28. Radio -Pencapaian 1078 Kata-
Aku yang lemah tanpamu.
Aku yang rentan karena cinta yang t'lah hilang darimu, yang mampu menyanjungku.
Selama mata terbuka, sampai jantung tak berdetak, selama itu pun aku mampu tuk mengenangmu. Darimu, kutemukan hidupku. Bagiku engkaulah cinta sejati.
Bila yang tertulis untukku adalah yang terbaik untukmu kan ku jadikan kau kenangan yang terindah dalam hidupku.
Namun takan mudah bagiku meninggalkan jejak hidupmu, yang t'lah terukir abadi sebagai kenangan yang terindah.
Lagu berjudul kenangan terindah mengalun dari ponselku, aku pun baru tersadar bila tertidur diranjang Jefeni.
Lagu itu pertanda bila panggilan masuk sudah beberapa kali tak terjawab.
Akhirnya aku memasukan buku itu kedalam ranselku, lalu berjalan menuju lemari besar milik Jefeni.
Aku mencari kaos hitam bergambar tengkorak milik Jefeni, aku ingin memilikinya dan aku mencium harum parfumnya.
Aku kembali mengingat kali pertama Jefeni membuatku terpesona dengan kaos ini.
"Jef, kenapa lo tinggalin gue?" tanyaku sembari menangis.
Setelah itu aku kembali memasukan barang milik Jefeni kedalam ransel.
Aku berjalan menuruni tangga, dan menatap sebuah seragam putih abu yang tergantung di ruang penyimpanan baju.
Mungkin aku akan membawanya juga, itu adalah kenangan, maka tak heran bila aku tak rela bila barang yang pernah ku lihat bersama Jefeni akan disumbangkan.
*****
Satu tahun telah berlalu, kini aku telah lulus SMA Nuvantus. Aku pun masih sering datang kemakam Jefeni, untuk mendoakan serta memberinya mawar putih.
Hidupku sama sekali tidak ada perubahan, semuanya monoton, dan aku benci hal itu.
Setiap hari, air mataku selalu turun untuk menangisi masa lalu. Bahkan perlahan semuanya mulai pergi dariku.
Werhan kembali ke Amerika, Nafta pun tak pernah menghubungiku, Serfian mulai berpacaran dengan Megan, sedangkan Arhel mulai merintis karir menjadi musisi.
Semua berjalan sendiri-sendiri, tanpa ada yang menarik dan menghibur diri.
Seperti saat ini, aku tengah merenung di salah satu Caffe yang sepi pengunjung.
'Sampai kapan, aku seperti ini? Aku lelah menutup hati, tapi aku takut bila berjalan sendiri. Apa yang harus aku lakukan?' batinku bertanya-tanya.
Lalu aku mendengar sebuah lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi diradio. Lagu itu membuatku sedikit hanyut dengan syairnya.
Bersamamu aku merasakan seperti orang yang paling istimewa.
Bersamamu aku merasakan seperti bintang-bintang yang selalu bersinar.
Aku bahagia..
Bersamamu aku merasakan kedamaian yang tiada terkira.
Bersamamu aku merasakan seperti matahari yang selalu menyinari.
Aku bahagia..
Bagiku hanya kau yang terindah diantara bunga-bunga itu.
Bagiku hanya kaulah segalanya.
Bersamamu aku bagai langit yang s'lalu menaungi hatimu.
Bersamamu aku seperti pelangi yang menghiasi duniamu.
Aku bahagia..
Bersamamu aku merasakan bahagia yang sesungguhnya.
Bersamamu disisa hidupku.
Tiba-tiba aku teringat suatu hal, ini adalah syair lagu yang dibuat Arhel untuku saat aku duduk dikelas 10. Ini adalah syair yang dibuatnya sebagai tanda persahabatannya.
"Wah Arhel, nih lagu pertamamu bagus banget.." ucap penyiar radio.
"Ini tuh lagu paling bagus yang pernah gue buat" terdengar suara Arhel diradio itu.
"Memang buat siapa sih lagu ini?" tanya si penyiar radio.
"Ini buat seorang cewek, yang pernah gue bully dimasa SMA. Cewek itu begitu spesial dan mampu membuat hidup gue berwarna" Arhel menjawab pertanyaan penyiar.
"Wah jadi lo suka nge-bully? terus cewek itu apa kabarnya Hel?" si penyiar kaya yang kepo banget.
"Iya gue suka ngebully, tapi semenjak gue kenal cewek itu, gua gak pernah sekali pun ngebully orang lagi. Untuk sekarang, gue gak tahu keadaan dia, dan gua gak tahu dia dimana" Arhel menjawabnya dengan nada sendu.
"Kenapa lo gak datengin rumahnya?" tanya si penyiar lagi.
"Gue udah kesana, tapi orang tuanya sudah pindah ke Bali, sedangkan dia ngekost di daerah Bandung, namun dia memutus kontak dengan semua teman lamanya. Bahkan sepupunya saja tidak tahu dia dimana" apa Arhel mencariku?
"Yaampun kasihan banget, terus kalau nih yak, dia denger siaran ini. Lo mau bilang apa sama dia?" tanya si penyiar.
"Gua mau bilang, dimana pun lo berada, gue mau ketemu sama lo. Gue mau bicara sama lo, gue harap lo bisa hidup sama gua. Lupain masa lalu lo, jalani masa depan sama gue.." Arhel nampak tulus.
"Apa lo yakin cewek itu bakal dengerin radio?" tanya si penyiar.
"Gua yakin itu, karna cewek itu sangat suka dengerin radio sambil melukis atau nulis novelnya. Bahkan karna dialah, gue pengen jadi musisi yang bisa mewarnai harinya dengan suara gua. Gua bakal tunggul lo Ila..." Arhel menyebut namaku.
Setelah mendengar ucapan itu, aku langsung berlari keluar Caffe menuju radio itu. Dengan terburu-buru aku menaiki angkutan umum.
Aku berharap bila Arhel masih disana, dan menungguku. Aku ingin bertemu denganya sekarang.
15 menit kemudian aku sudah sampai di radio terbaik di Bandung. Aku berusaha mencari Arhel, namun ternyata banyak sekali kerumunan orang-orang yang kuyakini adalah fans Arhel.
"Arhel..." teriaku saat Arhel keluar.
Namun aku terjatuh, karna banyak sekali fans Arhel yang berusaha mengejarnya.
Lututku terluka, aku yakin tak bisa bertemu dengannya. Akhirnya aku berteriak sekali lagi dengan suara yang lebih keras.
"ARHEL MERDIARS, GUE NAVILA VELLANSA!!!" teriakku, aku yakin tidak akan terdengar.
Aku pun menundukan kepala dengan sedih, air mataku menetes ditanah ini.
Aku gagal, aku terlambat, aku pecundang yang bodoh. Ah sialnya...
"Perlu bantuan?" suara berat itu datang untukku?
Aku menatap keatas, dan mendapati sosok Arhel yang berdiri dengan kokohnya.
"Arhel, lo bisa denger suara gua?" pertanyaan bodoh yang gua ucapin.
"Suara kuntilanak nangis aja bisa kedengeran, apa lagi lo La?" Arhel menggendongku ala bridal style.
Semua tatapan pun tertuju pada kami berdua, ini adalah hal paling memalukan.
"Hel turunin gue" titahku.
"Gak" Arhel membawaku kemobil sport hitamnya.
Dia menurunkanku di bangku depan, dan dia yang menyetir mobilnya.
"La,lo dengerin radio yak?" tanya Arhel.
"Iya, gue gak nyangka lo udah jadi penyanyi..." senyumku senang.
"Sekarang lo kuliah apa kerja La?" tanya Arhel.
"Gue kuliah di Universitas Pendidikan Indonesia, dan bekerja sebagai asisten dosen" jawabku.
"Ooh, ambil fakultas apa?" tanya Arhel.
"Sosiologi" jawabku lagi.
"Wah, gue kira lo ambil sastra atau seni" Arhel nampak tersenyum.
"Lo sendiri kerja atau kuliah?" Kini giliran aku yang bertanya pada Arhel.
"Kerja, sambil kuliah. Gue kerja jadi penyanyi, dan kuliah di ITB" Arhel tersenyum tulus.
"Ooh, baguslah" ucapku.
"La, gue kangen sama lo.." Arhel menatapku sekilas, lalu kembali fokus kejalanan.
"Gue juga" aku menjawab dengan spontan.
Dia tertawa dengan renyahnya, hingga detak jantungku berpacu begitu cepat.
"Kenapa ketawa?" tanyaku.
"Baru kali ini, gue denger lo ungkapin perasaan lo, gue seneng ada kemajuan" ucapnya.
"Maaf kalau kemajuannya agak terlambat" gumamku.
"Gak apa-apa, lagian hal sekecil apa pun buat gue seneng kok" dia kembali tersenyum.
Tak beberapa lama, mobil sport hitam Arhel berhenti ditepi jalanan yang sepi.
"Kenapa berhenti?" tanyaku.
"Gue mau ajak lo kesuatu tempat" Arhel turun dari mobil, lalu berjalan menuju pintu penumpang, membukakanya untukku.
Arhel membawaku ketepi danau yang indah, disana ia memintaku menunggu sembari duduk ditepi danaunya.
Tak beberapa lama ia membawa setangkai mawar putih, ia menatapku dengan raut wajah tegang.
"La, ditempat indah ini gua pengen ungkapin perasaan gua" dimenatap dengan senyuman.
"Hem" aku tersenyum menunggu apa yang ia ingin ucapkan.
"Gue pengen ngelamar lo La. Disini gua udah bawa setangkai mawar putih sama cincin buat lo. Kalau lo mau nerima lamaran gua, lo ambil bunga sama cincin ini. Tapi kalau lo nolak atau belum siap, lo bisa buang bunga mawar ini ke danau" aku terkejut mendengar ungkapanya itu, aku kira ia mengajakku pacaran tapi ternyata dia melamarku?
Aku harus jawab apa? Aku tahu bila Arhel selalu mencariku, bahkan ia mengikuti kemakam Jefeni setiap hari.
Aku mengambil setangkai bunga mawar putih di tanganya, lalu ku hirup aromanya dan menjawab dengan lantang "Aku mau.. "
"Hah? Serius?" Arhel nampak tak percaya, namun di detik berikutnya ia menggendongku dan berputar-putar.
......TAMAT.....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro