Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

16. Cemburu -Pencapaian 1177 kata-

Aku terdiam menatap kepergian Delinma, aku merasa seperti pelakor yang menghancurkan kehidupan Jefeni dan dia.

Tapi ini semua tidak akan terjadi bila Jefeni tidak pindah kesekolahku, dan dia tidak mendekatiku???

"Kak" panggil Saki kepadaku.

"Ya?"

"Kakak baik baik saja?" tanya Saki.

"Aku baik dek" jawabku.

"Maafin tingkah Delinma, dia itu terlalu dimanjakan oleh keluarganya. Dan apa yang dia mau haruslah di miliki. Itulah hal yang paling gue benci dari dia" ucap Jefeni.

"Oouh" jawabku.

"Hemat amat jawabnya"

"Terus mau bilang apa?" Tanyaku

"Apakek yang penting panjang" Jefeni tuh aneh, jawab pendek disebut hemat, jawab panjang entar disebut bawel. Maunya apaan sih yak???

"Panjangin aja sendiri, biar kaya kereta api" ucapku.

"Ngelawak?"tanyanya.

"Enggak" jawabku.

"Pantes gak lucu"

"Mau yang lucu?"tawarku.

"Apa?"tanya Jefeni.

"Ini baru lucu" aku menjewer telinga Jefeni hingga dia kegaduhan.

"Gak...gak lucu..." rengeknya seperti anjing yang tak berdosa.

Sakila yang melihatpun tertawa, dan jelas itu sangat lucu. Apa lagi melihat wajah Jefeni yang memelas seperti itu. Rasanya lucu sekali..

"Tuh liat, Saki aja ketawa" ucapku.

"Jadi menurut lo itu lucu?"tanyanya.

"Iyahlah pasti"jawabku dengan mantap.

"Hufft, menyebalkan"

"Kak.." panggil Saki.

"Apa?" Tanyaku.

"Iqbal nungguin aku didepan rumah sakit" ucap Saki.

"Jadi kamu mau pulang sama dia?"tanyaku.

"Iyalah kak" Saki nampak kegirangan bila dijemput oleh Iqbal, kadang aku bingung kenapa cowok kuliahan bernama Iqbal itu suka sama adik aku yang jelas jelas masih SMP kelas 2.

"Yaudah hati hati" ucapku.

"Okey siap kak" Sakila memeluk tubuhku dengan erat sekali, setelah aku kehabisan nafas barulah ia lepaskan pelukannya. "Aku pamit dulu ya Kak Jefeni, lekas sembuh" lanjutnya lalu pergi keluar.

"Iya, pergi saja jangan ganggu kami lagi" ucap Jefeni sembari cekikikan.

*****

Bila waktu bisa berhenti, aku ingin menjadi manusia yang paling bersyukur untuk hari ini.

Karna hari ini, aku bisa puas bercanda gurau dengan cowok aneh ini. Walau keadaannya sekarang tidak sebaik hari kemarin, tapi setidaknya hari ini aku bisa menikmati sore bersama dia.

Aku mengajak Jefeni untuk berkeliling area rumah sakit dengan kursi roda, karna tubuhnya belum terlalu kuat untuk menopang bebannya sendiri.

"La.." ucap Jefeni

"Apa Jef?"tanyaku.

"Makasih buat hari ini" ucapan Jefeni membuatku tersenyum bahagia.

"Sama sama"

"La, maafin gue.." ucap Jefeni.

"Maaf buat apa?"tanyaku.

"Untuk semua hal yang telah gue lakuin ke lo" Jefeni menatapku dengan tatapan yang dalam.

"Udah gue maafin kok" ucapku.

"Gue emang pengecut, gak berani lawan Demian dan kabur dari lo saat ada salah paham. Gue itu bodoh, bejad, bego.." ucap Jefeni dengan tatapan pilu.

"Stop Jef, lo gak kaya gitu" ucapku.

"Tapi buktinya gue mainin perasaan lo lagi" ucap Jefeni.

"Maksudnya?" Aku bingung.

"Gue mau lo gak usah deket deket sama gue. Gue mau lo pergi dari gue, dan jangan pernah anggap gue lagi. Anggap aja gak pernah kenal, dan tak pernah terjadi apa apa diantara kita" ungkapan Jefeni membuatku sesak seketika, apa maksudnya? Seharian ini sudah bahagia bercanda gurau, dan kini dia malah berbicara seperti itu? Sungguh menyakitkan bukan? Melebihi sengatan tawon.

"Jef, ini termasuk kedalam candaan lo kan? Tapi jujur, kalau lelucon kali ini benar benar gak lucu" aku masih tak percaya dan berusaha mencari tahu dari mimik muka dan tatapannya, aku berharap mendapati kebohongan atau wajah konyol yang berhasil menipuku. Tapi nyatanya nihil? Dia malah menunjukan wajah serius.

"Ini serius, bukan lelucon" ucapnya yang sukses membuatku meneteskan air mata.

"Tapi kenapa?"tanyaku.

"Apa susahnya menuruti kemauan gua? Please Ila, menjauh dari gua!!" Aku tidak mengerti kenapa dia bersikap seperti ini.

"Tapi gue butuh penjelasan" ucapku.

"Gak cukupkah penjelasan tadi?" Tanya Jefeni.

"Gak akan pernah cukup, dan gue gak mau ini berakhir" ucapku.

"Tapikan gue yang memulai, dan hari ini gue yang mengakhiri" Jefeni berbalik dan berusaha mendorong kursi rodanya sendiri.

"Apa setiap cewek harus bernasib seperti ini? Setelah didekati malah dicampakan?"aku bertanya.

"Hanya cewek bodoh, yang mau memilih cowok bejad" ucap Jefeni sembari berlalu pergi menghilang dibalik lorong.

*****

Setelah kejadian itu, hidupku kembali buruk. Tak ada lagi Ila yang ramah dan selalu menebarkan senyum kemana mana. Aku merasa bila Tuhan mentakdirkan hidup yang ku jalani ini suram.

Sempat berwarna,namun kini hanya tinggal kehampaan. Bahkan tak ada warna warni sedikit mencerahi hariku.

Jefeni Collas, hampir setiap hari berpapasan dilorong sekolah atau parkiran, kantin dan perpustakaan. Tapi menyebalkannya diantara kami tak ada yang mau memulai pembicaraan atau sekedar menyapa.

Benar saja, kalau kita akan hidup berdampingan namun tidak saling berkomunikasi, seperti orang yang tidak mengenal satu sama lainnya.

"Eh La, ngapain bengong disitu?" Tanya Serfian, yang lagi lagi mendapatiku melamun di pinggir lapangan basket.

"Gak kok, gue gak bengong" lagi dan lagi, aku dusta.

Selama dua minggu terakhir ini aku terus menerus memohon serta mengemis ke si bego Serfian. Dia benar benar keras kepala, dan bertekad untuk ikut lomba olahraga antar sekolah.

Aku takut bila Demian berniat melawan pertandingan antar sekolah dengan cara curang.

"La, gue tahu lo cemas dan khawatir sama gue. Tapi sorry, gue gak bisa menghindar dari pertandingan. Lo tahu kan mimpi terbesar gue itu apaan?" Serfian duduk dipinggiran lapang.

"Mimpi terbesar lo menjadi Atlet, dan bagi lo itu lebih dari segalanya" ucapku, lalu berjalan pergi dari lapangan basket.

Untuk kesekian kalinya, susah membujuk si bego itu. Aku benar tak percaya bila dia itu sangat keras kepala.

Sebening air, jatuh dari mataku. Aku benar benar lelah dengan tekad Serfian. Seandainya dia bukan sahabatku, mungkin aku akan membiarkannya bertanding dengan Demian.

Bruk...

Sepertinya aku menabrak manusia, karna dengan bodohnya kubiarkan poni panjangku menghalangi pandanganku.

"Ila.." suara itu adalah suara Arhel, si ketua osis sekaligus ketua geng NUVA.

"Hel..." gumamku.

"Lo nangis?" tanya Arhel.

"Enggak" dustaku.

"Ila, gak usah nipu gue. Gue hafal kelakuan lo" ucap Arhel.

"Gue gak nangis, ini tuh cuman perih doang" ucapku semeyakinkan mungkin.

"Terus aja dusta, ampe dosa lo banyak di Bank" Arhel selalu tahu apa yang terjadi denganku.

"Udah ah, gue mau balik" ucapku sembari berjalan pergi dari hadapan Arhel.

"Kebiasaan lo, maen kabur kalau ada masalah" teriak Arhel.

"Bodo Amat..." aku mempercepat langkah kakiku hingga diujung lorong sekolah, aku melihat Sheila si gadis famous yang terkenal karna sensasi serta kecantikannya.

Aku melihat dia tengah menarik tangan Jefeni berulang kali. Well, Sheila itu teman sekelas Jefeni, dan tingkahnya terlalu genit menurutku.

Entah mengapa, hawa panas terasa jelas diraut wajahku. Tanganku mengepal, seakan ingin menonjok cewek itu.

Tapi otakku masih bisa berfikir jernih, aku sadar bila aku bukan siapa siapa dan tak pantas bagi Jefeni. Aku berniat berbalik arah agar tak bertemu mereka.

Namun hatiku berkata untuk terus berjalan, akhirnya aku berjalan perlahan kearah mereka.

Semakin aku berjalan mendekat, semakin jelas apa yang terjadi. Yang terjadi adalah Sheila menarik narik tangan Jefeni agar bisa diantarkan pulang.

Tapi Jefeni nampak tak menggubris ajakan Sheila, dengan santai kedua tangannya dimasukan kesaku jaketnya.

Kini jarakku dengan mereka tidak terlalu jauh, tapi aku sengaja berdiri tanpa berniat untuk maju.

Aku masih mengamati Sheila yang mulai kelelahan diacuhkan oleh Jefeni. Akhirnya Sheila pun menghentakan kakinya dan berjalan meninggalkan Jefeni.

Aku merasa senang dan puas sekali melihat pemandangan itu. Tanpa ku sadari mata itu menatapku, Jefeni melihatku lalu tersenyum pergi.

Seketika aku kegirangan, aku melompat lompat seperti orang gila. Dan untungnya tidak ada yang melihat kekonyolanku sekarang ini.

*****
Terkadang sulit untuk mengontrol kebahagian, karna sudah lama tidak bahagia.

Hello para pembaca...
Gimana nih part yang ini

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro