Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 06 - Fine

[ ... ]

Nayo menempelkan wajahnya pada meja makan, beberapa menit yang lalu ia baru sampai di rumah dengan meratapi isi dompet yang seharusnya bisa ia hemat sampai bulan depan, tetapi ludes secara cepat hanya karena perasaan tidak suka yang ia miliki dalam dada.

Menggigit bibir bawah, kedua mata Nayo terpejam seolah air mata akan keluar dan membanjiri ruangan itu. Tangan kanan nya bergerak ke belakang daku celananya untuk mengambil dompet, membuka dompet lalu mengambil kertas putih yang tersimpan di dalam dompet.

Melihat nominal di dalam kertas itu benar-benar membuat Nayo menangis karena uang nya berkurang banyak dan ia harus mencari tambahan lagi untuk membayar beberapa hal.

Sret.

Tubuh Nayo reflek menegap dengan tangan kanan yang maju kedepan untuk mengambil kertas yang di ambil alih oleh Rama yang masuk tiba-tiba ke dalam dapur.

"Wei.." Rama melihat saldo dalam kertas itu lalu meringis setelah nya. "Uangnya lo kemanain Yo? Kok berkurang banyak?"

Melipat kedua tangan diatas meja, lalu membenamkan wajahnya, "Gue bagi bagian, 'kan gue tajir."

Melirik kearah Nayo yang terlihat murung, Rama merobek kertas itu lalu membuangnya ke tempat sampah. Menghampiri Nayo, tangan Rama terulur untuk merangkul Nayo yang sudah di anggap sebagai adiknya sendiri.

"Gue laper nih, beli mie rebus depan gang yuk?" ajak Rama.

"Lo aja Bang, gue gak ada uang."

"Santai aja sih sama gue, ayo cepet!"

Tubuh Nayo tertarik ke belakang, membuat ia mau tidak mau berdiri sebelum bokongnya mencium lantai dingin. "Bang, gue gak mau serius dah! Gue gak la–" belum selesai ia berbicara, perutnya mengeluarkan bunyi yang cukup keras, sampai membuat kedua telinganya merah.

Rama menoleh lewat bahunya, lo anak yang baik Yo, terlalu baik sampai lo mengorbankan diri terlalu banyak, pikir nya.

Menunjukkan cengiran lebar, "Kan, perut lo lebih jujur di banding mulut lo, jadi jangan coba-coba nolak! cepetan pake sendal, kita makan disana aja."

Melepas tarikan pada merah baju Nayo, Rama menunggu anak itu agar memakai sendalnya dengan benar. Memakai sendal, kepala Nayo tertunduk dalam, "Bangram, gue gak laper sumpah, lo aja yang makan."

"Berisik komodo! Tinggal ikut, duduk, makan aja kok susah banget! Gue yang nawarin lo bukan lo yang minta 'kan!"

Nayo diam, jika Rama sudah seperti itu ia lebih memilih untuk bungkam, pasalnya Rama bukan orang yang senang jika ucapannya di bantah, tetapi ia juga paham jika laki-laki di depannya itu tengah membutuhkan uang juga untuk memperbaiki iPad nya yang rusak.

"Kalau lagi begini gue suka kangen rumah," ujar Rama dengan senyum kecut di wajahnya. "Lo sendiri gimana Yo? Lo kangen rumah juga gak kayak gue?"

Kedua matanya menerawang sebuah rumah yang megah dengan senyum sapa hangat yang selalu ia terima, mendengus kecil, Nayo menggeleng.

"Nggak, gue gak punya rumah."

"Bukan rumah tempat tinggal yang gue bahas," memasukkan kedua tangan ke daku celana pendek, kepala Rama mendongak menatap pekatnya langit malam. "tapi gue ngebahas sebuah rumah yang bisa membuat kita nyaman, tentram, tempat pengaduan di masa sulit kayak sekarang, tempat yang bisa jadi itu sebuah tempat buat kita berkeluh kesah, mengisi energi karena hal kecil, dan yang lain."

Alis Nayo bertaut, "Maksudnya gimana Bang?"

"Gue rindu keluarga gue yang utuh Yo."

Nayo terdiam. Beberapa pertanyaan bermunculan di dalam kepalanya, keluarganya masih ada atau broken home? Tanya Nayo dalam hati.

Menoleh kearah Nayo, Rama menunjukkan cengiran di wajahnya. "Keluarga gue pisah, Mama gue lebih memilih pekerjaan setelah Papa gue ketahuan nyari daun muda," berdecak pelan, ia menundukkan kepala, mendengus bersamaan dengan kaki yang menendang batu. "Apa enaknya coba cari yang begitu, mending cari nasi padang, nasi udur, rawon, pecak ikan, kenyang, hati senang perut kenyang dompet aman, yakan?"

"Iya..."

"Hidup itu rumit Yo, manusia pada dasarnya punya sifat serakah, dan kalau sifat itu menguasai diri seseorang, segala cara pun di lakuin entah itu benar atau nggak. Contoh aja tikus berdasi, mereka ambil duit rakyat buat memuaskan hasrat mereka, memperkaya diri sendiri."

Mendongakkan kepala, Rama menoleh kearah Nayo yang termenung mendengar ucapannya. "Suatu saat, kalau lo sukses, jangan menindas orang yang lemah, jangan punya sifat serakah, kecuali serakah dalam hal yang baik,"

"Hah, serakah dalam hal yang baik? Gila ya Bang?"

"Gini Yo, serakah dalam hal yang baik itu lo harus taat beribadah, sedekah, baca Kitab lo, berbuat baik walaupun orang berbuat jahat ke kita, ramah tamah, pokoknya harus ngabarin Tuhan sesering mungkin, curhat, selain baik buat kesehatan, lo juga dapat pahala 'kan?"

"Tapi Bang, gue jadi ingat yang lo bilang rumah tadi,"

"Kenapa?"

"Tuhan memberikan itu semua kepada lo, gue, dan kesemua umatnya."

"Memang benar, tapi yang namanya manusia nggak akan puas dengan hal itu, dengan kata lain, dia serakah, dia butuh sangat butuh cinta kasih dari Tuhan, dia juga butuh cinta kasih dari keluarganya, sampai sini paham?"

"Paham, trus kapan rasa haus itu hilang dari diri seseorang?"

"Bersyukur dengan apa yang di miliki."

"Sesimpel itu jawaban nya?"

"Ya memang nya lo mau gue jawab apa?" Nayo tidak membuka suara menunggu Rama melanjutkan jawabnya. "Sebenernya selama manusia hidup, mereka mempunyai banyak mimpi dan tujuan, satu terwujud maka mereka akan mendorong diri mereka agar mimpi yang lain terwujud dalam artian tidak akan puas dengan satu pencapaian,"

"apa ada rasa syukur saat mereka mencapai satu kesuksesan?"

"Rasa syukur pasti ada Yo, you said, Alhamdulillah itu sebuah rasa syukur." menghela napas pelan, "Tapi sampai disana nggak akan cukup, sebisa mungkin mereka harus mencapai target dan mimpi mereka yang lain, kasarnya ketika makhluk hidup meninggal, mereka akan berhenti berharap, rasa puas nya berhenti."

Melihat gerobak penjual mie rebus, Rama melihat kanan dan kiri sebelum menyebrang. "Kita makan dulu, diskusi ringan kayak tadi bener bener bikin laper." mereka berdua menyebrangi jalan lalu Rama memesan dua mie rebus ekstra untuk kedua nya. "Itu tadi menurut pemikiran gue, semua orang punya pemikiran  berbeda beda Yo, jadi kalau lo punya jawaban lain itu gak masalah. Yang terpenting jalanin, kembangin, petik hasilnya dan nikmatnya setelah berlelah dan bersusah payah merangkak ke rantai puncak makanan."

Malam itu Nayo dan Rama habiskan dengan mengobrol panjang seraya Rama mengerjakan komiknya.

***

"Nayo, di panggil Pak Ilham disuruh ke ruang administrasi." ucap ketua kelas dengan mengguncang punggung Nayo.

Menggerakan kepala pelan, kedua matanya menyipit saat sinar matahari mengenai wajahnya, membuat beberapa siswi gemas sekaligus terpekik karena melihat wajah Nayo yang baru bangun dari tidur.

Kirov yang mendengar bisik-bisik para siswi di buat merinding karena sebagian dari mereka sampai membayangkan jika diri mereka menikah dengan Nayo dan bisa melihat wajah itu setiap pertama Kali membuka mata di pagi hari.

Sebuah bayangan tiba-tiba muncul di benak Kirov membuat ia tertawa terbshsk-bahak sampai di perhatikan oleh semua yang ada di kelas. Melihat sahabatnya tertawa seperti orang gila, Nayo menggeplak kepala Kirov lalu meninggalkan sahabatnya itu keluar kelas.

"Yo! Tungguin gue!" teriak Kirov, membuat Dandy, Fhiqar, dan Sybil menggelengkan kepala tidak percaya.

"Nempel mulu ya kayak biji duren." celetuk Dandy. Melirik kearah Dandy, Fhiqar mengangguk setuju. "anak-anak cewek pada kenapa dah? Liat tuh geng nya si Ashila pada sawan kali ya?" tanya Dandy.

"Kayaknya sih, geli gue dengarnya, apa tadi si Ashila bilang? Nayo jadi suaminya? Mana mau si Nayo sama cewek bentukan Ashila yang bodynya di umbar."

"Makanya, tapi enak juga kalau di pikir-pikir jadi Nayo, di rebutin cewek satu sekolah, dari yang cantik kayak bidadari sampai yang okaaayyy I'm done."

Sybil menoleh kearah Dandy dan Fhiqar, "Tapi kasihan Nauval,"

"Kasihan kenapa?" tanya Fhiqar dan Dandy bersamaan.

"Karena selalu di kelilingin sama wanita, padahal dia harus menjaga pandangan dari yang bukan pasangan nya."

"Masha Allah ukhty, perhatian betul sama Nayo."

Sybil menghela napas. Bibirnya membentuk garis lurus. Tatapan nya pada Fhiqar dan Dandy berubah datar. "Itu cuma pendapatku doang kok, gak perlu di pikiran."

Tubuh kedua nya membeku. Matanya berkedip beberapa kali. "Kami nggak..." bibirnya terkatup. "Maaf Bil, kami nggak bermaksud."

"Nggak apa, oh iya.. Habis ini JAMKOS 'kan?"

"Iya, kenapa?" tanya Dandy.

"Mau ke kantin, laper." mengambil dompet, Sybil tersenyum tipis menatap kedua temannya. "Duluan ya semua."

***

Kirov menunggu di luar ruangan setelah Nayo menolak keberadaannya di dalam ruang administrasi. Hampir dua pilih menit Nayo berada di dalam ruangan yang mengeluarkan suara makian dan suara pukulan, membuat Kirov khawatir bukan main.

Menggigit kuku tangan, berjalan mondar mandir, sesekali kepalanya menoleh ke pintu dan jendela yang tertutup rapat. Kedua tanganya terangkat mengacak rambutnya karena rasa khawatir melingkupi dirinya.

Pasti soal bayaran! Yo.. Sekali aja terima bantuan gue, jangan kolot! Kaki Kirov dalam hati.

Kriet.

Kepala Kirov mendongak dan melihat wajah Nayo yang babak belur dengan hidung yang mengeluarkan darah. Nayo mengusap bagian bawah hidung menggunakan punggung tangan, lalu tersenyum seperti biasanya.

"Lo masih disini?" tanya Nayo.

"Nggak, gue baru dateng lagi tadi gue balik ke kelas." melihat darah kembali mengalir, tangan Kirov menyentuh dagu bawah Nayo lalu menggerakan dagu itu keatas agar darah di hidung Nayo berhenti mengalir. "Kita ke UKS dulu Yo!"

Menepis tangan Kirov dari dagunya, Nayo mengusap bagian bawah bibir dan bibirnya lagi menggunakan seragam sekolah.

"Gue gak apa, kita ke kantin aja yuk!"

"Serius? Kenapa dia manggil lo?"

"Orang gila biasa, ngapain lagi kalau nggak curhat tentang istrinya."

"Tapi lo sampai kayak gini Yo,"

"Gue fine, jadi berhenti." tegas Nayo, membuat Kirov berhenti berbicara, tetapi pandangan nya tidak lepas dari Nayo yang terus terusan mengusap hidung nya menggunakan seragam.

Ya, gue selalu berharap lo baik baik aja Yo. Batin Kirov.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro