18 | takut hingga kalut
; ia telah kalut, disebabkan segala rasa takut.
"kapan pulang?" tanya nirmala penuh harap kepada lelaki di hadapannya,
"cuman sebentar, enggak lama kok, lagi pula kamu juga ga bakal nyariin abang"
"kata siapa?" berkacak pinggang dengan segala rambutnya yang teracak hanya membuat kun tertawa mengejek.
"kata abang. udah sana masuk, malam-malam banyak nyamuk!" pintanya walau sebenarnya mengalihkan arah pembicaraan.
"jawab dulu dong yang tadi!"
"yang mana?"
"kapan pulangnya?" perempuan tersebut kembali mengelak saat dipinta tak bertanya—meski tersirat.
"ini udah di rumah kan?"
"ya kan tapi nanti abang enggak di yogya, abang ke jakarta, ini tahun dua ribu, kereta enggak cepet-cepet banget! naik pesawat mahal! naik bus juga lama pol—"
"udah ngocehnya?" nirmala hanya diam, entah mengapa emosinya akhir-akhir ini naik turun bagai roller coaster yang berjalan pada porosnya. "abang enggak lama-lama, jaringan telepon di ibukota luas, kamu bisa telepon kapan aja nirmala..."
"ya tapi kan beda bang... aku di rumah hampir setiap hari kalo begini" yang dipanggil abang oleh gadis tersebut hanya bisa terdiam sendiri. karena memang dirinya tak bisa berkata.
"sama dejun bisa kan?"
"ABANG IHHHH"
"aduh aduh! udah sakit jangan dipukul heh! kalo kayak begini abang tinggal lagi jadi lima belas hari ya?" ancamnya tanpa memikirkan konsekuensi intuisi milik semesta raya. kalau kun boleh jujur, mana mungkin dirinya tersebut meninggalkan adik semata wayangnya lama-lama, dia juga ingin bersama selamanya.
"tapi enggak usah bawa-bawa dejun!"
"sensi banget kamu setiap bahas dejun" respons lelaki dewasa itu sambil berjalan menuju kursi untuk duduk sejenak. lalu mengajak si adik untuk menikmati nabastala biru pekat bersamanya.
"tuh tau―DARI SIAPA TAUNYA? HENDERY YA?"
"tuh tau" mungkin mengemban segala perkara dunia adalah hal yang wajib dilaksanakan kalau berujung pada kata ; nanti semua akan tahu
"kok bisa tau? mulutnya bocor banget si hendery.... kapan ketemunya deh, padahal abang baru ketemu hendery sekali, itu juga cuman papasan"
"bisalah, ini buktinya? kemarin pas pompa motor di depan, dia ke bengkel pompa sepeda. ternyata hendery berisik juga ya, tampangnya aja kalem"
tuh tau pangkat tiga!
"bahkan lebih dari kamu berisiknya. kalo dipikir cocok ya? kamu, sama dia"
"BANG NANTI DITENDANG NIH?" kun hanya mengacak pelan rambut gadis tersebut, lalu menyalakan satu buah obat nyamuk untuk mengurangi bahana si nyamuk.
"hendery ceritain semuanya ke abang" mendengarnya sekali, nirmala langsung merubah posisi duduknya. menjaga jarak dengan pikiran abstrak, yang hanya membuatnya semakin tertegun, diiringi sederet pertanyaan beruntun.
"ya enggak semuanya, enggak secara keseluruhan, enggak secara mendetail. tapi, secara emosional" nirmala terkejut mendengarnya, atmosfer di sekitarnya berputar hampir seratus delapan puluh derajat secara mudah.
"nirmala, soal takdir itu urusan belakangan. kalau kamu terus terpaku pada sesuatu yang enggak pasti, nantinya kamu bakal jatuh sendiri. ketakutanmu yang hingga kalut cuman bikin kamu gak bergerak sama sekali untuk melakukan apapun, kamu cuman takut akan segala hal yang belum terjadi dan pasti, yang mana bakal ngebuat kamu jatuh dalam ketakutan itu"
karena ketakutan itu bukan jalan keluar nirmala...
pengap akan segala adaptasi tak berujung yang malah semakin bersinabung. persepsi tanpa daya serap yang membuat manusia tak menangkap. "jangan takut lagi udahlah ... ketakutan cuman bikin kamu menutup mata segi dunia"
karena takut cuman bisa bikin kita gak ngelakuin apa yang diinginin. nyatanya takut, bisa menjadikan seluruh sumber masalah terbesar.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro