6. Masalah -Pencapaian 1160 Kata-
~Selama ribuan tahun itu, aku yakun akan menemukan dirimu. Karna waktu t'lah membawa hatimu padaku, aku kan mencintaimu ribuan tahun lagi.
*
Aku bercermin dikaca besar yang berada di toilet sekolah. Bagiku hari ini penuh dengan kejutan yang sangat luar biasa. Aku tak menyangka hal itu.
"Navila-kan?" tanya seorang gadis yang berpenampilan begitu feminim dan cantik.
"I..iya"jawabku.
"Kenalin, aku tunangan Nafta. Namaku Queen Calisva, aku kelas 10 IPA 1" ucapan cewek ini membuatku merasa sesak didada.
"Ha?bagaimana bisa Nafta gak cerita kalau sudah bertunangan?" Aku benar benar syok luar biasa.
"Aku sama Nafta dijodohin, dan keluarga Nafta membuat rencana pertunangan ini, awalnya aku sama Nafta menolak, tapi kami terpaksa demi orang tua kami. Nafta bilang kalau aku tidak boleh bercerita kepada siapapun kalau aku dan Nafta sudah bertunangan. Dia takut gelar play boy di sekolah tercoret gara gara aku" ucap gadis itu.
"Gue masih bingung dengan semua ini" aku pun keluar dari toilet lalu menuju perpustakaan, sebenarnya aku ingin menanyakan langsung hal tadi ke Nafta, tapi sekarang ini perasaan Werhan lebih penting dari perasaanku.
Aku melihat Werhan yang tengah bersandar ditembok sembari duduk disalah satu kursi panjang diperpustakaan itu.
Matanya terpejam, tapi aku yakin ia tidak tidur. Karna aku tahu otaknya tengah terisi oleh masalah.
Aku pun berjalan perlahan kearahnya, mengelus rambut hitamnya. Ia langsung membuka mata dan menatap kearahku.
"Navila, ngapain lo disini?" tanyanya.
"Ya nemuin lo lah, ngapain lagi emangnya?" aku tersenyum kepadanya.
"Ngapain nemuin gue?"tanyanya.
"Emang gak boleh?"aku bertanya balik.
"Navila, gue lagi gak mood bercanda" ucapnya.
"Iyah deh gak bercanda. Emm.. Werhan, lo gak seharusnya marah dengan Arhel. Lo harus tahu kenapa dia pengen Jefeni masuk kelompok kita" ucapku.
"Emang apa alasan dia? Arhel itu bukan ketua kelompok kita. Kita itu sobat bukan geng geng-an" ucap Werhan.
"Setiap kali Arhel liat Jefeni, dia merasa melihat dirinya sendiri. Dan mungkin sikap Jefeni sekarang itu, seperti Arhel diwaktu dulu, lo gak usah khawatir soal Jefeni, gue yakin dia baik" ucapku.
"Tapi La, Arhel itu sok meraja. Dan ditambah lagi satu model Arhel ? Apa jadinya nasib persahabatan kita?" ucap Werhan.
"Sahabat itu gak ada kata egois, dan gue yakin Arhel maupun Jefeni bisa membuat hari hari kita lebih baik"jawabku.
"Oke, demi lo gue bakal tetep bertahan" ucap Werhan.
"Gitu dong jenius, tersenyum" aku memuji senyuman Werhan. Werhan memang manis bila tersenyum.
"Hahaha, ngomong-ngomong lo udah gantiin skate si bego Serfian?" Tanya Werhan.
"Entar gue sama Nafta mau pergi beli skate kok" ucapku.
"Gue gak diajak nih?" tanya Werhan.
"Gak ah, kan udah kemarin kita berdua ketoko buku" ucapku.
"Iye sih, yaudah hati hati dijalannya. Jangan lupa bernafas yak.." ucap Werhan yang membuatku tertawa.
"Udah lama gak liat lo ketawa kaya gini Nav" lanjut Werhan.
"Mungkin tawaku akan berakhir seiring bel yang berbunyi" ucapku.
Kami pun berjalan menuju kelas kami.
*****
-
to: Nafta
Nafta, bisa gak hari ini lo temenin gue ke toko peralatan olahraga? Gue mau beliin skate yang baru buat Serfian.
-bisa kok Naf, entar gue jemput lo dirumah jam 7.
Itu isi pesan singkatku kepada Nafta. Dan sekarang ini aku tengah berdiri dihalte menunggu bis. Teman temanku tengah sibuk hari ini.
Werhan tengah mengikuti tambahan belajar untuk lomba cerdas cermatnya. Lalu Arhel sibuk dengan Organisasi Siswa, katanya dia akan membuat ulang data calon calon peserta lomba debat.
Serfian? dia ada acara balapan, jadi dia pulang duluan. Nafta? Dia menghilang setelah bel pulang berbunyi. Apa mungkin dia mengantarkan tunangannya pulang?
Motor ninja berwarna hitam berhenti tepat dihadapanku. Cowok itu membuka helm-nya dan menatapku.
"Lo anak Nuvantus?"ucap cowok itu.
"Iyah" jawabku dengan wajah datar.
"Nama lo Navila Vellansa-kan?" Tanya cowok itu lagi.
"Ya" jawabku.
"Hati hati yak, banyak yang mengincar lo" ucapnya lalu berlalu pergi.
"Ha????" Apa maksud cowok itu?aneh sekali. Ah sudah lupakan..
*****
Waktu berlalu dengan cepat rupanya. Aku pun sudah bersiap untuk pergi dengan Nafta. Aku menggunakan kaos putih polos dengan jaket jeans, lalu memakai celana jeans hitam, tak lupa sepatu berwarna putih.
TIN..TIN..
Suara klakson mobil terdengar didepan rumahku. Ibuku yang membukakan pintunya.
"Assalamu'alaikum Ibu Navila" ucap Nafta.
"Siapa ya?" Ibu langsung to the point tanpa membalas ucapan salam Nafta.
"Saya Nafta, teman satu sekolah Navila" jawab Nafta.
Aku turun ke lantai bawah. Melihat Ayah, Adik, Ibu, dan Nafta.
"Ini teman kamu La?" tanya Ibu.
"Ya bu" ucapku.
"Kalian mau kemana?"tanya Ayah.
"Saya mau mengajak Navila ke toko olahraga, untuk membeli skatebord" ucap Nafta.
"Ooh, pulang jam berapa?" tanya Ayah.
"Mungkin jam 9 Om" ucap Nafta.
"Kakak, dia pacar kakak ya?" tanya adikku. Membuat semua menoleh kearahku.
"Bukan, dia teman kakak" ucapku.
"Benarkan kalian gak pacaran?" Ibu mulai introgasi.
"Enggak kok Ibu Navila, kami bersahabat saja" ucap Nafta.
"Baguslah, karna saya belum mengizinkan Navila berpacaran" Damm.. ucapan Ibu seperti belatih dihatiku.
"Yasudah Om-Tante, adik Navila. Kami pamit pergi dulu ya. Assalamu'alaikum.." ucap Nafta
"Waalaikum'salam"
*****
Aku benar benar merasa gugup berada satu mobil dalam keheningan bersama cowok bernama Nafta ini.
"Lo gak bakal ngomong La?"tanya Nafta.
"Emm, sebenernya gue mau ngomong serius, tapi gue gak mau lo jadi gak fokus berkendara" ucapku, lalu Nafta menepi dan menghentikan kendaraannya.
"Omongin aja sekarang" ucapnya.
"Tapikan kita harus pergi ke toko peralatan olahraga " ucapku.
"Beli secara online juga bisakan? Gue tahu lo mau ngomong sesuatu sama gue, makanya lo ngajak gue ketoko olahraga" ucapan Nafta sungguh menjebakku.
"Emm.. Nafta, apa lo udah tunangan?" pertanyaanku sukses membuat Nafta menegang seketika.
"Ma..maksud lo apaan La?" Tanyanya dengan gugup.
"Jujur aja Naf, gak apa apa kok" ucapku.
"Lo tahukan Navila, gue selama ini dicap play boy di Nuvantus. Tapi semenjak gue kenal sama lo, gue gak pernah nyakitin satu cewek pun. Entah perasaan apa yang ada didalam hati gue, tapi setiap gue lihat lo gue selalu senang, gue fikir itu perasaan biasa, tapi kelamaan gue jadi gak mau kehilangan lo. Gue berusaha menghilangkan rasa egois, dan sejujurnya gue benci semua cowok yang ada disekeliling lo selain gue. Tapi dengan melihat lo bahagia, gue pun ikut bahagia" ucap Nafta. Sejujurnya aku bingung, dia tadi baru saja menyatakan perasaannya atau tidak?
"Terus kenapa lo gak cerita ke gue soal Queen Caliva?" tanyaku dengan air mata yang mulai menetes, sakit didadaku tiba tiba. Entah apa yang kurasakan sekarang ini, tapi mengapa menyakitkan.
"Gue sama dia dijodohin. Dan gue belum sanggup cerita ini sama lo. Tapi jujur Navila, gue lebih sayang sama lo dari pada ke Queen" ucapnya.
"Lo bohong Naf.. lo tuh masih sama suka nyakitin perasaan orang lain" ucapku dengan air mata.
"La, gue minta maaf. Gue tahu gue salah nyembunyiin ini semua dari lo. Gue minta maaf" ucap Nafta.
"Gue kecewa sama lo Naf, gue benci sama lo" ucapku dengan tangisan.
"Navila, lo marah sama gue gara gara gue yang nyembunyiin status gue sama Queen, atau lo itu suka sama gue? Dan lo gak mau gue sama Queen?"ucapan Nafta semakin membuatku bingung dan tak mampu ku jawab.
"Jawab Navila! Jawab.." Nafta mengoyang goyangkan tubuhku.
Aku menekan tombol pembuka kunci pintu mobil. Lalu aku membuka pintu dan berlari keluar dari mobil.
"Navila, lo mau kemana?" teriakan tak ku hiraukan.
*****
Cinta itu tidak pernah salah, namun waktu dan siapa yang dicintailah yang sering salah. Waktu yang disia siakan akan membuat penyesalan, ketika orang yang dicinta pergi meninggalkan.
Duh kasian banget Navila, punya sahabat yang merahasiakan hal besarnya?? Berasa orang bodoh yang gak tau apa apa soal sahabatnya sendiri.
Btw, Navila itu sebenernya kecewa sama sikap Nafta, atau karna Navila itu cemburu???
Duh bikin greget deh aku yang nulisnya....
LANJUT ATAU TIDAK???
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro