Chapter 01 - Mengingat
"Nayo, kembaran Mayo! Kalo sekolah naik mio! Berhenti dulu kenapa sih!" teriak seorang laki-laki dengan tubuh tinggi.
Menghentikan langkah kaki, Nayo menengok kearah belakang dengan tatapan bertanya.
"Gue Nayo, bukan Mayo, apalagi Tayo, lo panggil nama gue aja udah salah, gimana gue mau berhenti," ujar Nayo. "Gue sekolah naik sepeda, nggak naik mio."
"Lagian lo sih nggak berhenti, udah gue panggilan dari parkiran, setan bener emang!"
"Penting nggak? Gue males kalau gak penting, Ov."
"Penting ini!"
Membalikkan badan, kedua tangannya terlihat di depan dada dengan tatapan serius. "Gue dengerin," ujar Nayo.
"Anak yang lo tolongin katanya masuk ke sekolah ini?"
"Siapa?" tanya Nayo berusaha mengingat. "Tapi mana ada! Ngaco aja lo, gue sering bikin anak orang nangis."
Berdecak kesal, Kirov berusaha mengingat nama orang yang di tolong oleh sahabatnya itu, namun selalu lupa, yang teringat hanya wajah yang pernah ia lihat sekali.
"Siapa ya...? Em..."
"Esmeralda?"
"Bukan, anjir!"
"Liyana?"
"Ngimpi!"
"Bu Rosmala?"
"Tau aja lo yang bening sama yang semok! Tapi bukan dia juga anjrit!"
"Ya terus siapa, Tuti?"
"Tuti selingkuhan lo yang mana lagi anjir!"
"Loh, bukannya lo kemarin nembak Tuti, Ov?"
"Asteriana! Dari mana Tutinya!!!"
Nayo tertawa geli saat mendengar sahabatnya itu memaki dirinya dengan segala umpatan kasar, tidak lupa dengan tangan sahabatnya itu yang memukul punggung lebarnya.
"Sakit anjir! Gue gampar sini coba!" kata Nayo yang lama-lama dibuat kesal karena Kirov tidak berhenti menampar punggungnya.
"O! Gue inget!" seru Kirov dengan tangan kanan yang terkepal keatas.
"Apa?"
"Itu... Nama orang yang lo tolong waktu itu,"
"Penting banget nggak sih bahas kayak ginian sekarang?"
"I think... Ya!"
"And then?"
"Bhooom! Namanya Sybil!"
Mendengar nama Sybil di sebut, tubuh Nayo mendadak membeku di tempatnya, namun sebisa mungkin terlihat biasa saja agar Kirov tidak banyak bertanya.
"Oh,"
Dahinya mengernyit, Kirov menggeplak kepala Nayo dengan kencang, membuat laki-laki itu terhuyung kedepan.
"Respon lo cuma gitu doang?"
"Ya, emang lo mau dapet respon gimana?" ujar Nayo balik bertanya. "Ah! Ya Tuhan! Gue kaget, aaaa! Gitu?"
"Hah, lucu."
Sybil? Yang cewek gue tolongin waktu itu? tanya Nayo dalam hati, mengabaikan Kirov yang sejak tadi mengoceh tidak jelas.
***
"Kamu yakin Kak mau masuk ke sekolah anak yang nolongin kamu?" tanya Desy dengan tangan yang mengusap lembut kerudung yang di gunakan Sybil.
"Iya Ma, yakin banget! Sybil janji, nggak akan kejadian lagi seperti dulu, kejadian dimana Sybil di-"
Mamanya menyentuh pundak Sybil dengan senyum sendu, mendengar anaknya mengatakan hal itu benar-benar membuat memori di dalam kepalanya kembali berputar.
Suara jeritan dan tangisan anak satu-satunya itu yang ketakutan saat berinteraksi dengan orang banyak, sampai membuat dia dan suami memutuskan untuk melakukan banyak tes untuk ukuran seorang anak SMP karena takut kejiwaannya terganggu.
Untungnya, saat itu ada seorang anak yang datang menolong anaknya itu dan langsung menghubungi dia dan suami menggunakan ponsel Sybil.
"Kamu boleh Kak tetap ikut homeschooling kalau kamu belum siap untuk bertemu dengan orang banyak," kata Desy sekali lagi.
Dengan senyum hangat, Sybil mengambil tangan Mamanya lalu menggenggamnya erat.
"Ma... Sybil nggak apa, kalau nggak di biasaiin dari sekarang, nanti Sybil nggak bisa bersosialisasi loh sama tetangga atau sama orang lain," jelas Sybil dengan ekspresi wajah yang terlihat sangat yakin. "Nanti kalau begini terus... Sybil nggak akan bisa ketemu sama orang baru, terus nanti Sybil nggak punya te-men, terus nanti Sybil juga nggak bisa menikah."
Tersenyum hangat, Sybil ditarik masuk kedalam pelukan Mamanya yang memeluknya dengan erat.
Sybil tau, Mamanya sangat khawatir dengan dirinya, namun ia juga yakin jika keputusan ini sudah benar, walaupun awalnya sempat ragu, Sybil kembali yakin dengan keputusannya setelah mengatakan hal itu pada Mamanya.
"Mama tanya sekali lagi, kamu yakin mau sekolah formal?"
"Yakin!"
Tersenyum lembut, Desy mengangguk dengan tangan yang mengusap bahu Sybil. "Yasudah, ayo, Papa menunggu di bawah."
"Makasih ya Ma,"
"Iya sayang, sama-sama."
***
Nayo mengorek telinganya menggunakan jari kelingking dengan satu kaki yang naik ke atas sofa hijau. Di depannya terdapat kepala sekolah yang sedang memarahi dirinya sampai Kepala Sekolah itu terbatuk karena terlalu lama marah.
"Kan, udah deh jangan marah mulu Pak!" ujar Nayo dengan decakan di bibirnya.
Kirov menyikut perut Nayo menggunakan siku tangan nya. Mengerutkan dahi, Nayo menempeleng kepala Kirov karena sikutan siku Kirov terkena tulang rusuknya dan itu terasa sangat sakit.
"Lo mulutnya di rem dulu kenapa sih, ini bukan Pak Badur!" kata Kirov dengan berbisik.
"Yaelah sama aja! Sama-sama manusia, makan mie masih di campur nasi!"
"Nanti lo bisa di ke- E AYAM!" teriak Kirov karena terkejut mendengar gebrakan meja kayu di hadapannya. Menampar lengan Nayo, Kirov menatap sahabatnya itu dengan tatapan tajam. "Elo sih! bayi gorilla ngamuk 'kan!"
"KIROV! NAUVAL! KELU-" Ucapannya terhenti saat pintu ruangannya di ketuk dari luar. "Keluar kalian berdua." ujar Pak Franz dengan memijat kening menggunakan ibu jari dan jadi telunjuknya.
"Jangan lupa minum Pak, Assalamu'alaikum wahai Bapak Franz yang berbahagia." kata Nayo dengan senyum kemenangan di wajahnya.
"Wa'alaikum salam, anak setan!" jawab Pak Franz ketus, membuat Nayo tertawa geli.
"Mari Pak," ujar Kirov mencari aman.
"Hm!"
Nayo dan Kirov keluar dari ruangan Kepala Sekolah berpapasan dengan Sybil dan kedua orang tuanya yang masuk ke dalam ruangan Kepala Sekolah.
Dengan senyum sopan, Nayo membuka kan pintu yang di tutup oleh Kirov saat mereka keluar dari ruangan Kepala Sekolah.
"Mari Pak, Bu, Kak, hati-hati macannya galak!" ujar Nayo yang di dengar oleh Pak Franz.
"NAUVAL!" teriak Pak Franz dari dalam ruangan.
Nayo menarik tangan Kirov agar pergi menjauh dari ruangan Pak Franz dengan tawa yang menggema sepanjang koridor, meninggalkan Sybil dan keluarganya di depan ruangan Kepala Sekolah.
Kirov menggeplak kepala Nayo dan berhenti di depan laki-laki itu. Kedua tangannya berada di samping pinggang dengan tatapan tajam.
Mengusap kepalanya, Nayo menunjukkan cengiran khas di wajahnya,membuat Kirov semakin naik pitam karena sikap terlalu santai sahabatnya itu.
"Gila lo!" sembur Kirov.
"Nayo! Bukan gila!"
"Tau gue paham, tapi apa yang lo lakuin tadi itu gila!"
"Ah masa sih?" tanya Nayo dengan raut tidak percaya.
Kirov melongo di tempat nya, "Ah masa sih? Dari sekian banyak kalimat yang seharusnya lo ucapin, lo ucapin kalimat itu?"
"Lah, gue harus jawab apa emang nya?"
"Ya apa kek! Kalimat kaget kek atau apa!"
Nayo mengetuk dagu menggunakan jadi telunjuknya. "Bentar, gue mikir dulu!"
"KEBURU BAYI IGUANA NETES! GILAAAA! KITA TERANCAM DI KELUARIN DARI SEKOLAH SEMPRUL!"
"Cari lagi yang lain Sekolah nya," jawab Nayo santai kemudian pergi meninggalkan Kirov di belakangnya yang masih terkejut mendengar jawaban Nayo.
"YA TUHAN, DARI SEKIAN BANYAK MANUSIA DI DUNIA, MENGAPA ENGKAU MEMBERIKAN HAMBA SAHABAT TERGOBLOK KAYAK NAUVAL WAHYU SAPUTRO?!"
"KARENA GUE TAMPAN DAN BERANI, MELENGKAPI KEKURANGAN LO!"
"MONKEY!!!!!!!!"
"DOG!"
"NAUVAL! KIROV! JANGAN BERTERIAK DI KORIDOR!" teriak Pak Badur dari depan ruangan Bimbingan Konseling.
"BAPAK JUGA JANGAN TERIAK!" jawab Nayo yang sudah berada di ujung lorong.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro