Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Hu Tao

"(Name)~ Katanya ada pasien yang sudah hampir meninggal ya, mana dia~?"

Suara itu terdengar sangat ceria, sampai-sampai kamu heran tiap kali mendengarnya. Kamu melepas sarung tangan karetmu, kemudian memandang sosok di ambang pintu itu. "Lukanya sudah aku obati dan dia sudah jauh lebih baik, jadi aku suruh dia pulang."

Senyuman senang luntur dari wajah imut milik kakakmu, digantikan dengan bibir yang mengerucut pertanda ia merasa kesal. "Kenapa kau obati, (Name)? Kalau begini terus, bisnis Wangsheng Funeral Parlor bisa bangkrut!"

"... Aku ini dokter, Tao-nee."

***

Seorang dokter muda jenius yang berada di Bubu Pharmacy sebagai asisten dari Baizhu, itulah kamu, Hu (Name). Putri kedua dari keluarga Hu, akan tetapi kamu meninggalkan keluargamu di usia muda.

Mengapa?

Sebab, kamu tidak menyukai tradisi di keluargamu. Kamu selalu berpikir, 'mengapa kita harus repot-repot belajar mengadakan upacara pemakaman? Daripada upacara pemakaman, bukankah sebaiknya kita belajar supaya bisa menyembuhkan orang lain?'

Atas pemikiran itulah, saat kamu berusia dua belas tahun, kamu melarikan diri ke Sumeru yang jauh, menimba ilmu sebanyak yang kamu mau dan kembali dengan gelar dokter. Apakah kamu jenius? Sangat. Maka dari itu, Baizhu langsung menerimamu ketika kamu bilang ingin bekerja di Bubu Pharmacy.

Saat itu, orang pertama yang mengetahui kamu sudah kembali dan bekerja menjadi dokter adalah kakakmu sendiri, Hu Tao.

Reaksinya? Jelas.

"Kalau begitu, jangan obati pasienmu, ya! Kalau mereka meninggal, bisnis Wangsheng akan lancar!"

Setelah mendengar kakakmu berkata demikian, kamu secara sukarela menggantikan Baizhu untuk mengusir Hu Tao dari Bubu Pharmacy.

Kamu menghela napas ketika mengingat-ingat kejadian itu. Rasanya lucu juga–ketika mengingat pekerjaan kalian sungguh bertolakbelakang, tetapi begitu berkaitan. Dalam hati kecilmu, ada sedikit pemikiran, 'Apakah aku ini berdosa–sudah meninggalkan keluargaku dan tradisinya?'

Kamu menggeleng-gelengkan kepala, pemikiran seperti itu tidak boleh menggoyahkanmu. Jalan yang kamu lalui sekarang adalah hal yang benar–dan kamu, sebagai dokter, kamu sudah menyembuhkan banyak orang yang tak terhitung jumlahnya.

Belum pernah sekalipun kamu gagal menyembuhkan mereka–minimal, mereka takkan mati jika menerima perawatan darimu.

"(Name)~ Sedang apa, sih? Tampangmu serius sekali!"

Gebrakan meja disertai suara riang tanpa dosa menyadarkanmu dari lamunan, sontak kamu terlonjak kaget seraya membulatkan kedua matamu. Sosok yang muncul tiba-tiba di depanmu itu tertawa geli melihat reaksimu.

Kamu merasa geram, tatapanmu tertuju ke arahnya yang sedang tertawa-tawa. "Tao-nee! Apa yang kau lakukan?!"

"Aku menolongmu, tahu! Kalau melamun di siang bolong kau akan kesambet, lho!" Hu Tao memandangmu dengan tatapan berbinar-binar. "Kau pernah dengar tidak, (Name)~?"

"Mana ada orang yang akan kesambet di tengah hari ...!" Kamu memijat-mijat pangkal hidungmu, memiliki kakak seperti Hu Tao benar-benar melatih kesabaran. "Daripada itu, apa yang Tao-nee inginkan?"

"Kau ke sini pasti ada alasannya, 'kan?" tanyamu sembari membetulkan letak kacamatamu.

"Wah, (Name) memang pintar, ya!" Hu Tao memujimu, tetapi entah kenapa kamu merasa tidak senang–kesannya kamu seperti anak kecil saja, dipuji hanya karena hal sepele. "Aku mau pinjam Qiqi, boleh tidak?"

"Tidak." Tak perlu waktu lama bagimu untuk menolak permintaan Hu Tao–sebab kamu tahu, jika terjadi apa-apa pada Qiqi, dengan senang hati Baizhu akan mengusirmu dari Bubu Pharmacy. Kamu tahu jelas bahwa kakakmu adalah salah satu contoh pelaku yang akan membahayakan Qiqi.

Ekspresi di wajah Hu Tao seketika berganti menjadi bibir yang mengerucut malas, ia menatapmu dengan tatapan kecewa. "Kenapa tidak boleh?"

"Pasti Tao-nee mau mengubur Qiqi, 'kan?"

"Oh, tidak, kok! Aku hanya mau mengantar Qiqi kembali ke tempat yang seharusnya, hehe!"

Mendengar jawaban itu, kamu menepuk keningmu. "Itu sama saja ...."

"Qiqi sudah berhasil melalui kematian, sekarang ia sudah 'hidup' lagi di sini. Seharusnya Tao-nee menghargai itu, bukannya mengembalikan dia ke alam baka."

Hu Tao menggelengkan kepala dan membuat tanda silang dengan kedua jadi telunjuknya. "Pemikiranmu salah, (Name)! Biar Tao-neesan yang jelaskan!"

"Qiqi terjebak dalam dunia ini, ia terpenjara dalam belenggu sehingga tidak bisa membebaskan diri dari penderitaan abadi. Bukankah seharusnya kita mengantarnya kembali tempat dia seharusnya? Kasihan, 'kan dia terjebak terus."

Ah, sejak dulu perbedaan pendapat antara kamu dan keluarga Hu lah yang membuatmu segan untuk tetap tinggal di keluarga itu. Hu Tao sebagai kakak perempuanmu satu-satunya bukanlah pengecualian–sebab, ia juga memiliki pemikiran kuno seperti itu.

"Terserah apa kata Tao-nee. Aku tetap takkan mengizinkannya," jawabmu dengan nada malas, seraya mencopot kacamata yang kamu kenakan. Dengan nada dingin, kamu berkata, "Kalau hanya itu yang ingin Tao-nee bicarakan, lebih baik kau pergi saja."

Hu Tao tercekat mendengar perkataanmu. Ia sudah terbiasa menerima perlakuan seperti itu dari banyak orang–tetapi, saat kamu yang mengucapkannya, itu terasa sangat menyakitkan.

Senyuman di wajah Hu Tao luntur, tergantikan dengan ekspresi serius dan tatapan yang tak bisa diartikan. Ia tersenyum sendu. "Maaf ya, aku terus seperti ini. Kau pasti muak denganku."

"...."

"...."

Kalian berdua terdiam.

Tanpa sepatah kata, juga tanpa ada kontak mata antara kalian.

Kamu memalingkan wajah. Ada rasa tak enak hati ketika melihat reaksi kakakmu–oh sungguh, jika tahu Hu Tao akan seperti itu, kamu takkan menggunakan kata-kata itu lagi.

"... Aku tak pernah muak denganmu, Tao-nee." Kamu memang merasa tak enak, tapi egomu terlalu tinggi untuk meminta maaf. Satu kalimat itulah yang kamu ucapkan. "Pendapat kita berbeda. Hanya itu saja."

Kamu tak mendengar reaksi apa-apa dari Hu Tao. Jantungmu berdebar-debar tak keruan, sepertinya kamu melakukan kesalahan besar hari ini.

"Tao-nee–"

Belum selesai kamu mengatakan sesuatu, omonganmu terpotong oleh sebab pelukan hangat yang terasa jelas, lengan mungil Hu Tao mengalungi lehermu dari belakang.

"Maaf." Ia berbisik di telingamu.

Saat momen itu terjadi, kamu hanya bisa terdiam tanpa sepatah kata keluar dari bibir.

Seharusnya–kamu yang meminta maaf, bukan Hu Tao.

***

Kamu membawa sekotak camilan mahal ketika memutuskan untuk mendatangi Hu Tao. Bukan, bukan untuk meminta maaf–kamu terlalu gengsi untuk menyebutnya begitu–anggap saja kamu gantian mengunjungi kakakmu hari ini.

Sejujurnya, ada keraguan dalam hati. Kamu sempat berpikir dalam hati, 'Aku ini sedang apa, sih? Memalukan saja.'

Namun, kamu memutuskan untuk membuang jauh-jauh pemikiran itu. Sebab, mau bagaimanapun juga, hanya Hu Tao seorang yang menyambut kepulanganmu–dan hanya dialah sosok 'keluarga' yang kamu anggap.

Kamu melirik pintu masuk Wangsheng Funeral Parlor, sepi sekali–tak ada Ferrylady atau Meng yang biasanya senantiasa berjaga di depan pintu. Kamu melangkah menuju ke depan pintu, hendak membuka pintu tersebut.

Baru saja kamu menyentuh pintunya, tiba-tiba pintu itu sudah dibuka–menampilkan sosok laki-laki jangkung dengan netra sewarna amber.

"Lho, dokter (Name)? Lama tak jumpa, bagaimana kabarmu?" Laki-laki itu tersenyum manis seraya menundukkan kepalanya guna memandangmu yang jauh lebih pendek daripada dia.

Kamu mengenali laki-laki itu sebagai Zhongli, salah satu konsultan Wangsheng Funeral Parlor. Laki-laki itu memiliki aura yang tak biasa menurutmu, ada sedikit rasa tak nyaman jika kamu bersamanya–entah kenapa.

Kamu mengangguk sopan. "Ah, saya baik-baik saja. Bagaimana denganmu, tuan Zhongli?"

"Senang kau masih mengingatku," jawab Zhongli sembari tertawa kecil. "Aku juga baik-baik saja."

"Jarang sekali melihat dokter (Name) berkunjung ke sini. Ada gerangan apa yang membawamu?"

"Ah, iya. Sebenarnya aku mau bertemu dengan Tao-nee." Kamu mengangkat tentengan kotak di tanganmu. "Aku ingin memberikan ini untuknya dan mengobrol sebentar. Bolehkah aku masuk?"

"Hmm, bukannya tidak boleh–tapi sejak pagi tadi direktur Hu bilang dia pergi ke Qingce Village." Zhongli melipat kedua tangannya di depan dada. "Apa kau mau menunggu? Tapi, aku tak yakin kapan dia akan kembali."

Kamu menggeleng-gelengkan kepala, kemudian memberikan kotak tadi pada Zhongli. "Aku akan menyusulnya ke sana saja. Boleh aku minta tolong letakkan ini di ruangan Tao-nee?"

"Tentu." Zhongli tersenyum manis bersamaan dengan tangannya yang menerima pemberianmu itu. "Hati-hati di perjalananmu, dokter (Name)."

"Terima kasih."

***

Kamu berada di pinggiran Qingce Village–atau bahkan lebih tepatnya bukan di Qingce Village lagi, lokasi tempat itu berada di dekat sarang Oceanid, lebih cocok disebut wilayah Wuwang Hill daripada Qingce Village.

Selama setengah jam kamu mengelilingi Qingce Village tanpa menemukan sosok kakakmu, barulah kamu mendapat info bahwa kakakmu pergi ke sekitar Wuwang Hill. Mau tak mau, kamu menyusulnya ke sana. Sejujurnya, kamu membenci tempat itu–hawanya suram, ditambah langit di sana selalu gelap meskipun masih siang hari.

"Tao-nee kenapa pergi ke tempat seperti ini, sih ...." Kamu menggerutu seraya terus melangkah ke dalam hutan itu. Cahayanya redup, tak ada suara apapun selain suara angin yang meniup dedaunan dan suara binatang-binatang kecil. "Di sini 'kan angker sekali."

Sayup-sayup, kamu mendengar suara kakakmu di depan sana, kamu menyusul ke tempat itu secepatnya.

Namun, langkahmu terhenti ketika mendapati Hu Tao tengah membacakan suatu mantra pada orang–yang jelas-jelas masih hidup, tetapi memang terlihat kurang sehat. Kamu pernah tinggal di keluarga Hu, masih dapat kamu ingat jelas mantra itu adalah mantra 'pengantaran' roh untuk menuju ke alam sana.

Buru-buru, kamu berlari ke arah mereka, kamu membekap mulut Hu Tao dan spontan berseru, "Apa yang Tao-nee lakukan?! Dia ini orang yang masih hidup!"

"(Name)?! Kenapa kau bisa ada di sini–?" Hu Tao terlonjak kaget, ia memandangmu dengan heran, mengabaikan pertanyaanmu. "Tempat ini berbahaya–untuk orang sepertimu. Kau pulang saja, nanti aku menyusul!"

"Jawab pertanyaanku, Tao-nee!" Kamu mendesak Hu Tao untuk menjawab, mengguncangkan tubuhnya dengan tangan gemetar, bisa-bisanya Hu Tao melakukan pengantaran pada orang yang masih hidup. "Dia ini masih hidup ... Tao-nee! Apa yang Tao-nee pikirkan, sih?!"

Hu Tao hanya terdiam, kamu tak bisa menunggu Hu Tao lagi untuk jawabannya. Secepatnya kamu berlari ke arah orang tadi, memeriksa kondisi tubuhnya.

"Bertahanlah ... aku bisa menyembuhkanmu." Kamu mengeluarkan peralatan medis dari tas kecil yang selalu kamu bawa. Berbagai jenis obat-obatan herbal pun sudah kamu sediakan. "Apa keluhanmu? Bagian mana yang sakit? Apa kau terluka? Tolong berbaring dulu, ya."

Orang itu terdiam, tatapannya terlihat kosong tanpa emosi apapun. Ia mengabaikanmu, langkahnya kembali tertuju untuk Hu Tao. Ia berkata, "Nona ... tolong aku."

"Aku tak sanggup lagi, aku ingin mati saja."

Kedua netramu terbelalak mendengar perkataan orang tersebut–mengapa ia ingin mati? Apa karena penyakitnya? Kamu sangat yakin kalau kamu bisa menyembuhkannya. Kamu mendekatinya lagi, berdiri sejajar di samping Hu Tao seraya berkata, "Jangan bilang begitu, tuan! Saya bisa menyembuhkanmu!"

Orang itu tertawa miris dan tersenyum pahit. Ia melepaskan kemeja yang ia kenakan. Kamu terbelalak sekali lagi ketika melihat seluruh tubuhnya ditulisi dengan berbagai macam mantra, dengan tubuh yang penuh dengan luka seperti lebam.

"Tidak bisa, nona ... saya lahir dengan tubuh yang lemah, tetapi, orang tua saya melakukan kontrak dengan 'roh'. Saya bisa hidup sampai sekarang, tetapi orang-orang di sekitar saya mati karena saya, dan sekarang roh itu pun menggerogoti tubuh saya." Pria itu tersenyum pasrah, sudah tahu kejadian yang akan menimpanya jika ia terus mempertahankan diri. "Saya tidak bisa mati karena roh ini, tetapi saya sangat menderita."

"Maka dari itu, saya ingin pergi ke alam baka dengan mantra pengantaran milik nona itu."

Kamu tak percaya atas apa yang kamu dengar. Kamu memusatkan kedua tangan di tubuh orang itu, bersamaan dengan memakai kekuatan penyembuhan milikmu–jika pengobatan biasa tidak bekerja, maka pengobatan dengan vision adalah jawabannya.

Namun, tetap saja. Kamu tak bisa menyembuhkan laki-laki itu.

"Percuma, nona. Jika nona menyembuhkanku pun, aku harus hidup dengan sakit-sakitan dan akan menyusahkan orang lain lagi," kata orang itu sambil tertawa getir. "Tidak apa-apa, saya sudah siap. Tolong antar saya saja, nona."

Hu Tao mengangguk, kemudian memusatkan fokusnya ke tubuh orang itu. Saat mantra pengantaran dirapal oleh Hu Tao, seberkas cahaya muncul, menghilangkan tulisan mantra di tubuh orang itu. Rohnya keluar dari tubuh, sementara jasadnya perlahan lenyap seperti debu.

Kamu dapat mendengar satu kalimat.

'Terima kasih, nona.'

***

Kamu sudah kembali ke Liyue, bersama dengan Hu Tao. Sudah setengah jam kamu terdiam tanpa kata, memperhatikan Hu Tao yang membakar dupa dan mendoakan arwah orang yang tadi ada di Wuwang Hill.

Kini kamu menyadari–Hu Tao sangat berdedikasi tinggi terhadap pekerjaannya. Lihatlah, ekspresi serius itu tak hilang dari wajahnya. Sosoknya saat itu membuatmu melihat sisi yang berbeda dari Hu Tao.

Ritual kecil itu selesai dilakukan, Hu Tao mengajakmu pergi ke ruangan lain yang lebih nyaman. Kalian berdua duduk bersebelahan, dengan Hu Tao yang tersenyum tipis ketika menatapmu.

Kamu tak bisa memandang langsung ke arahnya. Sejujurnya kamu masih terus bertanya-tanya, apakah ... pemikiranmu selama ini salah?

"Kau tidak salah, (Name). Memang betul, mengobati itu lebih baik daripada menyiapkan pemakaman tanpa melakukan apa-apa." Seolah bisa membaca isi hatimu, Hu Tao berkata demikian. "Hanya saja, tak semuanya bisa menerapkan itu. Ada kalanya ... 'kematian' justru membebaskan mereka dari belenggu 'iblis'."

"Dalam pengobatan medis pun ada juga, 'kan? Euthanasia, pencabutan kehidupan tanpa rasa sakit. Meski menentang hukum moral, setidaknya dengan itu orang tersebut takkan menderita lagi."

Kamu pernah mendengar itu. Tetapi, kamu belum pernah melakukannya–sebab, bagimu pengobatan itu tak ada gunanya, toh sama saja pada akhirnya nyawa mereka tak bisa diselamatkan, 'kan?

"Aku tidak pernah meragukan prinsipku untuk membuat semua orang tetap hidup," katamu sambil menundukkan kepala. "Tetapi, hari ini aku melihat ... orang seperti Tao-nee, orang yang menjalankan tradisi keluarga kita tetap dibutukan."

Hu Tao tertawa kecil. "Tentu saja. Jika pengobatan tak bisa menyelamatkan mereka, maka kami dibutuhkan untuk memberikan pengantaran yang terbaik ke tempat peristirahatannya."

Tepukan hangat kamu rasakan di pundakmu, rasanya hanya dengan tepukan itu saja sudah membuatmu jauh lebih nyaman. Hu Tao berkata, "Tenang, (Name). Tak ada yang salah denganmu, atau denganku. Aku kagum padamu, lho! Kau menyembuhkan banyak orang."

"...." Kamu terdiam.

"Kau adikku yang sangat hebat, (Name). Kau adalah kebanggaanku. Hanya saja, kau juga harus lebih memahami tujuan keluarga kita ini."

Mendengar perkataan Hu Tao, kamu memeluknya erat, membenamkan wajahmu di pundaknya. Ketika merasakan hangat membasahi pundak, Hu Tao mengusap-usap punggungmu dengan lembut.

Meski sering bersikap kekanak-kanakan, Hu Tao tetaplah kakakmu, yang akan selalu menghibur dan menjadi tempatmu untuk bersandar.

End of Hu Tao's Part

Gak banyak yang mau Rashi bilang kali ini. Maaf alurnya ngebut banget, soalnya udah kepanjangan /cry/ Nanti bakal Rashi revisi kalo lagi gak sibuk.

Maaf juga kalo alurnya bikin bingung, tapi semoga bisa tetep menghibur yaa!

See ya!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro