Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Net | bujuk rayu

Net tahu kalau Tori rada-rada miring dan kelakuannya kadang enggak terselamatkan. Tapi, belum pernah terpikirkan juga bakal separah ini. Pagi-pagi, sesuai hari jadwal operasi yang ditetapkan dokter, lelaki itu membawa dua wanita penting dalam hidupnya: satu atasan yang sangat ia hormati dan satu lagi gadis yang sudah digilainya sejak putus dari Jan. Ia memang menyetujui pengobatan ini, dengan harapan ke depannya bisa segar bugar untuk merangkap segala jenis sambilan, tapi Net enggak menerima tawaran Tori terkait Chuchu. Ia cuma berniat utang sebentar. Hanya itu.

Kalau dilihat-lihat dari gelagatnya, Tori pasti memiliki tujuan gelap, walaupun sejak tadi dalihnya 'sebelum ngantor mampir dulu'. Terima kasih, batin Net, tapi ia enggak bisa berpikir jernih. Apalagi, Leona sampai membeli bubur ayam dekat perempatan untuknya. Harga mahal plus antreannya yang gila-gilaan tentu enggak bakal worth it kalau 'cuma-cuma'. Sementara itu, Ais masih terdiam dan memainkan jari-jarinya di atas paha. Gadis itu terus menunduk, enggak berniat bercakap-cakap dengan mereka. Ia lalu pamit keluar sebentar untuk mengangkat telepon. Net pun mendengkus.

"Langsung aja, Mbak. Gue justru nggak nyaman kalau lo tiba-tiba sok baik gini."

"Emang biasanya gue nggak baik?"

"Baik sih, tapi karena ke sininya sama dia, gue mikir-mikir," ucap Net sambil menunjuk Tori.

"Gue?" Orang yang bersangkutan celingak-celinguk ke belakang. "Ayo, lah. Gue belum ngapa-ngapain, Bro."

"Masalah Chuchu, kan?"

Net enggak mau berbasa-basi lagi. Ia pengin buru-buru tidur sampai nanti diotak-atik oleh dokter dan pisau-pisaunya. Sontak Leona memajukan kursi dan sekilas melirik ke Tori. Seperti dikode, lelaki itu segera enyah dan meninggalkan mereka berduaan--bukan konotasi negatif. Net refleks memutar bola matanya malas.

"Jadi, gimana?"

"Apanya, Mbak?"

"Tori udah cerita, kan?"

Net menghela napas, lalu mengangguk. "Sebelumnya makasih banget, Mbak mau bantu ngurus biaya gue di sini."

"Iya, sama-sama. Kantor juga kok, tapi nggak banyak."

Lelaki yang rautnya masih sayu dan pucat itu manggut-manggut. "Tapi gue tetep nggak bisa ngasih Chuchu. Za belum bisa dikontak, gue nggak mungkin main tinggalin gitu aja. Kalau Mbak nggak keberatan, utangnya nanti saya cicil tiap gajian di DOG."

Leona lantas memegang lengan Net. "Kata Tori, Za sengaja ngelakuin itu ke lo. Udah, lupain aja. Kalaupun entar dia tiba-tiba nongol dan minta bagian, Tori udah janji ke gue buat ngatasin itu semua. Lo nggak perlu khawatir."

Sosok yang ada di depan Net bukanlah orang baru, bukan seseorang yang kurang bisa dipercaya juga. Ia tentu tahu etos Leona selama di kantor. Apa pun itu, kata 'bertanggung jawab' jelas tertulis di wajahnya dan Net enggak perlu ragu. Seharusnya. Tapi, dada lelaki itu masih saja bergejolak. Bukan karena nyerinya kambuh, tapi keraguan yang membuncah entah bagaimana mengatasinya. Mereka terus saling tatap dan berdiam cukup lama.

"Kenapa Mbak sekekeh itu pengin adopsi Chuchu?"

"Lo udah pernah liat July, kan?"

Net mengangguk. July adalah kucing Leona, ras yang berbeda dari Chuchu, tapi entah apa. Pengetahuan Net tentang makhluk berbulu ini masih sangat minim. Wanita itu memang memiliki pet shop dan kerap open adopt pula. Ia pernah menceritakan suka-dukanya bermain di kandang pada tim redaksi. Dulu, saat mendengarnya, enggak pernah terlintas di pikiran Net bakal di posisi yang sama, bahkan kini memperbincangkan itu lebih lanjut.

"Dari dulu gue pengin nyariin dia jodoh, tapi belum nemu yang cocok. Pas lihat Chuchu kemarin langsung jatuh cinta."

Masih mengganjal. "Tapi--"

"Ini gue, Net. Leona. Gue nggak bakal telantarin Chuchu. Lo masih bisa main kapan pun, atau kalau mau gue ajak Chuchu ke kantor juga oke. Mungkin lo curiga karena gue adopnya kurang niat, kesannya kayak nunggu momen lo butuh duit dulu dan minta harga beda dari pasaran. Tapi, gue bener-bener nggak ada niatan buruk."

Tatapan Leona sangatlah dalam dan enggak bergetar sama sekali. Sungguh enggak ada keraguan. Net pun mengembuskan napas panjang, lalu mengusap wajahnya gusar. Ia juga mengacak rambut frustrasi. Wanita itu lantas meraih tangannya lagi dan menggenggam erat. Seketika Net tersentak dan menatap intens. Ia menelan ludah dan beringsut-ingsut mundur, mencoba melepaskan diri. Tapi, tenaga atasannya terlalu kuat untuk saat ini.

"Gue nggak maksa, niat bantu doang. Kita win-win di sini kalau lo mau. Nggak harus jawab sekarang, kok."

"Ma-makasih, Mbak."

Leona tersenyum. Ia lekas mengambil tasnya di sofa, lalu berpamitan--berangkat ke kantor. Tori yang kebetulan baru tiba di ambang itu sontak putar balik dan ikut bersama calon gebetannya, sedangkan Ais izin tetap di kamar Net lebih lama dan terlambat masuk. Untunglah divisi mereka enggak perhitungan--meski kadang begitu.

Ais menaruh tas di atas nakas. Ia mengeluarkan ponselnya dan menyerahkan pada Net. Lelaki itu tentu bingung hingga keningnya berkerut. Tapi, senyuman manis langsung terukir saat foto Chuchu terpampang jelas di layar. Anak-nya itu terlihat sedang menggigiti boneka bermata satu, yang beberapa hari lalu dimutilasi lagi--tangannya dikoyak sampai putus. Lucu sekali.

"Makasih, ya."

Ais menerima kembali miliknya. "Sama-sama. Dia aman, kok. Nggak rewel."

"Iya, gue percaya sama lo."

"Oiya, mungkin entar gue belum di sini pas lo masuk ruangan. Pulang ngantor mau balik dulu, ambil baju ganti lo juga. Sama Tori, tenang."

Justru gue nggak tenang kalau sama dia, gerutu Net dalam hati. Tapi, ia tahu maksud Ais. Gadis itu enggak mungkin sembarangan masuk kamar orang, apalagi laki-laki, untuk mengambil pakaian dan sudah jelas butuh celana dalam. Image Net bisa makin berantakan kalau itu terjadi.

"Iya, makasih. Nggak apa-apa, kok."

"Em …."

Net memandangi Ais lekat-lekat. "Kenapa?"

"Tori cerita masalah Chuchu ke gue, pas di luar tadi."

"Udah gue duga," jawab Net enggak kaget.

"Kalau boleh berpendapat, itu bukan pilihan yang buruk, Net."

Sulit dipercaya gadis yang disukainya turut merayu seperti ini. Net benar-benar terkepung. Ia bahkan di tahap ingin menertawai betapa absurd kondisinya sekarang. Enggak adakah yang dengan lahir-batin berada di pihaknya?

"Lo jangan salah paham dulu, gue ngomong gini bukan karena dihasut Tori." Ais mengira-ngira isi kepala Net karena terlalu lama bergeming.

"Terus?"

"Ya gue merasa nggak ada salahnya, Net. Kan lo dari awal juga nggak berniat pelihara kucing, jadi it's oke kalau sekarang lo lepas. Bayangin setelah ini lo nggak cuma mikir balikin dana ke Kak Leona, tapi juga perkara sewa kontrakan tiap bulan, belum ke makan sehari-hari, sama pakan dan perawatan dia juga. Banyak, Net."

"Gue sanggup--"

"Lo belum punya banyak pengalaman masalah ginian. Gue ngomong gini karena pernah. Tori bener. Ngerawat mereka harus rela keluar banyak uang. Secara nggak langsung kudu mampu. Gue nggak underestimate, tapi Chuchu juga kasihan kalau papanya banting tulang mulu, dianya nggak keurus. Pikirin kesehatan lo juga."

Net mendengkus. Ia seperti ditampar dari segala sisi. Ais terus meyakinkannya seolah-olah ia enggak punya pilihan lain yang lebih baik dari ini. Lelaki itu pun bersandar dan menatap langit-langit kamar. Detik berikutnya, ia mengangguk perlahan. Ais pun tersenyum dan mengusap rambutnya lembut.

"Lo cowok terkeren yang pernah gue temui."

_____

DAY 40
10 Desember 2022

Secuil keunyuan mereka 🤣

1121 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro