Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Net | bukan rahasia

Baru dua jam dimulai, mendung Jakarta enggak bisa diajak kompromi. Acara outdoor yang cuma bermodalkan kumpulan payung pelangi--cukup lebar, tapi mudah goyah--itu terancam sepi lagi. Belum hujan saja yang datang hanya segelintir orang, menanyakan diskon produk yang ternyata enggak jauh-jauh amat, apalagi kalau keadaannya sudah amat berangin seperti ini. Tinggal menghitung waktu untuk gulung tenda.

Net pun mematikan kameranya dan melipir ke stand paling ujung, milik operator tim event. Ia lekas duduk, lalu menyeka keringatnya yang deras enggak karuan--efek terlalu lama berdiri dan mondar-mandir.

"Kalau hujan, pindah ke dalam atau gimana, Bang?" tanyanya pada Bret, koordinator mereka.

"Nggak bisa, Net. Udah ada yang booking."

"Terus? Kan masih panjang rundown-nya."

Lelaki berbadan kekar bak model iklan suplemen protein itu bangkit dan mengecek warna langit. Ia mendengkus, lalu menendang kursi plastik di sampingnya. Net yang notabene mudah kaget pun tersentak hingga mengelus dada berulang kali. Degup jantungnya mulai enggak normal dan butuh kesabaran dalam mengaturnya. Sungguh nasib.

"Mau nggak mau harus cancel."

Belum sampai tenang, Net malah nge-gas lagi--saking syoknya. "Lah, sayang di guest star-nya dong, Bang. Kan kita udah bayar. Mana rate card yang dikasih kemarin, gue cek nggak ada yang murah."

"Ya mau gimana lagi?" Bret bersedekap, lalu menyilangkan kaki. "Dari awal kontrak, manajernya udah ngasih saran buat nggak ngadain di luar, tapi waktu itu di dalam mal udah penuh. Gue dan anak-anak ambil risiko aja. Ini nggak bisa di-refund juga. Lagian kalau mundur harus nentuin jadwal baru, biar sesuai sama waktu dia. Cukup jadiin pelajaran aja, lah."

"Tapi, dari atasan--"

"Masalah evaluasi entar urusan gue, selaku pemimpin di sini. Lo nggak usah khawatir. Jatah lembur tetep gue bayar, kok. Jangan lupa entar sekalian naikin beritanya ke website, ya."

Net tersenyum tipis, lalu mengangguk. Bret tahu saja apa yang ia maksud. "Makasih, Bang. Itu perkara gampang, kan udah tugas gue. Nanti lo bisa cek dulu kalau mau."

"Oke."

Setelah percakapan itu selesai dan Bret melanjutkan visit-nya ke stand brand-brand lokal, hujan turun sangat deras dan makin menjadi-jadi. Awan berubah jadi putih abu-abu dan jarak pandang jalanan tertutupi bayangan semu sekumpulan air. Net sontak bergidik saat hawa dingin dari semilir angin mulai menusuk kulit, menembus jaket tebalnya.

Lelaki itu refleks buru-buru berdiri ketika belasan gadis--para pembeli--mengungsi ke tempatnya, yang kebetulan paling kokoh di antara tenda lain. Ia terus mundur hingga menabrak speaker setinggi bahu yang sedang absen memutar lagu--makanya enggak sadar kalau ada di sana. Shit, sakit, umpat Net dalam hati, terlebih kawanan di depannya ini masih saja saling dorong sampai ia hampir terjepit seperti tikus got.

Ponsel di kantong celana nyatanya enggak membantu sama sekali. Sudah tahu desak-desakan malah heboh bergetar terus-terusan. Net enggak tahan. Ia yang semula mau menghilang sampai nanti sore itu lekas membuka kunci dan membaca SMS yang masuk.

Hanya ada dua kemungkinan kalau bukan media sosialnya yang ramai pengunjung:
1. Operator SIM Card sedang menawarkan paket internet paling terbaru yang sangat menggiurkan.
2. Peringatan dari orang-orang penting, seperti pemilik kontrakan, penagih pinjaman online, dan ….

Dokter Pras. Lagi-lagi dia. Net spontan menepuk jidat, lalu mengusap wajahnya gusar. Ia langsung menghubungi lelaki paruh baya itu sebelum mendapat berbagai macam ancaman yang enggak-enggak.

"Kamu mau datang sendiri atau saya seret dari sana?" Kan, baru juga bersuara sudah menggelar saja.

"Hujan, Dok." Alasan Net sungguh klasik.

"Naik gocar. Saya pesankan."

"Nggak perlu, saya--"

"Di Plaza dekat kantormu, kan? Yang rame event launching itu? Tunggu di sana."

Seperti biasa, enggak ada salam apa-apa, telepon itu dimatikan secara sepihak. Net bahkan belum mengiakan ataupun menolak. Bukan ia enggak tahu, lupa, atau berpura-pura amnesia akan jadwal pemeriksaannya sendiri, tapi pekerjaannya belum selesai dan kalau pergi sekarang bisa-bisa upahnya dipotong sekian persen. Kan, sayang.

Tapi, sudah telanjur. Mobil yang dipesan sudah sampai. Net kepalang tanggung kalau mau menyuruh pengemudi itu mencari pelanggan baru. Ia pun mencari Bret dan meminta izin dua puluh menit untuk ke rumah sakit dulu. Ia enggak berbohong. Lagi pula, itu alasan terbaik untuk lolos tanpa digunjing anak-anak divisi lain.

Awalnya, Bret kalang kabut dan mau mengantar mati-matian. Katanya, hitung-hitung bertanggung jawab. Tapi, Net memastikan kalau ia bisa sendiri dan tujuannya kali ini bukan karena 'sakit'. Hanya periksa. Ia baik-baik saja. Alhasil, lelaki itu benar-benar sendirian di lobi spesialis langganannya.

"Bapak Netra Lesmana, silakan masuk."

"Makasih, Ners."

Tak perlu menunggu lama, Net sudah mendapat giliran. Ia lekas mengetuk pintu dan mendapat sambutan hangat berupa decakan, tatapan sinis, dan kepalan tangan di atas meja. Super sekali. Dokter macam apa, kok, galak begini? pikirnya. Meski begitu, bagi Net, lelaki beruban di depan ini sudah menggantikan sosok ayah kandungnya sejak lama.

"Baring dulu di situ," perintah Dokter Pras tanpa basa-basi.

Net pun menurut. Ia sudah terbiasa. Hanya saja, mau ribuan kali kemari pun tetap bukan seleranya. Kalau enggak dipaksa seperti sekarang, ia pasti cuma mampir saat didera berbagai macam keluhan, yang sekiranya enggak bisa diatasi dengan pil-pil generik hasil tebusan BPJS.

Setelah bercengkerama dengan stetoskop dan segelintir alat yang bodo amat apa namanya, ia lalu duduk kembali. Sambil mengintip tulisan tangan dokter yang boro-boro bisa terbaca, ia mengancing kemejanya satu per satu. Bekas luka yang melintang tegak di dada pun buru-buru disembunyikan lagi.

"Kamu nggak minum imunosupresan-nya?"

"Mi-minum kok, Dok."

"Yakin?"

Net menelan ludah. Matanya menatap jendela samping, menghindari sang lawan bicara. "Iya. Kebanyakan curiga nggak baik lho, Dok. Penyakit hati."

"Bohong juga termasuk itu."

"Kan saya enggak."

"Saya juga nggak bilang kalau kamu yang begitu."

Kalah, Net pun memutar bola matanya. "Oke, oke. Lagi seret. Belum nebus lagi. Setelah ini, deh. Kemarin-kemarin uangnya saya pakai bayar tagihan, Dok. Sumpah."

Dokter Pras menghela napas dan geleng-geleng. "Jangan diremehin. Operasimu belum ada setahun lalu."

"Iya, saya tahu."

"Ada keluhan, nggak, akhir-akhir ini?"

Net termenung. Cukup lama, kurang lebih sekitar dua menit. Setelah mendapat tepukan di punggung tangan, ia baru sadar dan lekas menggeleng cepat, tak lupa tersenyum manis.

"Aman. Nggak kenapa-napa."

"Bener?"

"Ck, Dokter lama-lama kayak pedagang cabe di pasar deket rumah saya. Setiap nggak cocok sama harganya masih ditanya mulu, padahal saya nggak lagi nawar."

"Biar yakin, Net."

Si pasien pun kekeh dengan jawabannya. "Saya oke. Boleh pulang, kan? Masih ada kerjaan, Dok. Tadi pas saya ke sini urusannya belum selesai."

"Baiklah, ini …." Dokter Pras menyerahkan selembar kertas yang rutin diterima Net.

"Makasih, saya permisi dulu."

"Tunggu!"

Apa lagi? Sosok yang mencengkeram celananya itu makin mendidih. "Iya?"

"Nanti kalau mau ke makam orang tuamu, kabar-kabarin saya, ya."

"Iya, Dok." Semoga ingat, tambah Net dalam hati--karena tidak yakin.

Ia pun bergegas kembali ke plaza tanpa singgah ke apotek lebih dulu. Masih ada hari esok, kapan-kapan saja, dan belum kepepet, menjadi jurus andalannya untuk menunda segala hal--termasuk yang berhubungan dengan pengeluaran uang. Padahal, sisa obat di botolnya bisa dihitung jari dan akan sirna sebentar lagi.

"Enggak masalah," monolognya.

Hal yang penting, pakan Chuchu buat seminggu ke depan masih ada. Ia juga sudah menyisihkan dana untuk grooming kucing dan vaksin, sesuai jadwal yang Za berikan di awal pertemuan. Net akan tetap menjaga janji untuk merawat anak bulunya itu, meski keringat lemburan tadi belum ada hasilnya.

K. Leona
Kumpul dadakan, Net. Gue tunggu di kantor.

B. Bret
Dicariin Leona, lo cabut aja.

Dua pesan yang masuk secara bersamaan itu membuat Net segera berbalik. Ia lalu berjalan menuju halte lain--beda arah--yang syukurnya langsung didatangi bus terkait. Dewi Fortuna sedang berpihak kepadanya. Semoga saja masih seperti itu saat pembahasan di meja rapat nanti.

_____

DAY 12
12 November 2022

He's so fine. I'm done fr 🙂

1251 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro