9. Awan -Pencapaian 1687 Kata-
"Sorry, gue masih butuh waktu" ucapku lalu berjalan pergi dari tempat itu.
"Kalau itu mau lo, gue bakal pindah sekolah, bagi gue maaf lo itu penting dari pada segalanya" teriakan Nafta tak kuhiraukan.
Bagiku semua masalah ini cukup rumit, apa lagi perasaan ini selalu menentang apa yang ada diotak.
Aku lelah dengan perasaan yang aku rasakan didetik demi detik, hari demi hari. Aku lelah dengan hidup ku yang amat sangat menyebalkan.
Aku berjalan menuju kelas awalnya tapi rasa malas menghampiri, ingin membolos pelajaran ekonomi. Dan ujungnya aku malah berjalan menuju kantin, padalah 10 menit lagi bel masuk akan segera berbunyi.
"Ngapain lo balik lagi kesini La? Bentar lagikan masuk" ucap Werhan yang berniat akan berdiri.
"Gue males belajar"jawabku dengan jujur.
"Mau jadi apa lo kalau gak belajar" sindir Arhel dengan rokok ditangannya. Jam segini biasanya kantin mulai sepi, dan Arhel bisa bebas merokok, karna menurutnya tidak ada yang berani mengadukannya.
"Mau jadi apapun gue, itu bukan masalah buat lo-kan?"ucapku.
"Dasar kepala batu" ucap Arhel.
Tak lama Jefeni datang dengan sedikit berlari, ia membawa plastik baju yang biasa dikasih ditoko pakaian.
"Navila tadi gue kekelas lo tapi gak ada" ucap Jefeni.
"Gue belum kekelas" jawabku.
"Ngapain lo nyariin Navila?" Tanya Werhan.
"Inih, gue mau kasih barang dia" jawab Jefeni sembari menyodorkan plastik itu.
"Barang apaan tuh La?" Tanya Arhel.
"Kepo lo" ucapku ketus.
"Yak jelaslah penasaran" ucap Arhel.
"Itu cuman pakaian Navila, sama sepatunya" ucap Jefeni dengan santainya.
"WHAT????" Arhel dan Werhan nampak syok luar biasa. Aku tahu isi otak mereka sekarang, terlalu banyak pikiran kotor dan mesumnya.
"LO ABIS NGAPAIN SAMA NAVILA?" Arhel berdiri dan mencengram kerah seragam Jefeni.
"MAKSUD LO APAAN?" Jefeni nampak bingung sekaligus tak terima dituduh oleh Arhel.
"LO UDAH BERBUAT APA SAMA DIA?" Arhel nampak benar benar emosi.
"GUE GAK APA-APAIN ANJING!!" Jefeni mendorong Arhel, hingga terjatuh.
BUG..
Suara bogeman dari Werhan untuk Jefeni.
"STOP!" Teriakku. Mereka pun berhenti saling menyerang.
"JEFENI GAK BERBUAT APA APA SAMA GUE. DIA MALAH BANTUIN GUE YANG PINGSAN DIJALAN GARA GARA NAFTA" ucapku keceplosan.
"Maksud lo La?" Arhel nampak kebingungan.
"Udahlah, gue males sama kalian. Selalu maen kekerasan kalau salah faham" ucapku lalu menarik Jefeni agar menjauh dari tempat itu.
Tujuanku adalah halaman belakang sekolah lagi, aku yakin disitu sudah aman dari Nafta. Lagi pula Nafta tak mungkin bolos pelajarankan? Diakan ada ulangan harian Fisika.
"Lo ngapain bawa gue kesini?" Tanya Jefeni.
"Ngobatin luka lo-lah" ucapku.
"Kenapa gak ke UKS aja?" tanyanya.
"Entar kalau gue bawa lo kesana, seantero sekolah bakal tahu kalau lo babak belur. Terus lo mau dibawa ke guru BK? Ditanya tanyain? Terus Arhel dan Werhan pasti keseret jugakan? Makin ribet berurusan sama mereka" ucapku panjang lebar.
"Ouh" ucapnya.
"Yaudah lo diem disini, gue mau minta perban sama es batu ke UKS" ucapku.
"Gak usah" ucapnya yang menahan tanganku agar tak pergi.
"Tapi-kan.." belum sempat bicara lagi, Jefeni sudah menarikku agar duduk disebelahnya. Ya kami duduk dikursi panjang berwarna putih yang berdebu itu.
"Udah lo temenin gue aja disini, gue males belajar" ucapnya.
Keheningan menyelimuti kami, tak ada satu pun yang berniat membuka pembicaraan. Hanya hembusan nafas yang terdengar diantara kami.
"La, lo liat deh awan putih itu" tunjuk Jefeni kearah langit.
"Ya, emang kenapa?" Tanyaku.
"Lo kaya awan putih itu, yang dikelilingi awan lainnya. Dan hidup lo itu begitu luas seperti langit biru, hingga gue bingung dimana ujungnya" ucap Jefeni.
"Ujungnya?" Tanyaku.
"Ujung dimana gue bisa terbang bersama awan indah itu. Menikmatinya dan gue bisa genggam selamanya" ucap Jefeni.
"Tapi sayang, awan itu bisa saja tertiup angin dan itu akan membuat lo sulit menggenggamnya" lanjutku dengan senyuman.
"Gak perlu gue genggam, karna gue masih bisa menikmatinya. Sama seperti awan itu, gue gak bisa meraihnya, tapi gue bisa menikmati keindahannya dari sini. Gue gak peduli bila ada yang menginginkannya selain gue. Karna bagi gue, awan itu bukan sebagai rebutan setiap orang, biarkan awan itu memilih sendiri apa yang akan dilakukannya" ucap Jefeni.
"Ya" ucapku.
"Uuh.." ringisnya yang kesakitan diarea pipi. Sontak aku ikut memegang pipi Jefeni.
Dia menatapku dengan intens, duh jantungku berpacu dengan cepat, kenapa dia menatapku seperti itu?
"Emm..Sorry" ucapku.
"Ya santai ajalah" ucap Jefeni.
"Okey" jawabku.
"Ngomong-ngomong lo suka yak diem disini?" Tanya Jefeni.
"Ya begitulah" ucapku.
"Gak nyangka, padahal tempat ini kaya horor banget" ucap Jefeni yang mulai menakutiku.
"Gak horor kok" aku membantah hal itu, karna bagiku ini adalah tempat yang paling menyenangkan untuk merilekskan otak.
"Iya seremlah, yakin lo gak takut diem sendirian disini?"ucap Jefeni.
"Apaan sih lo? Kok nakut-nakutin gue" ucapku.
"Dih dasar penakuuut.." ucap Jefeni.
"Enggak, gue gak takut" ucapku.
"Boong, keliatan kok dari muka lo" ucapnya, ya memang sejujurmya aku sungguh takut, tapi aku tak mau kelihatan menjadi cewek penakut.
"ENGGAK" ucapku.
"Navila, apaan tuh putih-putih yang ngegelantung diatas pohon?" ucap Jefeni sembari menunjuk pohon. Sontak aku terkejut lalu bersembunyi didada Jefeni.
"Tuhkan penakut" ucap Jefeni.
"Kalau gue penakut emang kenapa? Lo juga pasti pernahkan rasain takut?" ucapku.
"Iya sih, tapi gue gak sepenakut lo" ucapnya.
"Menyebalkan" ucapku.
"Emang" jawabnya.
"Terkutuklah Jefeni Collas!!" ucapku.
"Hahahahaha, gak bakal bisa lo ngutukin gue" Jefeni tertawa hingga pipinya berdenyut kesakitan.
"Hahaha, Makanya jangan ketawa berlebihan" ucap ku.
"Iyah deh" ucapnya.
*****
Semenjak hal itu, aku dan Jefeni semakin dekat. Hidupku serasa berwarna akan kehadirannya, setiap hari dia mengantar jemputku kesekolah, setiap ada jam kosong dikelasnya, dia selalu melewati area kelasku, untuk mengintip dari cela pintu atau memberikan senyuman lewat kaca.
Sungguh hari hariku benar benar terasa bahagia. Setiap kali berpapasan, aku selalu menjewer telinganya. Kami sering berbagi cerita setiap hari.
Tak ada lagi Navila Vellansa yang jutek,cuek, dan menyebalkan. Karna kini aku telah berubah, senyuman selalu menghiasi hariku. Semangatku terpancar setiap hari.
Bahkan saat Ayah dan Ibu pulang dari Bali, mereka hampir tak percaya bahwa aku ini adalah Navila. Mungkin karna sikap manis dan baikku yang berbeda dari biasanya.
Walaupun hidupku sudah cukup baik, tapi tetap saja banyak sekali masalah yang kuhadapi. Nafta, cowok itu benar benar pindah sekolah dua minggu yang lalu, sama seperti Queen yang ikut pindah.
Aku dengar Nafta dan Queen, pindah ke SMA Tirtania, sekolah yang menjadi sahabat SMA Nuvantus.
Lalu hubunganku dengan sahabat sahabatku cukup renggang. Arhel menjadi pimpinan geng NUVA menggantikan Nafta, jadi tak heran bila hidupnya semakin sibuk. Apa lagi Arhel sering babak belur berantem dengan geng-geng sekolah lain.
Werhan, entah mengapa sikap cowok itu menjadi aneh. Dia tidak semenyenangkan dulu, kini dia cenderung pendiam. Lalu Serfian? Dia menjadi atlet yang mengharumkan nama sekolah, dia semakin sibuk dengan latihan dan latihan.
Jadi tak heran bila dimeja ini hanya ada aku dan Jefeni saja. Werhan tak pernah mau bergabung dimeja kantin seperti biasanya, dia lebih sering merenung dan berdiam di perpustakaan. Arhel, selalu keruangan kosong (tempat anak-anak NUVA berkumpul) diwaktu senggangnya menjadi ketua osis dan seorang pelajar. Serfian pun tentu saja sibukkan?
"Navila, lo inget gak pertama kali gue duduk dikursi ini waktu itu?" Tanya Jefeni.
"Ingetlah, cowok sombong dan nyebelin yang beraninya nantangin Werhan" ucapku.
"Hahaha, iya bener" tawanya yang nampak bangga.
"Tapi sayang sekarang, dimeja ini cuman ada kita doang" ucapku sedih. Dulu dimeja ini diisi dengan canda tawa, tapi saat itu aku selalu cuek dan tak peduli itu semua. Dan kini, aku malah merindukan itu semua.
Sepertinya aku terlambat menyadari kebahagianku, dan mungkin memang benar bila aku ini cewek bodoh yang menyianyiakan cowok sebaik mereka.
"Hey Navila.." panggil seorang cewek, aku ingat cewek itu adalah kutu buku yang waktu itu kasih buku buat Arhel. Sungguh sekarang dia itu tak terlihat seperti kutu buku, sekarang penampilannya seperti cewek famous yang glamour.
"Ya?" Jawabku.
"Lo itu bodoh, cewek aneh yang bisa bisanya ngerusak persahabatnya sendiri. Bahkan lo sia siain cowok-cowok didepan mata lo. Lo itu jahat? Apa bodoh sih?"ucapannya membuatku terkejut. Aku dan Jefeni pun ikut berdiri.
"Maksud lo apaan?gue gak pernah ngerusak persahabatan, mereka sendiri aja yang sibuk" ucapku.
"Halah, emang gue gak tahu masalah lo sama Nafta? Hey gue itu sahabat Queen!! Gara gara perasaan lo, lo ngorbanin perasaan orang lain. Lo tuh harusnya sadar, Nafta itu buat Queen! Dan gara gara lo.. Nafta selalu membenci Queen, dan lo perlu tahu kalau Queen itu adik dari Werhan.." Dam.. gue baru tahu kalau Queen adalah adik Werhan.
"PERLU LO TAHU, KALAU GUE ITU GAK SUKA SAMA NAFTA, DAN LO HARUS TAHU KALAU GUE GAK TAHU KALAU QUEEN ADIKNYA WERHAN" ucapku kepada cewek itu.
"Masa sih lo gak tahu kehidupan sahabatnya sendiri? Gara gara lo yang nyakitin Nafta, Nafta membenci Queen, dan Queen selalu mengadu kekakaknya. Lo sadar gak sih posisi lo tuh gimana? Lo hancurin perasaan Werhan, disisi lain adiknya, dan disisi lain adalah cewek yang dia cinta!!" ucapnya.
"Kok lo bisa tahu, Werhan suka sama gue? Gue aja gak tahu" ucap ku.
"Karna gue pernah nyatain perasaan gue ke Werhan, dan lo tahu apa? Dia itu nolak gue karna mengharapkan lo" ucapnya.
"Bukannya lo itu fans-nya Arhel. Terus kenapa lo nyatain perasaan lo ke Werhan?" Tanyaku.
"Karna gue tahu, kalau Arhel suka sama lo. Semenjak itu gue berusaha suka sama cowok lain, dan gue suka sama Werhan. Dan ternyata Werhan itu suka sama lo. Bukan sama gue!!" ucapan cewek itu membuatku sadar kalau aku dicintai oleh sahabatku sendiri.
"Jadi, mereka suka sama gue?" Tanyaku.
"Ya iyalah, lo-nya aja yang gak pernah sadar" ucap cewek itu dengan pedasnya.
"Tapi kalau mereka suka sama gue, kenapa mereka jauhin gue? Kenapa mereka pergi dari gue?" Tanyaku.
"Karna mereka liat lo bahagia sama cowok ini" ucapnya sambil menunjuk Jefeni.
"Ha?" Aku nampak terkejut dengan semua ucapan cewek ini. Dia begitu nekat, dan sepertinya dia tahu semua kehidupan ku.
"Dia itu anak buah geng ALFA. Dan lo itu udah masuk jebakan dia" ucap cewek itu, yang terbukti tahu segalanya.
"Maksud lo apa? Gue emang pindahan dari Alfansa, tapi gue bukan anak geng ALFA" bantah Jefeni.
Sungguh kepalaku pusing dengan semua ini. Melihat orang orang yang mengerumuni kami pun membuatku lelah.
Aku tak peduli lagi ini semua, aku berlari keluar dari kerumunan ini dan menangis diantara lorong lorong sekolah.
*****
Mungkin Tuhan memiliki alasan dari setiap masalah yang dihadapi sekarang. Jadi bersyukurlah bila kamu mendapatkan masalah, karna masalah pasti memiliki titik terangnya, yang diujungnya terdapat kebahagiaan.
Hey guys sorry nih aku percepat alurnya, soalnya dibagian ini tuh udah biasa aja gitu, Nafta pergi gitu aja, Werhan jadi pemurung, Arhel sama Serfian lagi sibuk. Jadi yang deket sama Navila hanya Jefeni doang.
.
.
.
.
.
.
Kalau nih kalian disuruh milih antara sahabat atau pacar, kira kira milih siapa?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro