Chapter 04 - Menunggu
***
Nayo menaiki sepedanya dengan headset yang terpasang di salah satu telinga, kepalanya mengangguk angguk saat mendengar lagu yang benar-benar membakar semangat nya untuk mengayuh sepeda dari sekolah menuju rumahnya yang sangat jauh dari sekolah.
Punggungnya di tepuk dari samping, membuat ia menoleh kearah samping dan menemukan Dandy tengah tersenyum kerahanya dengan sepeda putih yang dinaiki oleh temannya itu.
"Yailah, lo lagi!" ujar Nayo dengan pura-pura cuek.
Dandy tertawa saat mendengar ejekan temannya itu. Menepuk-tepuk bahu Nayo, Dandy mengerem sepedanya saat berada di depan gerbang utama sekolah.
"Gue duluan Yo! Ati-ati lo baliknya, ntar diculik tante-tante!" ujar Dandy.
Sebuah sepeda berhenti tepat di sebelah kanan Nayo, membuat Dandy dan Nayo menoleh kearah kanan dan menemukan Fhiqar tengah tersenyum mengejek kearah Nayo.
"Mana mau si Tante sama Nayo, bukannya untung malah buntung!" ujar Fhiqar dengan tawa yang terdengar sangat menjengkelkan di telinga Dandy dan Nayo.
"Udah ah, gue duluan Nay, Dan!" pamit Fhiqar yang langsung berbelok kearah kanan dengan sepedanya.
"Temen lo tuh," ujar Nayo.
"Bukan njirrrr, gue boleh mungut di tong sampah tadi juga." jawab Dandy dan membuat kedua nya tertawa geli. "Yaudah, gue duluan Yo! Beneran ini mah, gue duluan ya, ada yang mau gue beli dulu soalnya, bye bro!"
Setelah mengatakan hal itu Dandy menunggu beberapa saat untuk di sebrangkan oleh satpam sekolah nya dan pergi meninggalkan Nayo di belakang.
"Ati-ati lo Ny ( dibaca : Ni ) kalau ada lobang minggir jangan di hantem ya!" teriak Nayo.
Mendengar itu Dandy mengangkat sebelah tangannya dengan ibu jari yang mengacung, pertanda mengiyakan ucapan Nayo. Saat ingin mengayuhkan sepeda, Nayo menoleh kearah kiri dan melihat seorang perempuan tengah berdiri di dekat pagar sekolah dengan kepala yang menunduk.
Menengok kearah belakang, Nayo tidak menemukan siswa-siswi yang keluar dari gerbang utama lagi, dan kemungkinan semua teman-temannya itu sudah pulang dan tidak ada lagi orang yang berada di dalam sekolah kecuali guru dan beberapa staff sekolah.
Menggaruk kepala, Nayo memutuskan untuk turun dari atas sepeda, lalu menuntun sepeda itu mendekat kearah perempuan yang berdiri seorang diri itu. Berdiri di sebelah perempuan itu, Nayo menatap kearah depan dengan satu tangan yang memegang stang sepeda, dan satu tangan yang memegang ponsel untuk mengganti lagu.
Sybil terdiam saat seseorang tiba-tiba berdiri di sebelah nya dan ban sepeda yang terlihat saat kepalanya menunduk seperti sekarang. Menoleh ke samping, kedua mata Sybil membola saat melihat wajah Nayo sedekat ini. Kepalanya menoleh kearah lain saat kedua mata Nayo melirik kearahnya, walaupun terputus poni, Sybil tahu jelas jika laki-kali itu melirik kearahnya!
"Kenapa belum pulang?" suara itu terdengar, membuat jantung Sybil berdetak tidak karuan.
Menelan saliva berat, Sybil berusaha menetralkan napasnya terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan Nayo.
"Itu.., tunggu Papa jemput."
"Oh.."
Mengedipkan mata cepat, Sybil memberanikan diri menoleh kearah Nayo yang bergeser kesamping untuk membuat jarak aman di antara mereka berdua. Bibir Sybil gatal ingin bertanya, tetapi rasanya benar-benar canggung, sungguh!
"Kenapa kamu minggir kesana?" ujar Sybil setelah memberanikan diri untuk bertanya.
Menyimpan ponsel ke kantung celana, Nayo menyisir rambutnya ke belakang dengan pandangan yang menatap lurus kearah depan.
"Nggak apa, gue hanya mau memberikan batas antara lo dan gue, itu aja."
Mendengar jawaban itu sebuah senyum terbit di wajah Sybil. Nayo tidak berubah, pikirnya begitu. Sosok yang terlihat keras namun lembut di dalamnya, membuat Sybil teringat pertemuan pertama mereka.
Menstandarkan sepeda, Nayo berdiri dengan posisi menyandar pada gerbang yang ada di belakang nya dengan Sybil yang semakin merapatkan kaki dan tangannya seolah takut jika terkena tubuh Nayo.
"Kamu boleh kok pulang duluan, aku nggak apa, beneran." Ungkap Sybil dengan takut-takut.
"Nggak apa, lagipula nggak baik lo tunggu disini sendirian."
"Makasih Nauval,"
"Ya..."
Sudah cukup lama mereka berdua menunggu orang tua Sybil menjemput perempuan itu, namun tidak ada tanda-tanda kendaraan yang mendekat untuk mengangkut perempuan itu.
Papa kemana ya, apa lupa kalau aku sekarang udah mulai sekolah di sekolah formal? Tanya Sybil dalam hati.
Melirik Nayo yang sedang bersandar, Sybil menatap laki-laki itu dengan pandangan tidak enak karena Nayo sudah menemaninya menunggu Papanya selama satu jam.
"Nauval.., kamu boleh pulang duluan, beneran nggak apa." ujar Sybil.
"Daerah sini itu rawan, kalau gue nggak mikirin itu sudah dari tadi lo gue tinggal." menoleh kearah Sybil, Nayo menatap perempuan itu dengan pandangan menilai. "Apa.. Lo terganggu sama gue yang nunggu di dekat lo?"
Mendengar pertanyaan itu, Sybil benar-benar panik lalu menggelengkan kepala membantah pertanyaan Nayo.
"Ng-nggak! Bukan begitu, aku cuma nggak enak sama kamu."
"Kalau nggak enak kasih kucing aja," jawab Nayo santai, membuat Sybil menghela napas legal karena Nayo tidak marah padanya setelah ia mengucapkan hal barusan. "Lemesin aja, gak usah nggak enakan."
Mengedarkan pandangan ke jalan raya, Nayo menengok kearah Sybil dengan pandangan bertanya. "Tapi lo sudah coba hubungin Papa lo?"
Menggeleng. Sybil menggelengkan kepala saat menjawab pertanyaan Nayo, membuat laki-laki itu menggigit pipi bagian dalamnya gemas. Mengeluarkan ponsel dari kantung celana, Nayo membersihkan ponsel itu menggunakan seragamnya, mencabut kabel headset kemudian memberikan ponsel itu pada Sybil, membuat perempuan itu menatap Nayo dengan pandangan tanda tanya.
"Lo hafal nomor telepon Papa atau Mama lo, 'kan pasti? Telepon aja pakai ponsel gue, biar di jemput sekarang."
Tangannya terjulur kedepan, namun sedetik kemudian kembali mundur, membuat Nayo benar-benar gemas lalu mengambil tangan Sybil dan meletakkan ponsel miliknya diatas telapak tangan Sybil.
"Ponsel gue nggak ada kumannya! Buruan telepon Papa atau Mama lo, ini udah sore banget nggak akan aman dan gue nggak bisa ngelindungin lo kalau ada apa-apa." ujar Nayo ketus lalu menatap kearah lain.
"Na–"
Mendengus pelan, Nayo menoleh kearah Sybil dengan tatapan malas. "Panggil gue Nayo, jangan Nauval. "
"Iya, tapi.."
"Apa?!"
"Passwordnya?"
"Titik sampe mentok."
Sybil me ngetik ucapan Nayo dan tidak bisa membuka kunci ponsel Nayo, membuat Sybil memncoba lagi dengan huruf kecil, lalu tanpa spasi, namun tetap tidak bisa. Memberanikan diri menyentuh seragam Nayo, Sybil mendongak untuk melihat wajah Nayo, wajah yang benar-benar tampan jika dilihat dari samping.
Mengalihkan pandangan, Sybil mengucapkan Istigfar berkali-kali sampai membuat Nayo menoleh kearahnya.
"Sudah bisa?"
"Belum.."
"Masa sih? Memang nya lo kayak gimana tadi isinya?"
"Titik sampe mentok."
"Duh, astaga.. Bukan gitu maksud gue Surdianto!" ujar Nayo gemas bukan main. "Maksud gue itu, lo pencet itu yang simbol titik sampe mentok sampe ujung," Mendengar itu, Sybil mencoba sekali lagi sesuai dengan apa yang diarahkan oleh Nayo dan berhasil terbuka.
Sybil terdiam saat melihat foto wallpaper ponsel Nayo. Sebuah foto yang menampilkan Nayo dengan seorang perempuan yang tersenyum kearah kamera. Mengingat apa yang harus ia lakukan, Sybil menekan tombol telepon lalu memasukkan nomor Papanya dan langsung menghubungi Papanya.
Menunggu sebentar, telepon nya diangkat oleh Papanya.
"Assalamu'alaikum, dengan siapa ini?"
"Wa'alaikum salam, Pa! Ini Kakak, Papa nggak jemput aku disekolah?"
"Astaghfirullah, Papa lupa! Tunggu sebentar Nak!"
"Iya Pa, hati-hati di jalan, Kakak tutup ya telepon nya, Assalamu'alaikum!"
"Iya Nak, Wa'alaikum salam."
Setelah panggilan telepon terputus, Sybil mengelap layar ponsel itu menggunakan lengan seragam nya sebelum mengembalikkan ponsel itu pada Nayo.
"Nayo, makasih.."
"Iya sama-sama, Papa lo lupa jemput pasti, 'kan?"
"Iya tadi langsung kaget pas aku ingetin," ujar Sybil dengan tertawa pelan, membayangkan wajah Papanya yang panik karena lupa menjemput dirinya.
Menoleh kearah Sybil, Nayo diam-diam tersenyum hangat seraya memasang kembali headset di ponsel nya lalu menyetel lagu yang di ingin kan setelah itu menyimpan ponsel di dalam saku celana nya.
"Nayo, beneran kamu nggak apa pulang du–"
"Diem diem! Pusing gue dengernya, lo ngusir?"
"Bukan gitu..."
"Kalau bukan gitu yaudah diem aja."
"Maaf.."
"Belum lebaran, nggak usah minta maaf!"
"Tapikan minta maaf nggak cuma pas lebaran doang!"
"Duh ampun deh, cerewet banget lo. Iya gue salah, bercanda doang gue tadi!"
"Eh, kamu bercanda tadi?"
"Nggak, gue nangis."
Sebuah Mobil terhenti di depan mereka, membuat Nayo memundurkan sedikit sepedanya ke belakang agar tidak terkena badan mobil. Pintu mobil terbuka lebar dan menampilkan seorang pria yang belum terlalu tua menghampiri Sybil lalu memeluk perempuan itu lama.
Nayo terdiam saat melihat pria itu memeluk perempuan yang berada di sebelah nya dengan kata-kata maaf yang terucap karena lupa menjemput anaknya itu.
Berdeham pelan, Nayo menaikan standar sepeda nya lalu berpamitan pada dua orang yang sedang meminta maaf dan memaafkan itu untuk pergi, namun ditahan oleh pria yang ada di hadapannya dengan tangan kirinya yang dicekal.
"Kamu yang sejak tadi menemani anak saya?"
"Iya Pak." jawab Nayo sopan.
"Terima kasih Nak, bagaimana kalau kita makan dulu sebelum kamu pulang kerumah." tawar pria itu dengan nada lembut.
"Ah nggak perlu Pak, saya mau langsung pulang aja, ini sudah di telepon tadi sama Ibu," melepas pegangan tangan pria itu Pada tangannya. "Saya pulang dulu Pak, mari, Assalamu'alaikum."
Mendorong sedikit jauh sepeda nya, lalu menaiki sepeda itu, Nayo berbelok kearah kiri.
"Wa'alaikum salam.." jawab Sybil dan Papanya bersamaan. Menoleh kearah Sybil, Papanya tersenyum lembut memandang kearah Sybil. "Nauval Masih sama seperti dulu ya,"
"Iya Pa, masih sama seperti dulu."
"Ayo kita pulang, Mama sudah marah-marah tadi karena Papa lupa menjemput kamu." Sybil tertawa pelan saat mereka berdua masuk ke dalam Mobil.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro