27. Album Kenangan -Pencapain 1074 Kata-
Sudah seminggu ini, aku merasa hampa dan sedih. Setiap hari aku kesekolah bersama Megan, dan sesudah pulang aku mampir untuk membeli setangkai bunga mawar putih di pinggiran kota, lalu pergi kemakam Jefeni untuk menaruh bunga itu sekaligus mendoakannya.
Setelah dari sana, aku berkunjung ke caffe yang berada dipusat kota, untuk merenung dan menulis buku harian.
Dan setiap pukul 7 malam, aku baru pulang dengan mengendari ojeg online. Aku sengaja melewatkan makan malam bersama, karna aku tidak mau berbicara dengan keluargaku.
Aku hanya bicara, ketika hal mendesak saja. Selain dari itu, aku hanya mengabaikannya.
Dikasur empuk ini, aku biasa menangis hingga pagi. Maka tak heran bila mataku seperti mata panda.
PR-ku sudah dikerjakan di Caffe, dan jika aku lupa mengerjakan, pastilah Megan yang mengisinya.
Dia begitu baik dan pengertian, walau tak bisa ku pungkiri suara toa-nya begitu mengguncang dunia.
"La, lo kemakam Jefeni lagi?" tanya Megan yang datang kekamarku.
"Iya" jawabku tanpa melihat wajahnya.
"La, gue mau kasih ini. Tadi mamahnya Jefeni datang sama papahnya" Megan memberikanku amplop putih, dan didalamnya terdapat selembar surat dan kunci.
Aku pun mulai membaca surat itu dengan baik dan benar, memperhatikan kata demi katanya.
'Dear Navila Vellansa, ini Mom-nya Jefeni. Mom ingin meminta maaf sama kamu secara langsung sebenarnya, namun Mom menunggu lama disini, akhirnya Mom harus menulis surat ini. Mom begitu menyesal dengan tingkah Mom di rumah sakit tempo hari. Ternyata Mom salah mengenai kamu, kamu anak yang baik dan apa adanya, bahkan hal itulah yang membuat putra Mom, menyukaimu. Sekali lagi Mom minta maaf.
Mom dan Dad, juga ingin memberikan kunci rumah kami kepadamu. Mom dan Dad akan kembali ke Amerika malam ini, lalu rumah kami di Bandung akan dijual kepada rekan kerja Dad. Bi Mimin pun sudah kembali ke kampung.
Mom dan Dad sengaja memberikanmu kunci rumah itu, siapa tahu kamu ingin melihat kenangan masa lalu bersama Jefeni dirumah itu. Karna kata Bi Mimin, kamu pernah berkunjung kesana.
Dua minggu lagi, rumah itu akan dijual, jadi selagi ada waktu kamu bisa berkunjung untuk terakhir kalinya.
Barang-barang kami pun masih ada disana. Seminggu lagi Uncle Rody akan membereskanya, Mom harap kamu bisa memiliki sebagian barang Jefeni, sebelum di sumbangkan ke panti asuhan.
Salam hangat
Mom-Dad
Itulah isi surat yang ditulis oleh Ibu Jefeni. Aku pun tak sanggup untuk berhenti menangis. Mengapa mereka begitu tega dengan menjual rumah Jefeni?
"Besokan libur La, mau gue temenin lo kesana?" tanya Megan.
"Gak usah, biar gue sendiri aja kesana" ucapku dengan tersenyum getir.
*****
Pagi ini hujan sudah rintik-rintik membasahi tanah pasundan, namun itu bukanlah suatu penghalang bagiku untuk menuju rumah Jefeni.
Aku ingin ketempat itu, rumah yang menjadi tempatnya berteduh dari panas dan hujan dibumi.
Dengan mengendarai taksi online, aku sudah sampai dirumah megah milik keluarga Collas.
Aku membuka pintu megah itu, dengan satu kunci yang diberikan Mom Jefeni.
Aku menyalakan saklar lampu, dan terlihat jelas ruang tamu yang sunyi.
Sofa-sofa ditutupi kain putih, televisi, meja dan lemari pun ditutupi kain putih.
Memang agak terkesan horor, tapi bagiku ini adalah kenangan, bahkan aku dapat melihat bayangan masa lalu disini.
Aku teringat saat Jefeni memakaikanku sepatu miliknya, dan saat itu ia mengomel dengan tingkahku yang terus saja berbicara dengan Bi Mimin.
Sepatu itu, masih ada padaku. Aku belum mengembalikanya sampe sekarang, karna itu adalah kenangan untuku.
Setelah itu aku berjalan menuju area dapur, kenangan masa lalu kembali hadir.
Ditempat ini, aku dipergoki olehnya yang tengah mencuci mangkok bubur.
Sebening air mata jatuh di pipiku, disaat itu aku belum tahu bila akan mencintai orang sepertinya, namun sekarang? aku kehilanganya.
Aku kembali berjalan menuju lantai atas, tepat kamar Jefeni Collas. Saat aku membuka pintu kamarnya, suasananya seperti masih sama.
Tak ada yang berubah sedikit pun, rentetan poster dan bola telihat jelas didalam ruangan itu.
Bahkan aku masih bisa mencium harum parfumnya, begitu menyejukan dan memabukanku.
"Jefeni.." panggilku, berharap ada jawaban.
Aku berjalan menuju rak-rak buku didekat dinding, rentetan buku pelajaran, menyatu dengan komik dan novel.
Lalu mataku tertuju pada buku besar bertuliskan album foto. Aku pun meraihnya dan melihat isi dari album foto itu.
Disana terdapat foto Jefeni saat baru lahir dan digendong Ibu-nya, dan dibelakangnya tertuliskan tanggal lahirnya 23 Januari.
Kemudian difoto berikutnya Jefeni tengah tertawa sembari memainkan mobil-mobilan. Aku yakin usianya baru setahun.
Lembar berikutnya terdapat foto Jefeni yang mulai belajar merangkak, dan makan bubur bersama Bi Mimin.
Lucu sekali wajahnya, benar-benar menggemaskan. Lalu lembar dan lembar berikutnya berisikan foto Jefeni dari masa ke masa.
Foto Jefeni masih duduk dibangku sekolah dasar pun ada, dia tengah tersenyum dengan gagah seolah-olah bangga mengenakan seragam itu.
Lalu ada juga foto Jefeni yang menggunakan kaca mata hitam, dan berseragam SMP. Wajahnya terlihat manis dan imut.
Kemudian ada foto Jefeni bersama geng ALFA, yang tengah duduk bersama sembari memakai jaket kecokelatan.
Jefeni duduk didekat Demian, tatapan mereka sama-sama bengis. Entah apa yang terjadi dengan Jefeni, karna wajahnya berbeda dengan yang ada di foto ini.
Dilembar terakhir, ada fotoku bersama Jefeni? Fotoku yang tengah demam diranjangnya? Dia pun nampak tersenyum difoto itu.
Kenapa waktu itu aku tidak sadar yak? Tapi wajahku terlihat lucu juga kalau lagi tertidur.
Setelah melihat album foto itu, aku memutuskan untuk memasukanya kedalam tas ranselku.
Namun saat akan memasukan album itu ke ransel, album foto itu terjatuh dan saat akan meraihnya, kakiku merasa ada sesuatu dibawah ranjang.
Aku pun penasaran dan berjongkok untuk memastikanya. Ternyata terdapat buku novel.
Itu adalah novel yang ku pilih di toko buku tempo hari. Apa mungkin saat terjatuh, aku menjatuhkan novel itu dan dibeli oleh Jefeni?
'I LOVE YOU' adalah judul novel itu, aku masih ingat sinopsis buku ini. Buku ini bercerita mengenai seorang wanita yang ditinggal mati kekasihnya, sebelum si pria mengungkapkan perasaanya.
Sekarang kisah di novel itu terasa nyata didalam hidupku. Belum ku baca, tapi sudah ku tahu rasanya ditinggalkan.
Lembar demi lembar buku ini begitu bagus hingga aku larut dalam kata-katanya. Dan diakhir cerita terdapat kertas yang sengaja diselipkan disana.
'Buku ini bagus dan aku suka endingnya. Aku tidak menyangka pilihan gadis itu bagus. Seandainya aku menjadi tokoh pria di cerita ini, aku akan sangat bahagia dicintai oleh gadis yang tulus. Tapi sayangnya aku bukanlah pria romantis dan puitis, aku hanyalah bajingan yang sedang iseng membaca novel pilihan seorang gadis yang terjatuh di toko buku. Gadis itu menyebalkan, tidak tahu terimakasih padahal sudah ku tolong'
Itulah isi kertas itu, aku yakin Jefeni yang menulisnya. Karna dialah cowok yang memergokiku terjatuh ditoko buku.
*****
Aku lemah tanpamu
Aku hampa tanpamu
Aku mati tanpamu.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro