Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 13 - Another Day

Chapter kali ini terinspirasi dari satu lagu yang judulnya sama, penyanyi nya berasal dari Korea Selatan, satu lagu yang penuh makna menurut saya.

Semoga apa yang ingin saya sampaikan, sampai ke kalian.

[ .... ]

Nayo memainkan ujung jari pada baskom yang mulai terisi air. Kamarnya bocor, ia lupa melapor pada Ibu, dan berakhir ia duduk dengan baskom milik Ibu di hadapan nya guna menampung air. Mungkin rasanya akan berbeda jika ada kapal kecil yang berbunyi nyaring dan berputar di dalam baskom.

Sudut bibirnya tertarik mengulas senyum. Sudah hampir seminggu terlewat begitu saja, hubungan nya dengan Sybil pun semakin dekat selayaknya orang yang pernah bertemu sebelumnya.

Nayo tidak terlalu yakin jika Sybil yang selalu meminta nya untuk mengajari pelajaran matematika adalah Sybil yang dulu ia tolong sewaktu dulu, ia tidak begitu yakin, yang ia ingat, hanya surai hitam legam dengan bekas luka memanjang di dekat pergelangan tangan perempuan yang ia tolong dulu.

Kemarin, ia di hadang beberapa orang bertubuh besar yang menyeretnya selepas pulang bekerja di toko buku. Tubuhnya di tarik dan di bawa masuk ke dalam mobil sport mahal tipe Jeep dengan jok yang sudah di modifikasi sedemikian rupa, sampai membuatnya lupa jika ia di tarik paksa masuk ke dalam mobil itu.

Nayo ingat betul tawaran yang sangat menggiurkan itu, ia tidak berpura-pura menutup mata dan telinga ketika mendengar nominal yang bisa ia dapatkan dengan bersedia ikut dengan orang itu, seorang lelaki kaya yang akan menjamin hidupnya jika ia berhasil mengalahkan satu orang di pertandingan minggu ini.

Menghela napas berat, Nayo membaringkan tubuhnya di atas kasur tipis yang selama ini menemaninya. Ia ingin mendapatkan uang itu, tetapi ia tak tahan dengan pertanyaan yang akan di layangkan oleh Kirov. Dan lagi, dia harus fokus pada pertandingan jika memang benar-benar menginginkan uang tersebut.

Dulu, Nayo selalu di limpahkan banyak kasih sayang, tetapi semua itu sudah berlalu. Ia pergi menghilang, dan keluarga..., ia tak tahu keluarga nya seperti apa sekarang, semenjak kepergian keduanya. Matanya reflek terpejam mengingat hari dimana ia benar-benar serius untuk menghilang dari keluarga nya.

Saat itu....

"Nauval, bisa nggak kamu dengerin omongan Papa dulu sebelum pergi?" tanya Papanya setengah memohon. "Jika bukan untuk Papa, untuk Mamamu Nauval."

Mengalihkan perhatian kearah lain. Nayo seolah mentuli kan telinga, tak ingin mendengar apapun yang di ucapkan oleh Papa nya. Saat ia ingin pergi dengan tas punggung nya, tamparan keras mengenai wajahnya. Tidak, bukan Papa, atau Mamanya, tetapi seseorang yang lebih tua darinya kini menatap dirinya dengan tajam dan menantang.

"Sadar diri kamu!" bentaknya. "Selama ini kamu hidup karena siapa! Jangan karena kamu merasa hebat bisa nolongin orang lain kamu malah merasa jadi jagoan Nauval!"

Menatap jengah, Nayo mendorong tubuh orang itu sampai ke belakang menghantam tembok. "Seharusnya kamu yang sadar diri! Kamu pikir siapa yang buat Papa dan Mama malu?! Kamu!"

"Ap-"

"Nggak usah memberikan kesaksian palsu lagi!" teriak Nayo dengan mata yang mengkilat tajam penuh amarah. "Kamu pikir setelah kamu dewasa kamu bisa buka paha semua cewek yang ngejar kamu begitu?! Nggak! Itu gila namanya! Kamu nggak bisa menghargai wanita! Memangnya kamu mau Mama di perlakuan sama?! Jadi berhenti! Jangan jadi pengrusak hanya demi kenikmatan sesaat!" teriak Nayo dengan melayangkan pukulan keras pada rahang orang yang berada di hadapan nya.

Papa dan Mamanya saling menahan mereka berdua agar tidak bertengkar. Nayo bisa merasakan Mamanya menangis saat memeluk nya dari belakang, membuat seragam putihnya terkena air mata. Gumaman lirih terdengar indra pendengaran nya, membuat ia semakin menatap nyalang orang yang saat ini di tahan oleh Papa nya.

"Kalau aku pengrusak seharusnya kamu nggak perlu pakai drama mau minggat dari rumah Nauval!" teriak orang itu.

"TERUS KAMU MAU AKU GIMANA?! KAMU MAU AKU YANG JADI BIDAK SASARAN SEMUA ORANG KARENA MEMILIKI WAJAH YANG SIALNYA MIRIP HAH?!" teriak Nayo dengan urat yang menonjol di lehernya.

Mengangguk kecil, dengan senyum remeh. "Iyalah, kamu sama aku tukeran, aku yang rusak, kamu yang benerin, gampang." ujar orang itu dengan mengedipkan mata.

"Sialan! Nggak tau diri!" erang Nayo dengan berusaha melepas pegangan Mamanya. "Maju sini! Aku nggak mau punya kembaran iblis kayak kamu!" teriak Nayo.

"Nauval, berhenti Nak!" ujar Papanya memohon.

"Papa jangan belain iblis kayak dia terus! Disini aku yang rugi Pa! Aku! Kak Naufan enak, habis pakai cewek yang ngejar dia, semua sampahnya dilimpahkan ke aku!" ujar Nayo penuh dengan emosi.

"Iya, Papa tau, tapi jangan semakin memperburuk keadaan dengan pergi dari rumah Nauval!" bentak Papa nya yang mulai kehabisan kesabaran menghadapinya.

"Oh..." pegangan Mamanya terlepas dari kedua tangan Nayo. "Nauval tau sekarang, keberadaan Nauval cuma buat jadi wadah kesalahan Kak Naufan ya, selama ini?" tersenyum miris, Nayo mengeratkan pegangan pada tali tasnya, dan pergi tanpa sepatah katapun.

Bahunya di tepuk dari belakang, membuat ia kembali di tarik ke dalam alam bawah sadar ke dunia nyata.

“Nayo, lo nangis?” tanya Rama.

Mendengar hal itu, tangan nya teflek terangkat mengusap wajah nya yang benar-benar sudah basah dengan air mata. Terkekeh, Nayo menggeleng kecil. “Yakali gue nangis, kena bocoran ini mah,” sangkal Nayo.

“Ngigo ya? Udah gue benerin barusan, tadi gue naik ke atas pas gerimis kecil. Di bantu si Felix, lo di tanyain masih bocor apa nggak, malah nggak jawab.”

“E-eh?” kepalanya mendongak, ia tidak melihat air yang menetes ke dalam air baskom yang sebelumnya berwarna putih kini berubah menjadi sedikit hitam. “so-sorry Bang, gue nggak dengar.”

Rama menepuk bahu Nayo lembut. “Nayo, gue tau lo orang nya kuat, lebih kuat dari besi, tapi ada saatnya, besi itu menemukan titik lemahnya, gue paham, gue belum terlalu kenal lama sama lo, tapi, jangan pernah memposisikan diri lo sendiri dalam kesendirian tak berujung, kalo lo butuh sesuatu, lo bisa minta tolong sama gue,”

“Bang jangan bahas soal laptop lagi, gue beli itu dengan uang gue sendiri, nggak nyuri ataupun jual diri.”

Menggeleng. Rama menatap kedua manik itu dalam. “Gue percaya lo dapet uang itu karena kerja keras lo,” diam sesaat. “Gue bukan mau bahas itu Nayo, gue cuma menawarkan diri untuk jadi tempat lelah lo kalau lo butuh dan nggak mau ceritain apapun. Sekedar pergi dan makan mie di teras depan,”

Kepala Nayo tertunduk, ujung jarinya kembali bermain di atas air baskom, membuat pola abstrak yang menggambarkan perasaan nya saat ini.

“Gue nggak tau Bang, gue cuma merasa semuanya terlalu sulit di saat dulu gue bisa pakai apapun dan minta apapun yang gue mau.” jarinya terhenti membuat pola abstrak. “Gue nggak tau kenapa semua orang menyalahkan gue dan menganggap diri gue ini orang lain, padahal gue ya gue, tapi mereka seolah menutup mata dan telinga,”

Kekehan kecil yang terdengar lirih mengalun masuk ke dalam pendengaran Rama. Atmosfer di dalam kamar ini juga berubah lebih membiru, rasanya benar-benar tercekik sangat kuat sampai bisa kehabisan  napas jika tidak mengaturnya dengan benar.

“Gerak gue dibatasi, sedangkan dia, dibebaskan padahal semua orang tau dia yang bersalah, rasanya gue mau menyalahkan takdir,” tersenyum tipis, kepalanya menggeleng. “Nggak...” kepalanya terangkat menatap Rama yang berada di hadapan nya dengan wajah khawatir. “Gue nggak boleh menyalahkan takdir, walaupun gue belum benar-benar bisa menyembunyikan wajah gue di balik topeng,”

Rama hanya bisa menepuk kedua bahu Nayo, memberikan lelaki yang lebih muda darinya kekuatan lebih untuk menjalani hidup. Saat mereka berdua hanyut ke dalam atmosphere, Felix membuka pintu kamar Nayo menggunakan kakinya.

“Makan hayu, gue buat mie rebus isi lima pake sawi krenyes krenyes,” tersenyum lebar, Felix mengangkat baskom hijau yang memperlihatkan mie, dan sawi yang saling unjuk gigi agar dimakan terlebih dahulu.

“Yaudah, gue ambil sendok dulu,” kata Nayo.

“Nggak usah, lo kira gue pakai jaket begini nggak ada fungsinya?” tanya Felix.

Rama terkekeh kecil, “Jangan bilang di sakunya ada nasi sama sendok nih,”

Felix bertepuk tangan dengan tawa yang menggema di dalam kamar Nayo. Mengeluarkan nasi yang di letakan kedalam plastik sebelumnya, Felix duduk di dekat Nayo dan memberikan masing-masing satu nasi beserta sendok, dan sumpit.

“Fel, lo nggak takut usus buntu?” tanya Nayo.

“Nggak, gue baru makan mie rebus setelah dua bulan nggak makan.” jawab Felix santai. “Kita makan satu baskom aja ya, tadi gue mau ambil mangkuk kecil di kamar gue, tapi keburu duduk jadi mager.

“Yaudah, biar gue ambilin, di atas rak dekat meja belajar?” tanya Rama.

“Iya Bang, duh, pengertian banget, makin cinte.” ujar Felix dengan menggerling centil. Nayo yang melihat itu hanya terkekeh kecil, dan mulai mengeluarkan sedikit nasi yang sebelumnya sudah di kepal dan di masukkan ke dalam plastik kiloan untuk membuat es batu.

“Nayo,” panggil Felix saat Rama sudah pergi dari dalam ruangan.

Menoleh, Nayo mengangkat sebelah alisnya. “Kenapa Fel?”

“Lo nggak jadian sama Kirov 'kan?”

Huh?” tanya Nayo tak mengerti. “Maksudnya gimana?”

“Habisnya ya, Kirov aneh banget Nay, waktu kapan gitu pas kita pulang bareng tuh, besoknya dia cegat gue di jalan dekat sekolah, dia bilang gue nggak boleh dekat-dekat sama lo.”

“Hah, kok lo nggak bilang?”

“Gue 'kan baru balik ke kosan tadi pagi, karena Mama gue kangen banget sama anaknya yang paling ganteng ini,”

Memutar bola mata malas. “Terus lo bilang apa sewaktu di cegat sama dilarang buat deket sama gue?”

“Gue tonjok lah! Enak aja, dia kalo mau nge badut jangan sama gue, gue emosian orangnya. Mana permintaannya suruh jauhin lo lagi, emangnya dia siapa lo ngelarang gue buat dekat sama lo, tcih!”

Nayo tertawa geli melihat ekspresi Felix yang benar-benar berbicara seolah ada Kirov di sekitar mereka berdua. “Pokonya kalo lo liat mukanya pernah biru, itu gue yang tonjok, kalo dia alibi berantem terus menang jangan di percaya, bohong dia.”

“Haha, astaga...!” tangan Nayo terangkat mengusak rambut Felix. “Sebegitu nggak maunya lo disuruh jauhin gue? Hahaha, lo lucu banget Fel,”

Diam-diam, Felix merasakan telinganya memanas karena ucapan Nayo. “Nayo, lo harus makan banyak, gue tau lo ikut pertandingan tinju 'kan?”

Gerakan tangan yang sebelumnya mengusap kini berhenti, mendadak kaku dengan raut wajah terkejut bukan main.

“L—lo  tau dari mana?”

Tersenyum tipis, Felix kembali mengambil tangan Nayo dan diletakan di atas kepalanya. “Gue nggak sengaja lihat lo di atas ring, waktu itu gue nonton bareng Kakak gue dan pacarnya.” mengangguk, Nayo kembali mengusap kepala Felix. “Gue nggak akan kasih tau siapapun, tenang, aman!”

Tersenyum tipis, Nayo kini merapihkan poni Felix. “Thanks ya, udah mau jaga rahasia.”

Tanpa mereka sadari, Dandy dan Rama mendengar semuanya, mendengar tentang Nayo yang ikut pertandingan demi mendapatkan uang, dan keduanya hanya mampu terdiam dan sama-sama berjanji untuk. Tidak memberitahu hal itu pada orang lain lagi, bahkan jika Kirov membayar informasi ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro