wajahmu, rasanya menyebalkan sekali ketika harusnya kamu dan kakakmu berkumpul berdua saja, tetapi dikacaukan dengan kehadiran seseorang yang tak diundang.

Meski sebenarnya pernyataan itu tidak tepat–sebab, Ei yang mengundang Shogun.

Namun, rasanya kamu tetap tidak ikhlas Shogun ada di sini bersama kalian.

"Sudahlah, ayo bahas ini dengan cepat. Setelah ini aku mau makan malam dengan Ei-neesama." Sejak tadi, kamu memasang ekspresi cemberut secara terang-terangan. "Ah, aku malas sekali."

"Hush, (Name)! Jangan berkata begitu, sejak tadi aku perhatikan kau tampak tak suka dengan kehadiran Shogun. Aku yang mengundangnya, lho," tegur Ei padamu.

"Maafkan aku, neesama."

Di sisi lain, kamu dapat melihat Shogun menyeringai dan tampak merendahkanmu sebab Ei menegurmu. Semisal tidak ada Ei di sini, dengan senang hati kamu sudah melayangkan seranganmu pada Shogun. "Shogun, apa maksudmu melihatku dengan tatapan seperti itu?"

"Sifat kurang ajarmu tidak berubah dari dulu, ya."

Shogun merasa tertantang dengan pernyataanmu, kemudian ia meminum secangkir teh yang sudah disiapkan sebelum berkata, "Kau lupa perkataanku yang dulu? Kalau kau sopan, aku tentunya akan sopan. Namun, karena kau bersikap lancang dan tak tahu malu, aku juga berperilaku seperti itu padamu."

"Aku sudah bersikap sopan, kok. Kalau aku tidak sopan, aku sudah menendangmu keluar dari tadi, Shogun."

"Sebaliknya, justru seharusnya aku yang menendangmu dari sini. Ini Tenshukaku, rumahku. Kau tidak berhak ada di sini, Raiden (Name)."

"Apa maksudmu? Tenshukaku itu milik neesama! Kau yang cuma boneka jangan bicara sembarangan!"

"Aku–"

Ctar!

Seperti deja vu, petir menyambar di tengah-tengah kamu dan Shogun. Entah sejak kapan, Ei sudah kehilangan kesabarannya. Meski wajahnya mengulas senyum, kamu dapat merasakan hawa mengerikan yang seolah mengelilinginya–seperti sosok Raiden Ei dalam peperangan.

"(Name), Shogun. Tenang sedikit, bisa?"

Kalian berdua seketika bungkam dan bertatapan satu sama lain, tersirat kalian saling menyalahkan dalam tatapan itu. Tetapi, kalian tidak berbicara apa-apa lagi–mengingat jikalau Ei sudah murka, entah apa yang akan terjadi pada kalian nanti.

"Baiklah, langsung ke intinya saja, ya." Ekspresi wajah Ei kembali menjadi tenang, ia memandang kamu dan Shogun secara bergantian. "Sebenarnya, aku sangat setuju jika Shogun menjadi keluarga kita."

"Shogun sudah berkontribusi banyak dan membantuku selama ini. Sebenarnya, sejak dulu aku ingin mengangkatmu menjadi adikku."

Senyuman tipis terulas di wajah Shogun, ia menundukkan kepalanya seraya meletakkan tangan di depan dada dengan bangga dan percaya diri. Rasanya, ia sungguh senang mendengarkan pernyataan Ei. "Suatu kehormatan bagiku."

Berbanding terbalik dengan kamu yang syok dan memandang kakakmu dengan tatapan tak percaya. Kamu menggebrak meja dan meninggikan suaramu. "Apa?! Yang benar saja, neesama!"

"Dia ini tiran, lho! Neesama sudah punya aku, kenapa harus mengangkat Shogun menjadi adikmu lagi?!"

Ei menghela napas panjang, ia melipat kedua tangannya di depan dada. "Aku tahu Shogun pernah tidak sepenuhnya sependapat denganku–tetapi, selama lima ratus tahun ini ia selalu berada di sisiku."

"Bukankah itu lebih baik daripada kau yang meninggalkanku sendirian selama lima ratus tahun setelah kepergian Makoto, Raiden (Name)?"

Checkmate.

Kamu tak bisa membalas pertanyaan Ei, sebab–memang benar itulah yang terjadi. Kamu menjadi adik yang durhaka, pergi dari tanah Inazuma hanya karena Ei menciptakan Shogun.

Jika dipikir-pikir, mungkin dulu kamu hanya iri dan tak mau posisimu digantikan dengan Shogun. Tapi, saat itu egomu begitu tinggi sehingga memilih pergi dari Inazuma.

Sekali lagi, Shogun tersenyum bangga dan memandangmu dengan tatapan remeh. Ia gatal ingin menghujatmu, tetapi ia tak ingin membuat kesan buruk di hadapan Ei.

'Shogun kurang ajar, lihat saja nanti kalau neesama sudah pergi, akan kuhajar kau!' Kamu hanya bisa menggerutu dalam hati.

Pada akhirnya, kamu hanya bisa mengalah. Kamu menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Sebuah ide licik untuk membalas perbuatan Shogun terlintas di kepalamu.

Tangan kananmu kemudian menyentuh pucuk kepala Shogun, mengusapnya seperti mengusap kepala anak kucing yang lucu. Dengan ekspresi sayang yang dibuat-buat, kamu berkata dengan nada menyebalkan, "Oh, baiklah. Shogun-ku sayang~"

"Jangan sentuh aku, Raiden (Name)!" Shogun menepis tanganmu dengan kasar, ia memandangmu dengan tatapan jijik. "Dasar kurang ajar!"

"Hmm? Jangan begitu, Shogun-chan." Kamu dengan sengaja menekankan kata 'chan' dalam kalimatmu, untuk mengejek Shogun. Kamu menyeringai licik seraya memandang lurus sepasang netra ungunya. "(Name)-neesama ini sedang berusaha mengakrabkan diri denganmu, lho."

Seolah menegaskan bahwa kamu adalah sosok 'kakak'-nya, kamu menekankan kata 'neesama' di kalimatmu yang kedua. Wajah Shogun menjadi merah padam, bercampur antara emosi dan malu. Ia berseru dengan geram, "... Raiden (Name)!"

"Hahaha! Sini, sini. Ayo cium tanganku, Shogun. Tunjukkan baktimu sebagai adikku~ Dulu aku sering mencium tangan Makoto-neesama dan Ei-neesama, lho." Ekspresi puas muncul di wajahmu ketika melihat Shogun yang diam tanpa kata. Kamu tertawa penuh kemenangan.

"Siapa bilang Shogun jadi adikmu, (Name)?"

Tawamu seketika terhenti mendengar pertanyaan Ei. Kamu mendelik kebingungan. "... Apa maksudmu?"

Ei kemudian memindah posisi duduknya menjadi di samping Shogun. Posisi kalian saling berhadapan, tangan Ei memegang kedua pundak Shogun dan kemudian tersenyum berseri. "Tentu saja Shogun yang akan menjadi kakakmu, (Name)."

Shogun memandang Ei dengan senang sekaligus tak percaya, sesaat kemudian ia segera mengalihkan pandangannya kembali ke arahmu dengan senyuman licik. "Oh~ Kau dengar, (Name)? Aku yang jadi kakak."

"Aku tidak terima!" Kamu menggebrak meja sekali lagi, memandang Shogun dengan tatapan tidak suka. "Kalau dari segi umur, aku JAUH lebih dewasa darinya! Neesama, Shogun itu baru tercipta sejak lima ratus tahun lalu, tahu!"

"Tapi sifat Shogun jauh lebih dewasa darimu, (Name). Terima saja, lagipula, Shogun adalah 'aku'."

Mendengar konklusi akhir yang diberikan oleh Ei, kamu hanya bisa pasrah. Mau tak mau, kamu menerimanya, daripada memperpanjang masalah dan membuatmu kembali bertikai dengan Ei. "Baiklah ...."

"Nah, sekarang, sebagai bukti kalau (Name) sudah menerima Shogun menjadi keluarga, kalian berpelukan, ya."

Dua detik setelah Ei mengatakan kalimat itu, kamu dan Shogun saling bertatapan dengan ekspresi jijik. Kalian berdua spontan berseru bersamaan, "Kami tidak mau!"

"Oh, tidak mau?" Senyuman ngeri terpampang di wajah Ei, ia mengeluarkan petir di tangannya. "Kalian mau saling berpelukan satu sama lain, atau berpelukan dengan sambaran petirku?"

Gawat, ekspresi Ei sudah berubah menjadi mengerikan. Mau tak mau, kamu segera menghampiri Shogun dan menariknya untuk berdiri, dalam detik berikutnya, kamu memeluknya dengan erat. "O-oh! Tentu saja aku akan berpelukan dengan Shogun-neesama!"

"Sungguh menjijikkan harus berpelukan denganmu." Shogun berbisik pelan di telingamu, tetapi ia tetap membalas pelukanmu. "Aku harus mandi air panas dengan kelopak Sacred Sakura untuk membersihkan diriku dari najis."

"Siapa yang kau sebut najis, hah?" Kamu tak mau kalah, ikutan berbisik dengan nada tak senang di telinga Shogun. "Aku melakukan ini karena terpaksa, bodoh."

"Tentu saja kau najisnya, masa aku?"

"Sialan, kuhajar kau nanti."

Sekitar sepuluh detik kalian berpelukan, sesungguhnya selama sepuluh detik itu kalian saling bersahut-sahutan tapi dengan suara kecil, beruntung Ei tidak menyadari itu. Ia tersenyum puas ketika melihat kamu dan Shogun sudah menjadi lebih 'akrab'.

"Bagus sekali! Senang melihat kalian akrab seperti itu!"

Ei kemudian mengusap-usap pucuk kepala kalian berdua. Emosi kalian yang sudah naik hingga ke ubun-ubun seakan-akan turun drastis, pengaruh Ei memang luar biasa.

"Oh ya, sekarang sudah waktunya makan malam. Ayo, kita bertiga makan malam bersama saja," ujar Ei.

Kamu dan Shogun mengangguk senang. "Ya, ayo."

***

Hidangan sudah tersaji di atas meja, kamu menenggak salivamu sendiri berkali-kali. Sama halnya dengan Shogun, ia secara terang-terangan memandang ngeri pada hidangan yang disajikan.

Tumis daging yang entah kenapa berwarna ungu, sup berwarna biru seperti slime, secangkir minuman yang berwarna hijau seperti lumut.

Siapa yang berselera melihat makanan seperti itu?

"Ei, ini kau beli dari mana?" tanya Shogun.

"Oh, ini aku yang masak bersama Miko. Ini resep buatannya, bukan kreasiku. Jadi, aku menghidangkannya pada kalian."

'Rubah sialan itu–!' Dalam hati, kamu dan Shogun kompak memaki Miko.

Kamu ingat dalam hati, setelah ini selesai, kamu akan membakar kuil Narukami jikalau kamu sampai diare.

Sementara Shogun, ia bersumpah akan melayangkan naginata miliknya pada Miko setelah ini.

"Silakan dimakan, tunggu apa lagi?"

Kamu dan Shogun bertatapan, keringat dingin mengalir di pelipis kalian. Kalian menenggak saliva berbarengan.

Kamu kemudian menggeser mangkuk di hadapanmu ke arah Shogun. "Neesama, ayo cicipi duluan."

"Oh, tidak-tidak. Kau saja, adikku." Shogun kembali menggeser mangkuknya supaya ada di depanmu. "Sebagai kakak, aku akan mengizinkanmu mencicipnya duluan."

"Shogun-neesama terlalu bermurah hati. Ini adalah bukti sayangku padamu, ayo cicipi duluan saja."

"Tidak, kau saja duluan, (Name) sayang."

Ei melihat kalian berdua terus-terusan menggeser mangkuk tersebut. Ia membuat pilihan untuk mengambil dua buah sendok dan menyedokkan isi mangkuk tersebut. Disodorkannya sendok tersebut ke mulut kalian. "Kalian ini, sini aku suapi saja!"

"Buka mulut kalian, Shogun, (Name)! Aaa~"

"Tidak usah, kami–"

Saat kalian membuka mulut, Ei langsung memasukkan makanan itu ke dalam mulut kalian. Rasa aneh menyebar di lidah kalian, seketika kalian merasa mual dan hendak memuntahkan makanan itu secepatnya.

"Hoek–"

Shogun hendak muntah, tetapi kamu meletakkan tanganmu di mulutnya guna menahannya supaya tidak memuntahkan makanan itu. Kamu berbisik, "Tahan, Shogun. Jangan buat neesama kecewa."

"Hoek–"

Kini giliranmu yang merasakan mual dan hendak memuntahkan masakan itu. Tetapi, Shogun menahan mulutmu persis seperti yang kamu lakukan padanya. "Kau juga sama, Raiden (Name)."

Ei menatap kalian berdua dengan antusias. "Bagaimana? Enak?"

Senyuman paksa terulas di wajah kalian berdua, kalian mengacungkan ibu jari kalian pada Ei. "Sa-sangat–hoek! E–e-enak!"

'Miko sialan, akan kuhajar kau nanti!'

Kamu dan Shogun menjerit frustrasi dalam hati. Malam itu diakhiri dengan kamu dan Shogun yang tersiksa dengan masakan Ei, sementara Ei tersenyum senang sebab kedua adiknya menyukai masakan buatannya.

"Besok akan kumasakkan lagi, ya!"

"TIDAK!"

End of Shogun & Ei's Part

HEWWOO, SESUAI JANJI RASHI, KALI INI RASHI MEMBUAT BOOK BARU DENGAN PADA KARAKTER PEREMPUAN GENSHIN IMPACT~

Gimana chapter kali ini? Jangan lupa mampir ke book Tsukimi ya kalo belum baca, sebab ini sambungan dari book itu~

Semoga chapter kali ini bisa menghibur yaa! Makasih udah baca, jangan lupa tinggalkan jejak, vote atau komen, dua-duanya lebih bagus! UwU Sekalian sebarin ke sosmed kalian /uhuk/ biar makin banyak yang baca hehehee

See ya!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro