2
Disclaimer Kouhei Horikoshi
Nearly by reeshizen
Todoroki Shouto x Reader
Warning: alternate universe, sedikit Chara!OOC, typo(s), beberapa salah EBI, plot yg tyduc sempurna, etc
.
Don't Like Don't Read
.
Happy reading!
.
.
.
Musim panas sangatlah menguntungkan buat [name], apalagi di musim liburannya. Selagi melanjutkan pekerjaan paruh waktunya yang lama, ia menambah pekerjaan paruh waktu yang lain. Melakukan banyak pekerjaan paruh waktu tidak masalah baginya. Jika sebelumnya mengantar pesanan dan pencuci piring, kali ini ia menambah pekerjaan seperti kasir swalayan, pelayan restoran, penulis lepas, dan pelayan di toko bunga. Semua itu ia lakukan untuk menambah uang saku dan memenuhi tabungannya untuk keperluan di masa depan.
"[Surname]-san, tolong antarkan pesanan ini ke meja nomor tiga belas," pinta sang koki di dapur. [Name] menyanggupi, membawa makanan serta minuman yang berada pada nampan yang disediakan. Ia mengantarkannya pada pelayan dengan sepenuh hati dan memberikan ucapan selamat makan sebelum kembali ke dapur.
"Tolong antarkan ini juga!"
"[Name]-chan, pengunjung dengan meja nomor duapuluh meminta segelas air mineral. Salah satunya tersedak saat makan dan minumnya habis!"
"Tolong bereskan meja sebelah sana, [surname]-kun. Pengunjung kita banyak sekali!"
Berbagai permintaan berkumandang di bagian belakang. Dengan tergesa-gesa dan hati-hati [name] jalani semua itu. Lebih-lebih, ia hampir saja menabrak pelayan yang lain, nyaris menjatuhkan beberapa piring, serta menaruh pesanan yang salah pada beberapa meja, dsb. Liburan musim panas membuatnya sibuk dengan pekerjaan yang ada.
"Habis ini kauada pekerjaan lagi, [name]-chan?" Asui bertanya. Tampaknya [name] tengah bersiap dan terlihat terburu-buru.
[Name] memakaikan pakaian atasnya terlebih dahulu sebelum menjawab, "Yup!" Kepalanya turut mengangguk. "Habis ini aku ada jadwal menjaga toko es krim di sebuah tempat wisata, tapi sebelum itu aku harus mengantarkan pesanan bunga dari toko bunga," jelasnya lebih lanjut.
Asui di sebelahnya terpukau. Ia mengerti jika sejak dulu temannya ini sangatlah pekerja keras, bahkan sampai sekarang. Banyak pekerjaan paruh waktu yang dilakukan [name]. Ia jadi bingung sendiri, apakah sohibnya itu tidak kelelahan akibat pekerjaan paruh waktunya yang padat. "Seperti pekerjaan orang kantoran," sindirnya beberapa waktu lalu. Bagaimana pun ia kagum manajemen waktu seorang [name] yang dapat membagi jadwal belajar serta bekerja. Dengan pekerjaan paruh waktu sebanyak itu, tidak mungkin bagi orang biasa membaginya dengan efisien. Mungkin karena sedang waktu-waktu liburan ia memperbanyak diri dengan bekerja, pikir Asui kemudian. "Istirahatlah [name]-chan, kau akan kelelahan jika bekerja terus menerus, kero," ucapnya cemas.
[Name] menutup loker gantinya dengan tersenyum. "Fisikku ini kuat," timpalnya sambil mencengkeram tangannya kuat-kuat. "Meski aku ini wanita, tapi aku tidak mudah jatuh sakit. Percayalah Tsuyu-chan, aku sudah lama melakukan rutinitasku ini, jadinya aku pula terbiasa." Lalu ia bersirobok dengan pandangan Asui, seolah-olah meyakinkan dirinya akan baik-baik saja. "Don't mind!"
Asui tersenyum geli mendengarnya. Sohibnya itu memang seorang [name] sejak dulu. Dengan keyakinan yang diucapkan [name], kecemasan Asui padanya mulai berkurang. Seorang [name] pasti akan baik-baik saja, apalagi jika soal pekerjaan. [Name] memanglah seorang workaholic, rutinitasnya inilah yang kadang membuat Asui atau teman-temannya yang lain cemas, tetapi selama [name] tidak terbebani, ia rasa itu tidak apa-apa.
"Souka, baguslah jika kau berpikir begitu. Juga, jangan lupakan reuni di akhir pekan nanti. Meski liburan begini, kita harus tetap berjumpa satu sama lain, toh kapan lagi kita bisa bersua selain di hari-hari biasa, kero," timpal Asui.
[Name] menyematkan senyum hingga deretan gigi berserinya tampak. "Tenang saja, aku pastikan aku tidak akan telat, bahkan datang lebih awal! Kalau begitu, sampai jumpa, Tsuyu-chan!" serunya sambil berpamitan pergi guna menuntaskan pekerjaan paruh waktunya yang lain.
Karangan bunga telah diantarkan [name] dengan selamat. Mencuci piring di sebuah rumah makan, melayani toko es krim di sebuah taman bermain, serta menulis artikel tentang liburan musim panas sebagai penulis lepas sudah ia tuntaskan semuanya. Dengan rasa lega ia regangkan kedua tangannya serta bahunya yang terasa pegal. Sudah mau malam, ia harus segera pulang ke rumah. Namun, niatnya tersebut terpaksa digantungkan ketika melihat tangis-tangis langit melanglang buana. Ia kini termenung dengan perasaan dongkol di hati. Ingin menghujat, tetapi lelah terucap. Ketimbang membuang energi hanya karena hujan turun, ia lebih baik meratapi nasibnya yang seperti anak hilang.
Bahu [name] terasa lembap. Ia menengok pada sebelah sisinya mendapati bagian basah jaket merah miliknya sampai berlanjut pada pakaian di baliknya. Rembesan air hujan, pikirnya dan tak ayal mengarah pada sumber air terkait. Kepalanya mendongak mendapati lubang kecil di atap halte lalu tampak setetes air jatuh mengenai sebelah pipinya.
"Hei, mau diam kena bocor?" Seorang lelaki tampak di seberang jalan, berbicara kepada [name]. [Name] bekerlip, tidak salah lagi lelaki di seberangnya berbicara kepadanya.
[Name] tergugu-gugu, bingung menanggapi. Matanya menilik, memperhatikan sang lelaki. Pakaian kasual digunakannya, tapi bukan itu yang [name] fokuskan. Rambut nyentrik dua warna didapati oleh [name]. Ia merasa tidak asing, bahkan matanya sampai disipitkan guna melihat orang tersebut baik-baik. Ada bekas luka bakar di bagian mata kiri. Meski jarak mereka tidak terlalu dekat, [name] yakin jika cahaya mata yang dimiliki sang lelaki tidaklah sama. Ia masih belum memastikan dua warna apa yang dimiliki mata si lelaki tersebut. Lelaki? Fisiknya terutama rambutnya cukup eksentrik? Jika tidak salah....
"Todoroki-san?!"
"Sampai kapan kau mematung? Pakaianmu sudah nyaris basah, tuh."
[Name] melongo lalu mendapati jaket yang dipakainya merembes oleh tetesan air hujan yang bocor dari atap halte. Kulitnya pun merasa dingin karena tetesan air tersebut menembus melewati pakaiannya.
"Mau mampir? Sekalian bisa berteduh juga," tawar Shouto.
"Ha'i... kuharap tidak keberatan," sahut [name] lalu berlari menyeberangi jalan dengan kepala yang dicelingukan ke kanan dan kiri, waswas di setiap dua jalur kendaraan yang dilewatinya.
Sementara Shouto berjalan mendahului dengan payung di tangannya, [name] berjalan di belakangnya dengan terburu-buru seraya menyampirkan jaketnya melindungi kepala, hujan yang mengguyurnya tidak dapat membuatnya tenang dalam berjalan.
***
"Kehujanan lagi, kah? Setiap bertemu denganmu pasti kehujanan mulu." Shouto menimpali.
[name] mencebikkan bibir dongkol. "Jangan salahkan aku, salahkanlah hujan. Niatku pergi tidak buruk kok, bukan berarti aku kena karma atau sial," ujarnya membela.
Shouto enggan menanggapi, malah ia menawarkan minuman kepada [name].
"Tidak perlu repot-repot, Todoroki-san," tolak [name] halus. "Aku tidak akan lama, kok. Paling-paling sebentar lagi hujan akan reda."
"Tidak akan reda dengan mudah. Hujannya turun belum lama, hujan sederas ini pasti akan menunggu satu-dua jam."
[Name] cengar-cengir. Benar yang dikatakan Shouto. Hujan deras seperti ini akan berhenti sekitar satu jam kemudian, apalagi baru beberapa menit hujan turun. Ia jadi tidak enak sendiri telah singgah selama dua kali di rumah Shouto.
"Tidak usah sungkan, lagi pula aku tinggal sendiri. Tidak akan ada orang lain," tambah Shouto. Ucapannya malah membuat [name] kalut. Shouto mungkin bermaksud agar [name] tidak merasa canggung dengan suasana rumahnya, tetapi [name] malah berbanding terbalik. Walau memang sebelumnya ia pernah singgah sekali, tetap saja rasa sungkan merayapinya tak enak. Belum lagi ia baru menyadari jika ia hanya akan berdua saja dengan sang lelaki. Ditambah yang tadi diucapkan Shouto, ia ingin mengelus dada dengan sabar.
Sesungguhnya ucapanmu tadi dapat menimbulkan fitnah, Todoroki-san, batin [name] cemas.
"Daripada lama mendengarkan penolakanmu itu aku akan membuat cokelat panas."
"T-tidak usah, Todoroki-san!"
Shouto mendengus. "Aku tidak bilang akan membuatkanmu. Aku membuatnya untuk diriku sendiri," celetuknya.
[name] cengis-cengis sendiri. Merasa malu karena mengira dirinya akan dibuatkan cokelat panas. "Ahahaha...."
Shouto berujar, "Dan lagi, kekhawatiranmu itu dapat terbaca olehku. Aku bukanlah seorang om-om mesum yang membawa seorang gadis ke rumahku untuk bermacam-macam. Kecuali jika niatmu begitu aku tak dapat menolak." [Name] melongo. Dan Shouto malah membuatnya makin cemas. Ia jadi meragukan apakah Shouto lelaki baik-baik atau justru sebaliknya.
"Aku tidak akan menyediakan pakaian ganti."
[Name] tergugu-gugu. "T-tidak apa, sih." Impresi [name] jadi sedikit berbeda. Mengapa lelaki ini tidak sebaik seperti pertama kali ditemuinya? Memang sih, ia mengizinkan [name] singgah untuk berteduh, tetapi tawarannya seperti yang di awal-awal tidak berlaku untuk sekarang. [Name] angkat bahu. Ia baru mengenal Shouto, baru dua kali malah. Rasanya tidak pantas memikirkannya begitu, lagi pula ia tidak tahu watak lelaki itu bagaimana.
"Duduk sesukamu di mana saja." Ya, 'kan! Berbeda sekali ketimbang pertama kali mereka bertemu.
"Em, Todoroki-san apa yang kaubawa?"
Kedua tangan Shouto memegang masing-masing satu cangkir. "Cokelat panas. Tentunya buatku sendiri, tapi tadi aku buatnya kelebihan. Kuberi satu cangkir untukmu," sahutnya.
[Name] tercengang. Perasaan beberapa menit lalu ia baru saja mendengar jika Shouto enggan membuatkannya cokelat panas. Shouto tidak sengaja memberinya cokelat panas, 'kan? Namun, [name] tidak menganggap seperti itu. Ia terkekeh-kekeh geli, merasa Shouto seperti tipe seorang tsundere.
"Itu tidak lucu," sela Shouto. "Cepatlah minum sebelum aku berubah pikiran." [Name] pun menerima secangkir cokelat panas dari Shouto. Sesekali menyeruput sedikit-sedikit karena terasa panas jika diminumnya sekaligus.
"Kutebak, kau sehabis pulang dari kerja paruh waktumu lalu kehujanan di tengah jalan, begitu?" Secara tidak langsung Shouto membuka pembicaraan.
"Itu sebuah pertanyaan retorik, Todoroki-san," balas [name] seraya kembali menyeruput cokelat panas digenggamannya.
"Ya, bisa saja kau kehujanan sehabis pulang dari jadwal kuliahmu, 'kan," timpal Shouto.
"Aku ini sedang liburan. Itu berarti aku sedang tidak ada jadwal kuliah," balas [name] tidak terima. "Memangnya Todoroki-san tidak libur?"
Shouto mengangguk paham. "Oh... aku ini freelance jadi bekerja tidak terikat jadwal, hanya saja tenggat waktu."
"Hehh, tapi itu 'kan, bukan pekerjaan tetap." [Name] serta-merta menyadari bahwa ucapannya terasa tidak sopan. Buru-buru, ia perbaiki ucapannya, "B-bukan menyindirmu, Todoroki-san, tapi seharusnya lelaki sepertimu mempunyai pekerjaan tetap, 'kan?"
Shouto tidak langsung menjawab. [Name] jadi merasa tidak enak. "Aku tidak begitu serius, jika ingin dilupakan tak apa."
Shouto pun menatap [name]. [Name] jadi cemas sendiri, takut-takut melukai perasaan Shouto dengan pertanyaannya tadi. "Bukan begitu," ucap Shouto seketika. [Name] diam menunggu kelanjutannya. "Hanya saja aku malas menjawab, tapi tidak apa." Shouto pun menumpukan kedua tangannya di masing-masing kedua kakinya. Tangan-tangannya bertemu erat satu sama lain, menambah kesan serius yang dihadirkan. "Aku dulu ini lulusan fakultas teknik jurusan teknik sipil dari Universitas Tokyo dan bekerja sebagai kontraktor kontruksi bangunan. Tentunya pekerjaan itu merupakan pekerjaan tetapku. Namun, aku sering ditugaskan di luar kota dan aku tidak ingin meninggalkan keluargaku waktu itu, jadinya aku berhenti dan bekerja sebagai freelance."
[Name] terperangah ketika mendengar kisah pekerjaan Shouto. Ia tidak menyangka lelaki di depannya dulu merupakan lulusan teknik sipil. Universitas Tokyo pula! Sangat disayangkan memang ia berhenti dari pekerjaannya itu. Walau Shouto berkata ia sekarang bekerja sebagai freelance, [name] tidak berhenti menunjukan kekagumannya. Bekerja sebagai freelance tidaklah buruk, asal ditargetkan saja.
"Sepertinya hujan sudah reda, Todoroki-san." [name] pun mengalihkan matanya, memperhatikan keadaan di luar jendela.
"Sudah saatnya kau untuk pulang. Aku akanmengizinkanmu setiap kaudatang kembali," tutur Shouto yang membuat [name] memancarkan tanda tanya. "Sebagai bentuk terima kasihmu karena telah ditolong olehku selama dua kali, kau harus membawakanku makanan atau semacam itu ketika kau berkunjung kemudian. Dan itu wajib."[]
TBC
[A/N]
Malam ini langsung update 2 part wkwk. Aku tak tahan melihat part ini baru satu, yasudlah ya ak publish saja.
Part kali ini nyaris 2k words lololol. Sebelumnya dahal 1k words lebih, but biarlah sekaligus 2 adegan kan kalo kupisah kurang dr 1k words mending disatukan aja.
Sejujurnya ak gtw apa pendapat kalian kalo baca ini. Ini plot sm sekali ga menye2 roman gitu, dan pas nulisnya pun ak pen jedukin kepalaku ke tembok lololol
But, nikmatin saja ye :(
Zena
27 Des 2017
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro