10 | luka cita
terkadang nirmala berpikir, apakah bumi tidak lelah untuk berputar terus menerus tanpa henti? apakah ia tidak ada keinginan untuk berhenti sejenak melepas letih?
nyatanya, ia tersenyum dengan lelahnya, merasa bahwa apa yang selama dia alami adalah hal terbaik.
nirmala berpaling dari hadapannya, memandang luka yang ia temui di kaki kanannya, "kakimu terluka?"
suara lembut milik seorang lelaki lewat di kupingnya, sontak dirinya memandang sang pemilik suara itu, —dejun.
"tadi jatuh dari sepeda, tapi enggak sakit"
"ck, mana ada luka yang enggak sakit nirmala, kalaupun udah enggak sakit pasti awalnya sakit, pun sakitnya sedikit. tapi tetep aja kan namanya sakit?" nirmala memamerkan gigi putihnya yang berderet rapi, lalu mengangguk.
"kok diberi obat merah? kan udah gak sakit"
"salah ya kalau aku mencoba mengobati seorang malaikat tanpa sayap milikku?" andai saja nirmala boleh berteriak hingga pita suaranya lepas, dia mau. bagaimana caranya dirinya itu tak terkaget-kaget kalau bukan dejun yang mengatakan hal seperti itu?
"y-ya enggak begitu juga! eh tunggu! kalau kamu bagaimana!? hari ini baik-baik saja kan?" tak sadar akan control yang lepas, segala gundah gulana dihempaskan olehnya begitu kesempatan menerjang.
"iya enggak kenapa-kenapa hari ini —aw! ke-kenapa aku disenggol?"
"bohong kan biasa deh! mana kakimu, kuobati dahulu!" nirmala bergegas mengambil kain kasa juga alkohol, memoles pada bagian luka di kaki sang tuan. "nirmala, kamu sudah tahu akan ke mana setelahnya?"
"setelahnya? setelah apa?"
"masa sekolah menengah" nirmala diam, hingga saat ini pikiran mungilnya belum matang jika ditanya perihal cita-cita. padahal kalau boleh realistis, dirinya itu harus dengan segera meniti jalan yang begitu pasti untuk masa nanti.
"kalau kamu? kayaknya, aku belum menemukan yang cocok, padahal jurusanku pengetahuan alam"
"sedari hari-hari yang lalu masihlah labil?" gadis itu mengangguk sembari menempelkan plaster di salah satu bagian tungkai laki-laki yang kini duduk bersamanya. "kalau begitu, kenapa enggak kamu yang coba beri aku masukan?"
"aku? masukan? untukmu? ah oke baiklah!" dejun memeluk perempuannya dari belakang, menapakkan dagunya pada bahu mungil nirmala.
"bagaimana kalau jadi dokter? aku mau melihatmu dapat mengobatiku secara negara, secara resmi, juga diakui. kamu cocok menjadi seorang dokter, memberikan kehangatan untuk siapa yang membutuhkan, menyembukan siapa yang sehabis terlukai"
"aku pengin lihat kamu mengenakan jas putih, membawa segelintir obat-obatan, berambu obat farmasi"
nirmala membisu seribu bahasa, mencoba terbang melayang ke udara. bukankah menjadi seorang medikus itu adalah harapan yang begitu tinggi menjulang di atas sana? juga dirinya itu yang bahkan tak pernah berpikir akan menjadi dokter, lalu dipinta menjadi sosok dokter.
kala para muda-mudi melihat dokter saat divaksin, setelahnya terkagum dengan separuh jiwa akan profesi dokter, nirmala tidak sama sekali. perempuan itu hidup dengan mudah, menikmati alur yang diciptakan.
tetapi sepertinya ia salah tempat. dunia harus bertujuan, sekalipun itu hal kecil, tetapi para penghuninya wajiblah bertujuan. dan nirmala sadar, sadar akan kelalaiannya selama ini.
"dejun, kalau boleh jujur, aku enggak pantas sama sekali hadir mengenakan jas putih suci. memang aku sangat cocok sebagai medikus? kata siapa? katamu? oh tolonglah, itu semua angan-angan belaka yang tak akan pernah terwujud! lagipula waktuku mewujudkannya secara keseluruhan tinggal setahun!"
"nirmala, memangnya bapak presiden pertama kita, insinyur soekarno bakal berpikir ia menjadi seorang presiden pertama di indonesia? dikenang seluruh warganya hingga kapanpun, menjadi tokoh yang amat diingat sepanjang sejarah kemerdekaan indonesia?"
ah, kalau begini caranya, nirmala sangatlah kalah telak dengan pendirian dejun. kalau dilihat sekilas, dejun seperti tak memiliki harapan atas segala hidupnya, terlalu berserah diri kepada takdir yang berkuasa di dunia, tetapi pikirannya matang setengah ranah.
jauh, jauh sekali dari nirmala yang begitu merasa kalau dunia perlu dinikmati alurnya, karena alur dibuat untuk diikuti, tetapi apa salahnya membuat sebuah alur lain yang mungkin akan menyambungkan cerita menjadi lebih indah?
"tujuan itu penting, berserah diri juga penting. semuanya, dikombinasikan menjadi sebuah satu kesatuan, agar nantinya kamu menikmatinya. nirmala, enggak ada yang enggak mungkin, apalagi kalau kamu mencoba berusaha, gak salahkan mencoba sesuatu yang menjanjikan kehidupan?"
"tapi apa aku pantas mengarahkan perjalan ke sebuah tujuan yang kelihatannya rumit?"
"dunia kan memang rumit. lihat benang kusut pada tali layangan di atas sana, kalau kamu coba uraikan dengan ketelitian, perlahan, juga penuh kesabaran, niscaya semuanya akan terurai dengan kembali. aku yakin semuanya bisa menjalaninya, dengan tiga cara yang tadi syaratnya!"
dejun menggenggam tangan gadisnya, kembali mendekap lebih erat lalu mencoba tersenyum dengan tulus menyemangati si gadis permata.
dejun, kamu sepertinya perlu dijadikan manusia abadi untuk dunia
bengek ojun cakep banget asdfghjkl
btw, kok malah jadi berat sih bahasannya 😭🙏 ini efek aku habis dimarahin mama, aku labil sendiri sama cita-cita, eh diomongin gitu awhxuiwh...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro