Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6

Disclaimer Kouhei Horikoshi
Nearly by reeshizen
Todoroki Shouto x Reader
Warning: sedikit Chara!OOC, typo(s), beberapa salah EBI, plot yg tyduc sempurna, etc

.

Don't Like Don't Read

.

Happy reading!

.
.
.


Pandangan [name] yang semula gelap, perlahan mulai memudar, menampakkan langit kamar tanpa cahaya lampu. Mata dikejap-kejapkannya guna memfokuskan pandang. Ia berpikir mengapa ia serta-merta bangun lalu diambillah posisi duduk, membuat selimut yang tadi menutupinya menurun ke bawah.

"Aku lupa, aku menginap di rumah Todoroki-san." [Name] menyentuh tenggorokannya. Ia merasa haus, ia butuh minum. Tubuhnya bangkit, meninggalkan selimut yang berantakan di atas futon. Ia berjalan menuju dapur yang sepertinya dekat dari kamarnya. Meski ia tidak mengetahui lokasi persis dapur rumah milik Shouto, ia yakin bahwa letaknya dapur biasanya di bagian paling jauh. Yang berarti dekat dari kamar [name].

[Name] mencari gelas di rak-rak atas dan mengambil segelas air untuk diminum. Namun, setelah minum ia tidak langsung kembali tidur. Rasa membuncah menyergapnya, membuatnya berputar arah menuju toilet. Ia ingin buang air kecil. Dalam kegelapan rumah ia berjalan mengendap agar tidak menimbulkan geretak bunyi lalu membangunkan sang tuan rumah.

Pintu digeserkan pelan, menimbulkan bunyi decit yang samar-samar. [Name] hanya memandang kegelapan, ia harus mencari sakelar lampu toilet. Tangannya meraba dinding, mencari keberadaan sakelar. Sakelar lampu sudah ditekannya, memberi pandangan baru bagi mata.

Awalnya [name] yakin bahwa sehabis dari toilet ia dapat melanjutkan tidurnya. Namun, bukannya berjalan seperti yang tadi dikiranya, kini matanya mesti menangkap benda-benda yang dilapisi kain berdebu. Bukan toilet yang didapatnya, tapi sebuah gudang. Ia salah ruangan. Maka, digeser kembalilah pintu tersebut.

Lagi-lagi di ruangan berikutnya, ia salah membuka. Toilet yang dicarinya juga belum ditemukan dan malah sebuah ruangan seperti gudang yang didapatnya. [Name] tidak habis pikir, mengapa banyak gudang di rumah Shouto? Dia maniak barang atau apa hingga dua ruangan sudah didapati sebagai gudang?

Seketika rasa buang air kecil sudah tak dapat ditekan. [Name] tak tahan lagi. Ia pun berjalan tertatih-tatih karena air kencing yang mesti ditahannya. Ingin sekali mulutnya berteriak memanggil Shouto hanya untuk menunjukkan di mana toilet. Mencari toilet saja susahnya minta ampun. Ini masih karena buang air kecil, bagaimana jika tingkatnya berlanjut? [Name] pasti sudah tidak dapat bangun dari tidurnya.

Tak ayal, toilet berhasil [name] temukan tak jauh dari ruang tengah. Dengan kondisi gelap di dalamnya, maka [name] mesti mencari sakelar lampu di sekitar yang menghubungkan lampu dengan toilet. Setelah itu dalam waktu kurang lima menit [name] berhasil menyelesaikan kebutuhannya, maka tak perlu berlama-lama ia berada di dalam toilet.

Lagi-lagi pandangan gelap menyapa mata [name]. [Name] mengernyit, semestinya sekarang ia sudah memijakkan kaki di ruang tengah. Meski kegelapan menerpa, besar kemungkinan ia sudah berada di ruang tengah. Namun, ada sesuatu yang mengganggunya. Ia jadi ragu-ragu, tapi tidak salah lagi.

Sebelumnya, bukankah lampu ruang tengah sedang menyala?

[Name] tak mungkin salah lihat. Jelas ia tadi berjalan tertatih-tatih mencari toilet dan melewati ruang tengah. Tidak mungkin ia salah ruangan, jalan yang dilewatinya persis dengan jalan sebelum ia tiba di toilet. Untuk menuju ke kamarnya pun tidak ada jalan lain selain melewati ruang tengah. Tidak mungkin lagi jika ia melewati jalur lain.

Sebenarnya hanya karena melihat lampu ruang tengah mati, [name] berpikir ke mana-mana. Tinggal dinyalakan saja kok, susah. [Name] angkat bahu, merasa kesal pada dirinya sendiri. Ketimbang ia membuang waktu, lebih baik tangannya mencari sakelar lampu ruang tengah. Omong-omong, semenjak tadi [name] terus mencari sakelar lalu menyalakannya. Ia sendiri tak tahu sudah berapa sakelar yang ia nyalakan. Seolah-olah malam ini dirinya bangun hanya demi sakelar.

[Name] tersentak. Sakelar ruang tengah tidak ada!

[Name] memang tidak mengetahui letak persis sakelar tersebut, tapi setelah menjamah dinding ia tidak menemukannya sama sekali. [Name] mendengus. Tanpa cahaya lampu sebenarnya ia bisa melewati ruang tengah. Hanya saja ia takut menabrak benda-benda. Kamarnya berada di paling belakang. Ia mesti berjalan pelan untuk sampai ke kamarnya.

[Name] tak tahu pukul berapa sekarang. Jika ia perkirakan ketika pertama bangun, seharusnya ia sudah tiga puluh menit di luar kamarnya.

[Name] jadi dongkol sendiri, mengapa rumah Shouto sangatlah besar, bahkan mencari toilet susahnya setengah mati. Ini memang salahnya, tidak menanyakan di mana keberadaan toilet semenjak tadi, lagi pula selama ke rumah Shouto sebelumnya ia tidak pernah meminjam toilet.

Cahaya. Mati. Sekilas [name] yakin bahwa ia mendapati cahaya lampu di ruang tengahnya, tapi mendadak cahaya tersebut lenyap. [Name] terheran-heran, masa ia salah lihat? Matanya seakan-akan penuh masalah hari ini.

Ketika pintu kamarnya sudah tergeser, buru-buru ia cari sakelar lampu kamarnya (lagi-lagi sakelar lampu). Ketika dinyalakan dahi [name] mengernyit. Bukan, bukan karena ia bertemu dengan ruangan seperti gudang tadi. Yang ia pijak kini memang betul kamarnya, barang-barangnya seperti tas dan jaket ada di tempat. Hanya saja yang buat ia melipat dahi sekaligus alis terangkat serta mata membeliak bingung karena kondisi kamarnya.

Sejak kapan kamarnya menjadi tak terawat seolah-olah tak pernah ditempati lama?

"Akan tetapi, versi yang lainnya juga bilang, jika ia tidak meninggalkan rumah lamanya. Dan konon rumah lamanya ini sangat luas dan di dalamnya sangatlah tak terawat."

Kini, ia diingatkan akan ucapan Uraraka sempa dilanjutkan saat itu. Setelah meminum es kopi, Uraraka melanjutkan hingga membuat [name] juga di ruangan itu bergeming.

Ruangan di depannya kini tampak asing. Kondisi debu-debu bergumul memanjang di setiap sudut. Kayu-kayu yang di jendela baik di lantai sudah mulai lapuk, bahkan di beberapa bagian terdapat beberapa kerusakan. Futon yang tadi terletak berantakan pun sudah tidak ada, hanya menyisakan barang-barang [name].

Tunggu sebentar, yang ia lihat mimpi atau nyata?

Apa ia salah ruangan lagi?

[Name] mereguk ludahnya sendiri. Rasanya ia kembali merasakan haus dan ingin segera menuju dapur lagi. Namun, rasa gentar menyergapnya, takut ruang dapur yang tadi dikunjunginya prakondisi seperti kamarnya ini. Implementasi apa yang mesti dilakukannya sekarang?

Tak tanggung-tanggung [name] melekaskan merapikan barang-barangnya. Jaket yang ditemukan tergeletak segera ia pakai lalu diambil pula tasnya. Langkahnya tak lagi pelan atau pun mengendap-endap, tapi dipercepat. Ia tidak peduli lagi semisal Shouto mendengarnya.

Gemuruh angin melewati telinga [name]. Suara angin malam serta sibakan tirai jendela terlalu kentara di suasana senyap ini. Gelap masih bersikukuh, seolah-olah mengejek [name] karena kesulitan keluar.

[Name] mendengkus masam. Gemuruh angin tidak henti-hentinya bergerak, membuat tremor [name] gemetar tak kuasa akibat dingin menerpa. Angin malam tidak mungkin masuk kecuali jendela terbuka. Maka dari itu, [name] tak perlu bukti lagi dari mana angin berhasil menerobos. [Name] menggigil ketakutan.

Lorong menuju pintu depan seketika berkedip-kedip. Sekali nyala, cahayanya meredup. Sekali gelap, sangatlah pekat. Raut [name] sudahlah pucat. Kakinya memaksa untuk bergerak, padahal ia tak kuat lagi atas suasana mencekam ini.

Sekonyong-konyong lampu koridor menyala, tanpa beralasan untuk mati. Dari belakang [name] dapat mendengar derap langkah. Beberapa detik kemudian kepalanya tertoleh ke belakang, menyaksikan sebuah figur bayangan yang makin lama menampakkan wujudnya.

"Kenapa bangun malam-malam?"

[Name] tersentak. Ternyata Shouto menghampirinya. "T-tidak apa-apa," cicitnya seraya tak menatap langsung Shouto.

"Kau hendak pergi?"

"U-uh...." [Name] mengangguk samar. "Aku tidak maksud membangunkan, tapi ada urusan mendadak jadinya aku pergi diam-diam." [Name] merutuk, alasannya mendadak dipersiapkan.

Shouto menyipitkan mata curiga. [Name] mereguk ludah tidak enak. "Setidaknya kaubisa membangunkanku dulu, 'kan? Besoknya aku bisa kebingungan jikalau kau tidak ada."

[Name] kikuk tak menjawab. Shouto mengangkat alisnya bingung. [Name] pun berdeham lalu menanyakan sesuatu, "Todoroki-san, aku bukannya berprasangka atau apa, tapi selama ini kau ... tinggal sendiri, 'kan?"

"Memangnya kenapa?"

"A-ah—"

"Jangan-jangan kau mengira aku itu om-om mesum."

"Ti-tidak."

"Lalu apa? Jangan-jangan kau kira aku ini pembunuh psikopat?"

"B-bukan."

"Atau hantu gentayangan di sekitar akhir-akhir ini?"

Senyap kemudian.

"Hantu gentayangan? Mana mungkin, ahahah." [Name] tersenyum kikuk. "Tapi, Todoroki-san, jika opsi yang terakhir bukan, maka kenapa kakimu tak tampak?" [Name] langsung menyadarinya, ia sendiri berkata secara refleks karena apa yang dilihatnya sangatlah nyata. "Tidak mungkin 'kan, Todo—"

"Benar." Eh? Serta-merta kaki [name] mundur, merasa takut pada lawannya yang kini diketahui berwujud astral. "Aku terkejut kaubisa mengetahuinya."

"Sonna!"

"Susah untuk mempercayainya, nee? Apapun itu seharusnya kautahu, kau dalam masalah," balasnya sengit.

"Kenapa Todoroki-san—" [Name] menelan ludahnya sendiri, takut-takut untuk berbicara "—bisa menjadi hantu?" lanjutnya serak.

"Kau yakin ingin mengetahuinya? Sadarilah kau tak dapat keluar lagi," bubuh Shouto, "tak ada jalan untukmu keluar."

[Name] memandang pilu. "Jadi, yang kau lakukan saat menolongku bukanlah bertujuan untuk menolongku," katanya menyadari kenyataan. "Hidupmu menyedihkan sekali."

Sepertinya Shouto meradang mendengar perkataan [name]. Mukanya masam, seperti menahan geram untuk dilepaskan nanti. "Tahu apa kau tentang hidupku."

"Aku memang tidak tahu apa-apa, Todoroki-san. Jika pun tahu hanyalah sekeping debu, itu pun yang kau beri tahu padaku tanpa tahu apakah itu kehidupan aslimu atau bukan. Dan sisanya hanya kuketahui tentang kisah hantumu," ujar [name]. Semenjak kejadian di kamar tadi, [name] mulai curiga. Kecurigaannya memang berasal pada kamarnya yang tidak beres tersebut, seolah-olah keanehan kamar [name] memang sengaja ditunjukkan. Hingga kemudian, ia menyadari bahwa itu adalah keganjilan dan menghubungkan dengan rumor hantu baru-baru ini. Yang diceritakan sama persis dengan yang [name] lihat.

Seorang ibu rumah tangga yang [name] antarkan pizza menceritakannya. Tidak salah lagi daerah yang diceritakan sang ibu terkait persis berada di daerah sekitar rumah Shouto. Dan seingatnya Uraraka pernah berkata bahwa ada versi rumor lain selain yang diceritakannya. "Namun, ada yang mengatakan pula sang hantu menempati rumah lamanya. Kecelakaan yang menimpa membuatnya tertekan karena tak bisa menempati rumah barunya sehingga ia terkurung di rumah lamanya."

"Seperti yang kauduga, aku ini memang hantu. Orang yang menolong waktu itu, orang yang memintamu membawakan makan, orang yang kauajak bicara ketika di sini adalah seorang hantu. Aku tersanjung kau mengunjungi rumahku tanpa ada saksi yang melihat, sehingga para penduduk sekitar tidak membicarakanmu. Tapi, kau bodoh [name], mana ada orang yang berkunjung terus-menerus padahal sama sekali tidak mengenal, hanya karena pertemuan kecil," timpal Shouto.

[Name] menunduk. Karena kau baik hati, Todoroki-san, batinnya.

"Sekarang pilihan ada di tanganmu, tinggal pilih, tinggal atau keluar," tutur Shouto membikin [name] angkat kepala.

"Apa maksudmu, Todoroki-san?"

"Aku sedang gundah, maka aku berikan dua pilihan. Terserah, jika kau tak mau keluar dari sini atau sebaliknya. Aku tak ingin berurusan denganmu," timpalnya.

[Name] mengernyit tidak suka. "Jikalau begitu kenapa sebelum-sebelumnya kau begitu baik padaku? Pasti ada alasannya 'kan, Todoroki-san?"

"Aku sendiri tak dapat menyangkal, tapi itu sudah tidak penting. Keluarlah sekarang juga."

"Tidak! Aku tahu semuanya! Todoroki-san tidak bisa meninggalkan rumah ini, 'kan? Todoroki-san sebenarnya tak ingin menempati rumah ini lagi, 'kan?" [Name] memekik. Gerakan hatinya membuatnya berucap tak terduga. Memang dasarnya [name] tidak mengetahui kehidupan Shouto sebelumnya, tapi bukan berarti dia mengabaikan fakta tentang keberadaan hantu yang akhir-akhir ini dibicarakan. Sesama makhluk yang ingin pulang ke rumah, [name] mengetahui itu.

Tak ada gerakan, geming semua. Hanya tersisa embusan angin yang menyeruak masuk ke pori-pori kulit [name] serta Shouto yang merasakannya.

Shouto sendiri tak menyangka, manusia yang tidak sengaja ditolongnya akan mengalami situasi seperti ini. Padahal ia hanya hantu malang yang tidak dapat pergi dari rumah. Ia hanya ingin keluar dari rumah ini. Deklarasinya dulu tetap ia pegang teguh, ia tak ingin tinggal di rumah yang notabene milik ayahnya. Namun, waktu berlanjut hingga menyeret berbagai kejadian, membuat Shouto tak bisa meninggalkan rumah ini, seolah-olah ada ikatan tak kasatmata yang mengekangnya.

[Name] menunduk sendu, alih-alih takut dan ingin merasa kabur. Ia sendiri tak paham mengapa ia merasakan ini. Hatinya tergerak sendiri hingga ke tremor. Emosionalnya telah melupakan kenyataan bahwa makhluk tak kasatmata di depannya telah melakukan hal-hal tak diduga.

Shouto menatapnya lurus, seakan-akan memberi penekanan dari pandangannya. "Kalau kautahu memangnya apa yang akan kau lakukan?"

Lidah [name] kelu. "Apa... yang akan ku ... lakukan?"

"Aku yakin kau tidak bisa melakukan apa-apa. Jangan campuri urusan dunia lain jika kau sendiri tidak bisa mengurusi hidupmu." Shouto mencibir. [Name] merasa terluka dengan apa yang Shouto katakan.

[Name] merasa gemas sendiri, tapi dia tidak patah semangat. "Kau ingin pindah ke rumah barumu itu, 'kan? Kalau begitu aku bisa membantumu!" Dengan lantang [name] berseru.

"Jangan naif, seorang hantu tidak bisa pergi jauh dari daerah yang telah mengikatnya." Shouto mengubur niat [name].

"Sonna," ucap [name] tak percaya. Pikirannya nyaris pesimis, tapi ia usir pikiran-pikiran tersebut dengan gelengan kepala. "Pasti ada yang bisa kulakukan! Melihat dari rumor dan kisah saja aku tahu, bahwa hidupmu menyedihkan, Todoroki-san. Aku tak ingin keberadaanmu menjadi perbincangan buruk orang-orang sekitar, sampai mengaitkannya dengan kecelakaan baru-baru ini.

"Apapun yang terjadi kau telah menolongku dan aku tidak ingin penolongku mengalami kesulitan," bubuhnya.

Shouto tak membalas. Ia terperangah dengan apa yang baru dikatakannya. Seumur-umur—termasuk hidupnya dulu, tidak ada yang sebegitu acuh padanya, kecuali sang ibunda tercinta. Setelah tiada, ia tidak tahu bagaimana kabar ibunya itu.

"Kalau kau ingin membalas budi atas pertolonganku yang tidak apa-apa, baiklah. Aku hanya mempunyai dua permintaan." Shouto berdeham, menegaskan apa yang akan ia katakan selanjutnya.[]

TBC

[A/N]

Kok aneh ya. Hmm.

Okelah ini aneh, aku pun menganu sendiri membacanya.

Enggak ada yang nungguin wkwk, ya namanya juga fanfic buat kesenangan pribadi wkwk.

Satu chapter lagi dah selesai. Setidaknya kusenang bisa menyelesaikan ini meski telat update, harusnya sih awal Januari, cuman banyak ngaretnya aja.

Zena
21 Jan 18

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro