Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Net | kontrak mutualisme

Masih pukul 03.00 dini hari.

Meski kacamata minus dua yang bertengger di ujung hidung sudah berkeringat dan mengganggu konsentrasi, Net tetap setia pada layar laptopnya yang kelap-kelip. Sesekali ia mengetuk bagian belakangnya agar kumpulan garis gemetaran bak rombongan semut itu lekas bubar jalan. Apa boleh buat? Dana perbaikan bulan lalu saja belum ditebus, mau mengais dari mana lagi? Andai saja boleh mendramatisir, ia pasti sudah memviralkan kinerja mas-mas kang servis yang enggak becus mengurus barang bangkotan ini. Sayangnya, jidat Net masih terpampang stempel utang yang malu-maluin dan ia cukup tahu itu.

Lagi, ponsel lipat ketinggalan zaman miliknya berdering di atas nakas. Lelaki yang hanya mengenakan bokser dan singlet putih itu buru-buru bangkit dan mengangkat telepon. Pasalnya, ia menandai nomor terpenting di dalam kontak dengan nada dering kematian--agar mudah dibedakan. Sedetik saja terlambat, mood bosnya bisa acak adul dan Net akan dimusuhi habis-habisan oleh teman kantor.

"Udah dikirim, Net?"

Sungguh pertanyaan yang bisa diprediksi. Net lekas menggeleng, padahal siapa pula yang dapat melihatnya. "Tinggal dikit lagi, Mbak."

"Kebetulan banget. Gue abis ngirim draf artikel baru ke email lo, tolong sekalian dikerjain, ya. Pendek, kok. Bisa, kan?"

"O-oke, Mbak."

"Sip, lo emang paling bisa diandalin. Makasih, ya."

"Sama-sa--"

Belum sampai selesai bicara, panggilan itu sudah tinggal tut tut tut-nya saja. Net pun mendengkus, lalu menyumpahi diri sendiri. Sekali mengiakan permintaan tak berduit seperti tadi, pasti akan ada kali kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. Menolak? Sudah pasti job mendatang akan dikorting karena perhitungan. Net sudah hafal. Sekarang, ia hanya bisa menghela napas pasrah.

Tapi, mungkin karena akhir bulan, orang-orang merasa Net perlu ini-itu untuk menghindari Okky Jelly Drink dan Promag satu strip, langganannya selain Mi Sakura satu pak. Spam chat yang memenuhi notifikasi semestinya berbau kertas bergambar Bung Karno atau kalau enggak, Net bakal memblokirnya tanpa pikir panjang. Ia pun menghubungi balik nomor togel--belum disimpan--di ponselnya itu dan menunggu siapa gerangan yang menjailinya.

"Halo, Net? Akhirnya lo telpon juga. Ini Za."

"Oh, lo."

Net enggak akan repot-repot bertanya 'ada apa' karena gadis itu dengan senang hati sudah mengoceh sendiri. Lagi pula, ia malas berurusan dengan circle-nya Jan, mantan terindah--katanya--yang tempo hari minggat bareng gebetan barunya.

"Lo bisa, kan, ke rumah gue entar sore? Tiket gue jam delapan malem."

"Kalau mau balik, ya, balik aja, Za. Tinggalin barang Jan di situ. Nggak penting juga."

"Ini penting, Net. Penting banget. Gue pap abis ini dan bakal jelasin semuanya pas lo ke sini nanti. Oke? Gue tunggu."

"Tapi--"

Sekali lagi diputuskan secara sepihak, Net pasti mendapatkan piring cantik. Ia lantas mengusap wajah dan mengacak rambut. Ponsel yang belum menyelesaikan tugas paripurnanya itu lekas dimatikan dan dilempar ke atas bantal. Kalau enggak begini, editan-nya bakal mangkrak dan jam tidurnya pun mundur teratur.

Syukurlah, pekerjaan itu selesai sebelum matahari terbit dan Net bisa memejamkan mata selama setengah jam. Lumayan, pikirnya. Ia akan menebus sisanya nanti saat makan siang. Trik yang sekaligus menyiasati pengeluaran harian itu sudah ia terapkan bertahun-tahun.

Selama di kantor, pikiran Net terbagi menjadi dua jalur: tawaran lembur dari divisi event dan kucing British shorthair yang menanti untuk dijemput. Sungguh, detik saat ia tahu urusan 'penting' semalam berkaitan dengan itu, ia ingin membongkar isi kepala Za dan mencari tahu alasan gadis itu mengiming-iminginya makhluk berbulu super-mahal, yang kalau dipikir-pikir jatah jajannya melebihi harga celana kain Net. Tapi, belum dicoba belum tahu, ia tetap datang ke apartemen sahabat mantannya tersebut.

"Duduk dulu. Gue ambilin minum," ucap Za setelah Net tiba dan dipersilakan masuk.

"Makasih."

Net hanya bisa melihat tiga koper dan dua kardus besar di dekat pintu. Intinya, enggak ada kucing. Penampakan, suara, bau, atau bahkan bulu-bulunya yang doyan beterbangan itu belum terdeteksi. Ia lantas mengangguk kecil saat Za menyuguhkan segelas teh dingin di atas meja.

"Gue minum, ya?"

Za mengangguk canggung. "Sori ya, atas kelakuan Jan."

"Ngapain lo yang minta maaf? Santai aja." Net merapatkan duduknya. "Jadi, lo nyuruh gue ke sini mau bahas apaan?"

"Em," Za menggigit bibir dan pandangannya enggak fokus, "tunggu bentar."

Gadis itu melenggang ke kamar, lalu datang-datang membawa kucing bulu pendek yang bermata bulat dan pipi super-chubby. Net tertegun, sedikit menggeser duduknya ke samping, padahal Za enggak berniat duduk di sebelahnya.

"Ini Chuchu, kucingnya Jan. Gue nggak bisa bawa dia pulang dan nggak mungkin juga gue biarin kelayapan di jalan gitu aja."

Jelas, barang mahal, Net setuju. Tapi, ia punya urusan apa? "Jangan bilang lo mau--"

"Iya, gue mau lo rawat dia."

"Gila."

"Sementara doang, Net."

"Gue mau dapat duit dari mana buat pelihara kucing beginian? Stres ya, lo!"

"Dengerin dulu ... aw!" Za refleks melepaskan Chuchu saat kucing jantan itu menggigit jarinya.

Net semula ingin beranjak dan enyah dari hadapan Za, tapi melihat raut melas gadis itu, ia enggak sanggup. Lebih baik duduk lagi daripada mendengar tangisan lebay ala-ala FTV yang mengundang kecurigaan kamar sebelah.

"Gue lagi nyari orang tua baru buat dia, tapi lo tau sendiri maharnya mahal, jadi belum ketemu yang cocok dari kemarin. Mau lepas murah juga sayang, soalnya Jan bawa kabur duit gue juga." Za berdecak. "Nggak cuma lo yang ditipu, Net."

Enggak habis pikir, Net menggaruk kepalanya. "Terus, rencana lo?"

"Gue minta tolong jagain Chuchu dulu, paling enggak sampai ketemu yang adopsi nanti. Entar hasilnya kita bagi dua. Gimana?"

"Oke. Kalau gitu, gue 70, lo 30."

"Hah?"

"Bagiannya." Net bersedekap dan menyilangkan kaki.

"Ya nggak bisa, dong. Lo banyak banget."

"Gue yang rawat, jelas butuh modal. Atau lo mau transfer tiap bulan buat kebutuhan dia?"

Za menelan ludah. Ia spontan memainkan rok satinnya sambil menatap Net tajam. Kening pun makin berkerut sedari tadi sebab waktu terus berjalan. Ia perlu mengambil keputusan sebelum jadwal keberangkatannya tiba.

"Kasih dikit, lah, 60:40 gitu."

"No, 65:35." Net sudah berbaik hati.

"Oke, oke. Deal."

"Sekarang, lo ambil kertas dan pulpen."

"Buat?"

"Tanda tangan, lah."

Za menepuk jidat. "Segitunya?"

"Gue lagi belajar dari kesalahan."

"Fine. Lo tunggu sini."

Net mengangguk. Kini ia berduaan dengan Chuchu di ruang tamu. Kucing itu menatapnya sambil menggoyangkan pantat ke kanan kiri--seenggaknya begitulah di mata Net--seperti sedang dirayu. Entahlah, ia belum pernah memelihara hewan apa pun, apalagi yang berkelas semacam ini. Perlahan, Net pun mendekat dan berniat mengusap bulu-bulunya yang halus dan padat. Sayang, ia justru dicakar dan mukanya ditampar oleh ekor panjang makhluk itu.

"Sial! Nggak emaknya, nggak kucingnya, resek semua," keluhnya sambil mengusap wajah. "Awas aja, entar Whiskas lo gue oplos sama bubur kacang ijo. Biar tau rasa!"

Seolah bodo amat, kucing itu meninggalkan Net dan kembali ke kandang. Sepertinya, mulai hari ini ketentraman duniawi Net makin sulit diraih. Terlebih saat Za menyerahkan list apa saja yang harus ia lakukan beserta larangannya, Net merasa dompet sepuluh ribuan dari pasar loak-nya akan terus dilanda kekeringan. Syukur-syukur kalau masih ada koin receh untuk membayar parkir.

"Gue titip, ya. Chuchu nggak nakal, kok. Dia gampang akrab sama orang baru. Kalau ada apa-apa, lo bisa langsung chat gue."

Za memasukkan Chuchu ke keranjang kucing, lalu melipat kandangnya sedemikian rupa. Ia juga menata kantong pasir harum kiloan, makanan kering dua plastik, baju-baju unyuk, snack ringan, dan vitamin ke dalam kardus. Berikutnya, ia menyerahkan semua beban itu pada Net dengan lega.

"Ini ada sisa dari Jan. Entar kalau beli-beli lagi, lo tinggal ngikutin mereknya. Gue bakal kasih kabar secepat mungkin."

Net berdiri, kemudian menerima Chuchu. "Oke, gue tunggu."

Setelahnya, Net pulang dan memesan jasa ojek--mobil--online untuk mengangkut Chuchu dan barang-barangnya ke kontrakan. Hah, belum apa-apa ia sudah mengeluarkan biaya. Lelaki itu pun lekas mengenakan helm dan mengikuti dari belakang. Usai ini, rupa kamarnya akan kian bervariasi.

"Nggak apa-apa, demi bayar utang, Net!" serunya bermonolog.

_____

DAY 1
1 November 2022

Selamat datang, semoga terhibur 😊

1272 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro