Net | hal misterius
Dua lembar Soekarno-Hatta terpaksa keluar dari dompet. Net mendengkus, mengucap terima kasih pada bapak-bapak petugas ledeng yang membenahi atap dan pipa bocornya. Ia bersumpah, saat menemui ibu kontrakan nanti--sekalian membayar tunggakan sewa bulanan, ia akan meminta ganti rugi. Berharap saja enggak dipotong, jadi ada sisa untuk membeli snack basah Chuchu. Kucing itu dari tadi berguling-guling lucu mulu, mungkin merasa puas karena di indekos Tori sangat terbebas--sepertinya ia takut anjing.
Net sedikit merapikan serpihan paralon yang mengotori lantai. Ia juga menyapu dan mengepel ruang tengah, enggak lupa dengan kamarnya sendiri. Kandang Chuchu pun turut dibersihkan, lalu dijemur bersama belasan pakaian bersih yang agak lembap--karena rembesan air di dinding. Ia seperti kerasukan setan sampai mau repot mengelilingi rumah dan membenahi ini-itu. Hampir dua jam Net berkutat dengan alat kebersihan yang biasanya hanya dipegang seminggu sekali. Sungguh kemajuan.
Lelaki itu lantas berbaring di sofa. Kakinya dibiarkan menggantung karena enggak muat. Chuchu lekas berlari-lari kecil dan naik ke perutnya. Kucing itu menggoyang-goyangkan pinggul, seperti tengah meminta sesuatu. Ia terus mengeong. Bola mata bulatnya tampak cokelat sempurna. Net refleks mencubit pipi anak bulunya itu dan memutar-mutar mukanya gemas.
"Abis ini gue tinggal, ya."
"Meow!"
"Gue izin masuk siang, bukan izin libur. Jadi, tetep harus masuk. Lo yang ganteng anteng di rumah. Oke?"
"Meow!"
"Jangan kelayapan lho, ya? Entar keracunan lagi. Mau?"
"Meow!"
Net mendengkus. "Bedain lho bilang 'iya' sama 'enggak' gimana?"
"Meow!"
"Ya udahlah, gue mandi dulu, terus berangkat."
Net segera memindahkan Chuchu ke bawah. Seluruh mainannya masih dijemur, jadi kucing itu hanya bergulat dengan sobekan kain dari dapur. Lebih baik daripada enggak ada sama sekali. Ia segera ke kamar dan mengambil baju ganti.
Hari ini merupakan momen spesial--makanya Net enggak rela membolos--karena CEO dan pemegang saham melakukan sidak pegawai. Kunjungan langka yang bisa dijadikan ajang cari perhatian itu enggak boleh dilewatkan, apalagi untuk Net, lelaki berkantong tipis yang sudah mengabdi berbulan-bulan di Daily of Gorgeous--dengan prestasi yang baik pula.
"Cabut dulu ya, Chu. Jangan nakal!"
"Meow!"
Enggak ada waktu yang dibuang percuma. Setelah mentas dan menyisir rambut, Net langsung keluar rumah menuju halte. Sebenarnya lebih cepat menggunakan ojek online, tapi saldonya sedang meronta-ronta. Sayang. Sambil berjalan, ia pun memakai dasi, lalu merapikan bagian bawah kemeja yang dimasukkan ke celana kain.
Berhubung bukan jam sibuk, ia bisa leluasa di bus dan sampai tepat waktu--sesuai janji pada Leona. Lelaki itu lekas ke ruang kerja tim redaksi dan duduk di tempatnya. Ambon yang datang dari bagian research langsung menghampirinya dan menepuk punggung tanpa permisi. Agak keras, Net sampai mengernyit dan mengusap-usapnya.
"Masih hidup, Net? Dapat transferan nyawa dari kucing kau, ya?"
"Resek lo, Bang."
"Ya syukurlah kalau baik-baik saja," jawab Ambon setelah terbahak-bahak. "Kemarin ada kerjaan kau yang ku-backup, coba dicek dulu. Kusimpan di folder mentahan."
"Iya? Makasih, Bang, jadi repot-repot."
"Nggak gratis pun."
"Lah," Net menautkan alis dan menatap sinis, "nggak usah dikerjain kalau nggak ikhlas."
"Tapi udah telanjur, kau harus bayar."
"Ya udah, apa?"
"Minta tolong fotocopy-in ini."
"Lagi?" Net menepuk jidat. Ia kira apa.
Ambon terkikih-kikih. "Jadi lima belas, ya."
"Sekarang?"
Lelaki berkulit hitam dan berambut keriting itu mengangguk seraya beranjak, berniat ke ruangan Leona. Ia melambaikan tangan, lalu mengacungkan jempol. Net hanya geleng-geleng melihatnya.
Ia segera menyelesaikan urusan itu sekalian, daripada dibiarkan nanti dan menumpuk dengan yang lain. Lagi pula, Net sudah biasa, jadi seharusnya bersyukur bukan permintaan budi yang neko-neko. Tapi, kadang kalau dipikir-pikir jadi enggak bervariatif. Sambilan yang bisa ditawarkan itu-itu mulu, seolah Net spesialis di bidang percetakan saja. Tapi enggak apa-apa lah, batinnya setelah menghela napas panjang.
"Cocok kan, Mbak?"
"Iya, lumayan. Boleh deh, Tor."
Net melongok, menguping percakapan muda-mudi di luar kaca. Ia lekas berdeham, lalu beringsut-ingsut ke pinggir agar lebih dekat. Seperti dugaan, Tori tengah berbincang dengan Leona di lorong dekat lift. Mereka tampak bertukar tawa sampai-sampai saling pukul lengan. Akrab sekali, kelihatannya.
Sayup-sayup Net mendengar beberapa kata, seperti 'cakep', 'lanjut', 'gas', dan 'skuy'. Entah topiknya apa, ia ketinggalan. Keningnya refleks berkerut hingga tiga lapis saat Tori menyebut namanya terang-terangan, Netra. Super sekali.
"Lo ngapain?"
"Woy!"
Net tersentak dan lekas mengusap dada saat Bret menepuk pundaknya. Ia hampir mengumpat dan menabok pantat seniornya itu karena sembarangan mengagetkan orang, khususnya yang memiliki kebugaran setipis tisu seperti dirinya. Lebih parah lagi, Bret hanya plonga-plongo, enggak ngerti salahnya di mana. Memang benar-benar minta diguyur air rebusan beras--biar suci.
"Lagi nguping, ya?"
"Iya," jawab Net tanpa sadar. "Eh, maksudnya, lagi nyari tau siapa yang ngobrol kenceng banget di sana."
Bret geleng-geleng. "Terus, gimana?"
"Ya udah, gitu doang."
Net kembali ke mesin fotocopy dan mengambil kertas-kertas yang telah selesai digandakan. Ia menata tiap halaman, lalu menyatukannya menggunakan stapler. Bret bergantian menggunakan fasilitas kantor itu sambil sesekali melirik sang junior.
"Lo belum tau ya kalau mereka akrab?" ucapnya tiba-tiba.
"Mereka, siapa?" Net mengerutkan dahi.
"Leona sama Tori."
"Iya? Akrab dari mana emang?"
"Dari keluarga yang jelas, kan saudara sepupu."
"Hah?"
Bret menoleh dan menyeringai. "Kenapa kaget banget? Bukannya kalian dulu temenan? Masak nggak ngerti."
"Bang Bret tau dari mana?"
"Si Tori yang cerita."
"Abang deket juga sama dia?"
"Enggak," Bret balik mengawasi copy-annya, "Pernah ngantre bareng di bawah, terus ngopi aja sekalian. Dia bilang kalau dulu sekelas sama lo, sering hangout berdua juga, tapi tiba-tiba lost contact pas lulus. Dia cerita banyak tentang lo, btw."
"Ck, cerita juga, nggak, masalah gue pacarin mantan dia, terus dia pacarin cewek gue, dan ini orangnya masih sama?"
"Hah?" Bret eror sejenak. "Bentar, gue nggak mudeng."
Net sontak memutar bola matanya malas. "Udah, lupain aja, Bang. Gue males. Lagian terserah dia juga mau ngomong apaan. Niat pedekate sama lo kali."
"Gue normal, ya."
"Yang bilang lo abnormal juga siapa? Udah, urusan gue kelar. Buruan beresin punya lo itu, Bang. Atasan keliling sejam lagi."
"Dih, ngajarin senior lo?"
"Bye!"
Saat keluar ruangan, Net sempat menoleh, mengecek keberadaan dua orang tadi. Sayangnya, nihil, sudah berganti pegawai dari divisi lain. Ia pun bergegas ke mejanya dan berniat menyerahkan pesanan Ambon. Tapi, ia berhenti melangkah saat mendapati Tori sedang memijat leher lelaki itu tanpa beban--seperti tanpa paksaan. Net enggak mempermasalahkan perploncoan yang mungkin dan bisa saja terjadi, cuma rasanya ada yang agak enggak beres. Entah firasat dari mana.
Ia lantas duduk diam, enggak menyapa apalagi berbasa-basi dengan dua lelaki di samping itu. Ambon juga hanya berterima kasih, lalu kembali request bagian tertentu pada Tori, yang kurang tekanan dan perlu olesan balsem lagi. Ewh sekali, pikirnya.
"Dari siapa, Bang?" tanya Net saat menyadari sebuah bingkisan atas namanya di atas meja.
"Enggak lihat. Tadi kutinggal sebentar, tau-tau udah ada aja. Kau lihat, Tor?"
"Enggak juga, Bang."
"Hm, okelah."
Net enggak bertanya lagi. Ia memilih membuka bungkus kado yang menyelimuti kardus itu, lalu mengeluarkan isi di dalamnya. Ia makin enggak habis pikir saat mendapat sebungkus pakan Royal Canin dan sekotak vitamin bulu kucing. Ada kalung berliontin bel dan mainan anak ayam pula di sana. Net pun mencari-cari sesuatu yang mungkin bisa dijadikan petunjuk, entah sobekan kertas berisi nama pengirim atau surat kecil yang menjelaskan maksud kiriman itu, tapi nyatanya enggak ada apa-apa. Ia sontak menelan ludah.
Siapa kira-kira?
_____
DAY 25
25 November 2022
Lagi suka lagu di mulmed 🤟🏻
1200 kata
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro