Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 14 - əˈfrād

Nayo memilih untuk mengambil jalan memutar saat mengetahui namanya berada di ranking teratas untuk semester ini. Bukan tanpa sebab, ia memilih untuk menghindar karena banyak siswi yang berbondong-bondong ingin memberikan dirinya hadian dengan dalih ucapan selamat untuk ranking pertama yang ia raih.

Menyipitkan kedua matanya, ia menghampiri lingkaran kecil yang berisikan para siswi yang mengetatkan rok span mereka dengan seseorang yang berjongkok di tengah-tengah mereka.

Langkah kakinya terhenti. Ia tidak ingin terkena masalah dengan ikut-ikutan urusan para perempuan yang sangat merepotkan menurutnya.

“Bukan urusanku.” ujar Nayo.

Ketika hendak berbalik badan, tubuhnya berubah kaku saat mendengar satu nama yang sangat familiar beberapa minggu ini. Satu nama yang mulai masuk ke dalam kehidupan nya, satu orang yang selalu ia temui setiap akhir pekan.

Menoleh ke belakang, kedua mata sipitnya membola saat dua orang siswi membawa ember yang terlihat berisi air kotor yang sangat pekat, membuat ia berbalik arah dan berlari menuju gerombolan itu, bahkan menerobos barikade dari gerombolan siswi untuk melindungi satu orang yang bertepatan dengan air di dalam ember yang kini sudah membasahi bagian belakang tubuhnya.

Pekikan keras terdengar dari seluruh siswi yang bergerombol. Menunduk, Nayo menatap Sybil yang tubuhnya saat ini bergetar hebat di hadapan nya. Melihat hal itu, Nayo jadi ingat sesuatu, ia pernah melihat hal yang sama dulu, Sybil yang dimaksud oleh Kirov adalah Sybil nya yang dulu ia tolong, benar.

Kepala Sybil mendongak, Nayo benar-benar melihat ketakutan yang terpancar kan di kedua mata itu. Bahkan giginya bergemeletuk, dan bibirnya yang pucat, membuat Nayo semakin kalut saat ini. Ketika ingin bertanya, Sybil sudah terlebih dahulu kehilangan kesadaran, membuat ia reflek menahan tubuh Sybil menggunakan sebelah tangan nya.

“Sybil,” panggil Nayo. “Sybil, hey! Sybil bangun!” seru Nayo dengan menepuk pipi Sybil berulang kali.

Menggeleng, Nayo menyelipkan tangan nya di bawah lutut Sybil dan satu lagi di bagian punggung, membenarkan gendongan nya, ia menoleh ke belakang, berusaha mengingat wajah siswi yang membuat Sybil seperti ini.

“Gue urus kalian nanti!” ujar Nayo mengancam, dan berjalan cepat menuju ruang UKS. Mengabaikan seragam belakangnya yang berwarna hitam dan meneteskan air yang beraroma tidak sedap.

Sepanjang koridor, ia menjadi pusat perhatian karena menggendong Sybil yang tidak sadarkan diri. Beberapa dari mereka berpikir, Sybil dan Nayo habis terlibat sesuatu, makanya Sybil harus di gendong oleh Nayo. Namun, sebagian lainnya berpikir, pasti ada sesuatu yang sangat buruk, mengingat, seragam Nayo yang terlihat sangat kotor dan beraroma tidak sedap.

Sesampainya di UKS, Nayo langsung meminta tolong pada dokter yang berjaga. Telapak tangan nya menyentuh puncak kepala Sybil yang tertutup kerudung. Tatapan matanya memperlihatkan kegusaran, dan rasa takut yang kuat. Bahkan dokter yang berjaga di buat berdecak kagum karena baru kali ini melihat Nayo benar-benar menolong orang sampai seperti ini.

Mendongak, kedua manik itu menatap tajam dokter yang berjaga. Mata itu bergulir, melirik Sybil yang masih belum sadarkan diri. Bibirnya terbuka sedikit.

“Apa yang lo tunggu?” tanya Nayo. “Cepat periksa!” bentakan keras terdengar memenuhi seluruh ruangan, membuat semua orang yang mengintip dari luar UKS memilih untuk pergi menjauh sebelum di tendang oleh Nayo agar menjauh.

***

Fhiqar menguap lebar saat musik klasik terdengar memenuhi ruang kelas. Guru sejarahnya memutarkan salah satu musik klasik saat mereka tengah belajar beberapa materi tentang masa lalu.

Mengucek mata menggunakan punggung tangan, Fhiqar menedang kursi Kirov yang sudah tertidur dengan wajah menempel pada meja. Saat kursinya di tendang, Kirov reflek menegakkan punggungnya, bahkan pensil menempel di wajah, membuat Dandy terkikik di tempat nya.

Menoleh ke belakang dengan tatapan tajam, Kirov bertanya dengan nada kesal di dalam ucapan nya. “Apaan?! Ganggu banget lo!” geram Kirov.

“Tuh!” Fhiqar menunjuk kursi kosong di sebelah Kirov menggunakan dagu. “Sebelah lo kosong, kebetulan nya, sebelah kursi Nayo juga kosong, nggak curiga?”

“Eh iya, dia berdua kemana?” tanya Kirov.

Cekikikan di tempat, Fhiqar memainkan kedua alisnya dengan tatapan meledek. “Kasihan, udah bukan pengikut Nayo lagi lo ya? Sekarang si Nayo malah milih si anak baru.” ejek Fhiqar, membuat Dandy menggelengkan kepala, tidak ingin ikut campur dengan urusan kedua manusia yang terlalu menempel padanya dan Nayo.

Koridor di penuhi oleh suara langkah kaki yang berbondong-bondong hendak pergi ke suatu tempat, membuat sebelah alis Dandy naik dan menajamkan indra pendengaran nya.

“Serius, Nayo yang itu? Kok bisa?”

“Tapi memang sih mereka sok cantik banget, boro-boro di lirik sama si Nayo, ini malah gangguin anak yang sekelas sama Nayo.”

“Nyawanya pada banyak kali, berasa kucing. Padahal mah, di bentak sekali aja udah gemeter.”

“Terus si Nayo gimana?”

“Katanya lagi nyeret cewek-cewek itu sih, orangtua dari si Sybil Sybil itu juga dateng ke sekolah pas di kabarin sama Nayo.”

“Loh? Gimana ceritanya si Nayo tau nomor orang-tua nya Sybil?”

“Nah itu, gue nggak tau! Ayo ikut yang lain, ngintip di ruang kepala sekolah!”

Ketiga siswi itu langsung berlari, seolah sengaja memberikan bocoran kepadanya tentang keadaan Nayo dan Sybil. Menarik napas panjang lalu menghembuskan nya. Dandy beranjak dari tempat duduk dengan sebelah tangan yang terangkat, membuat guru yang sedang mengajar menoleh kearahnya.

“Ya, Dandy? Ada apa?” tanya guru tersebut.

“Saya ingin izin pergi ke kamar mandi, Pak.”

“Baik, jangan terlalu lama di kamar mandi.”

“Terima kasih Pak,”

Dandy keluar dari kelas tanpa memperdulikan Fhiqar dan Kirov yang sejak tadi memanggilnya, berharap di ajak pergi dari kelas yang membuat mereka mengantuk. Tetapi tidak di dengarkan, Dandy benar-benar acuh dan meninggalkan keduanya yang kini mengucapkan sumpah serapah pada Dandy.

Dandy terus berjalan melewati beberapa lorong sebelum sampai di depan ruang BK yang kini penuh dengan lautan siswa yang membolos hanya untuk melihat keributan di dalam sana.

Menahan lengan seorang siswa, Dandy bertanya apa Nayo ada di dalam sana atau tidak, dan lelaki itu mengangguk, kemudian menceritakan beberapa hal yang terjadi selama persidangan di dalam sana.

Siswa itu juga mengatakan Nayo harus sampai turun tangan sendiri untuk mencari delapan siswa perempuan yang melakukan membully Sybil. Dandy termenung sesaat sebelum mengucapkan terima kasih kepada siswa tadi.

Berbalik badan, Dany pergi menuju ruangan loker yang letaknya tidak jauh dari ruang BK. Mengambil seragam, dan handuk kecil, Dandy pergi menuju kantin untuk membelikan air putih dan teh hangat, setelah membayar, Dandy kembali ke ruang BK, dan melihat Nayo, Sybil baru keluar dari ruang BK, tetapi tidak dengan kedelapan siswa perempuan dan kedua orang tua Sybil.

Koridor juga sudah sepi, tidak seperti di awal yang seperti lautan manusia. Menghentikan langkah kaki di depan Sybil dan Nayo, Dandy tersenyum hangat saat keduanya mendongak menatapnya dengan tatapan terkejut.

“Hey, it's okay,” kata Dandy saat melihat tangan Nayo sedikit bergetar. Meberikan handuk, seragam dan air putih kepada Nayo, Dandy menyuruh Nayo untuk berganti seragam terlebih dahulu dan kembali kesini lagi.

Setelah kepergian Nayo, Dandy dan Sybil duduk di kursi panjang yang jarak nya hanya enam langkah dari ruang BK.

“Apa lo baik-baik aja?” tanya Dandy seraya memberikan teh hangat di dalam gelas plastik yang sebelumnya dia pesan. “Minum dulu, lo perlu tenang.”

Tangannya terulur ke depan, gemetar seperti tangan Nayo, begitu pikir Dandy. “Ma-makasih, Dan.”

Mengangguk. Dandy duduk menghada depan, kedua tangan nya terlipat di depan dada dengan kaki yang menyilang.

“Lo ingat apa yang gue bilang sewaktu kitaa makan di satu meja yang sama?” Sybil mengangguk. “Gue bilang kan, kalau lo dekat sama Nayo hidup lo bakalan kena sial.” menipiskan bibir, Dandy melirik sekilas Sybil yang menundukkan kepala, dalam. “Jadi, gue harap lo nggak terlalu banyak interaksi sama dia, karena, semakin sering lo berinteraksi, semakin lo masuk ke dalam lubang yang bernama kesialan.” jelas Dandy, membuat Sybil membeku di tempat.

“Hey, maaf lama, gue nyuci seragam gue dulu di kantin!” keluh Nayo dengan seragam basah di tangan kiri.

“Bercanda aja lo setan! Mana ada nyuci di kantin!” protes Dandy.

“Yeh, nggak percayaan dia, gue serius buset!” melemparkan seragam basahnya pada Dandy. “Cium tuh! Wangi! Wangi sabun colek yang warna ungu! Boleh minta gue sama si Mpok!”

“Lah iya, beneran bau sabun colek.” ujar Dandy membenarkan. “Berapa kali nyuci lo?”

“Empat kayaknya, sekalian mandi tadi gue di kamar mandi si Mpok,”

“Bau sabun bayi, sama shampoo bayi,” cletuk Sybil.

Nayo menunjukkan cengiran, tangan nya mengusak asal rambutnya, membuat air mengenai wajah Dandy dan Sybil.

“WOI! BEGO BANGET HERAN, ITU ADA ANDUK DI LEHER!” teriak Dandy, membuat Sybil dan Nayo terkekeh.

“Tadi gue kan minta shampoo nya, kaga ada kata si Mpok, yaudah, di suruh pakai shampoo sabun anaknya, kapan lagi lo pada nyium gue yang bau bayi gini!”

“Pantesan wangi, tapi kenapa harus pakai sabun bayi sih lo! Aturan lo langsung mandi di Olympic aja dah, lo punya peralatan mandi disana.”

“Oiya, gue nggak kepikiran loh cok!

“Makanya, otak jangan bongkar pasang! Nih baju lo bawa sendiri!”

Melemparkan seragam, Dandy beranjak dari tempat duduk. “Sybil, lo mau ke kelas atau nanti aja?"

“Nanti deh, aku mau tunggu orang-tua aku dulu,”

“Oke,” mengalihkan pandangan, Dandy menatap Nayo. “Lo mau ke kelas atau nanti?”

“Nanti, gue masih belum puas malu-maluin mereka semua.”

“Yaudah, gue ke kelas dulu, gue cabut pelajaran sejarah buat lo berdua doang, gila!” berjalan meninggalkan Nayo dan Sybil, sebelah tangan nya terangkat melambaikan tangan. “Sybil, ingat kata-kata gue tadi, kalau gitu, gue balik dulu ke kelas.”

Nayo menoleh kesamping seolah bertanya apa maksud Dandy barusan, tetapi hanya kebohongan yang di ucapkan oleh Sybil.

“Katanya harus terus dekat sama kalian biar aku nggak di kerjain kayak tadi lagi,”

“Yang benar tuh?”

“Iya,” mengigit pipi bagian dalam, Sybil tersenyum kaku, berharap Nayo tidak sadar apa yang diucapkan olehnya barusan adalah kebohongan. “Nayo, makasih ya,”

“Makasih buat apa nih?” tanya Nayo setelah menyampirkan seragam nya di atas sebuah tiang panjang, tempat biasanya meletakkan barang razia guru BK.

“Makasih udah nolongin aku tadi,”

Duduk sedikit jauh dari Sybil, Nayo mengibaskan tangan di depan wajah. “Elah, sesama murid harus saling tolong menolong kalau ada murid lain yang di bully.”

“Tetapi seingat aku, ada banyak murid yang lewat  tapi mereka abai.”

“Namanya mereka nggak punya hati, mencari perlindungan untuk diri sendiri di saat orang lain butuh perlindungan mereka.”

“But, I don't think it's wrong, they should put themselves above others.”

Indeed, basically humans are pressured to prioritize their egos first, then others, but not everyone is like that, some do prioritize others before themselves, like a wind blowing hard makes autumn leaves fall.”

Nayo terkekeh mendengar ucapannya barusan, menoleh kearah Sybil yang tersenyum lembut kearahnya membuat ia tergelak, rasanya aneh di tatap setenang itu dengan senyum lembut yang menghias, seperti, menemukan rumah yang selama ini hilang.

In the past I've had something worse than this, and ended up both my parents choosing to make me homeschool, there was a middle school kid who helped me, he ran and hit those people, he beat the person without differentiating male or female, when  that he asked me, 'Are they bothering you?  did they hurt you? 'he asked like that after beating everyone and carrying me home because my feet couldn't move.”

Nayo mendengarkan, cerita barusan rasanya tidak asing di dalam ingatannya. Sybil diam-diam melirik Nayo yang tepat berada di sebelah nya, berusaha mencari respon Nayo setelah ia bercerita sedikit.

“However, I remember very well that time he brought his bag and his clothes were a little dirty, I mean, his uniform was really dirty, I don't know what he went through before helping me, my parents forced him to stay but he refused and said he didn't want to.  troublesome.  my parents were of course confused by the thought of a grown child, as if he was accepting something worse than that, and I cried when I found out that my parents couldn't make him stay, and I looked for him, finally I found that person, I  thankful that that person is currently fine, even though there are many question marks that fill my head.”

Nayo terdiam lama, menyandarkan punggung pada dinding, kedua tangan nya bertautan di depan lutut. “So, just ask will be answered.”

Kepalanya menoleh cepat kearah Nayo yang menaikan sebelah alisnya. “Kenapa?”

“Kamu bilang apa tadi?”

“Tanyain, kamu cuma perlu bertanya ke orang itu saat kalian bertemu.” melihat siluet Ibu dan Ayah Sybil, Nayo beranjak dari tempat duduk dengan senyuman di wajah.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro