Sol 5 : Hurricane
Mereka semua kembali kedalam kab.
"Sumpah serapah aku harus menghadapi badai debu untuk kedua kalinya. Nasib sial bagiku." Ucap Martin sambil melepas helmnya.
"Enam jam." Kata Alan sambil memperhatikan komputernya, menganalisis badai tersebut.
(Hasil analisis Alan : Badai Debu ).
"Apa maksudmu?" Tanya Caitlin.
"Kau ini ahli Geografi, kenapa masih bertanya padaku?" Tanya Alan heran.
"Baik, aku mengerti sekarang. Kita harus menunggu badai itu reda. Enam jam lagi." Kata Caitlin.
"Aku baru saja sedetik menginjak Mars, bung. Dan harus menunggu enam jam lagi?" Martin menyela.
"Kalian berdua kenapa diam?Aneh, kupikir." Tanya Caitlin kepada Megan dan River.
"Gatal!" Megan selalu menggunakan cacar airnya sebagai alasan jika Caitlin bertanya macam-macam.
"Kau sendiri, River?" Tanya Caitlin.
"Lebih baik aku diam. Setiap aku berbicara, aku hanya akan diabaikan saja kan?" Kata River. Ada benarnya juga.
Caitlin bungkam. Memang selama ini ia menganggap River angin lalu, tidak berguna. Namun setelah mendengar pengakuan dari River sendiri, ia merasa bersalah.
"Aku tidak mengabaikanmu, River." Kata Alan.
"Aku juga." Kata Megan.
"Aku juga, aku juga!" Martin mengangkat tangannya membentuk huruf V.
"Aku mau kebelakang dulu." Kata River.
Alan, Megan, dan Martin saling berpandangan.
"Caitlin!" seru Megan.
"Apa?" Jawab Caitlin ketus.
"Apa karena kau cantik, seksi, putih, kaya,dan semua pria bertekuk lutut padamu, kau jadi seenaknya, hah?!"
"Apa kau baru saja memujiku? Thanks." Kata Caitlin mencoba tenang.
Megan tidak menggubris dan berjalan menuju kamarnya.
NASA
Tuk.
Tuk.
Tuk.
River menoleh, seperti ada yang melempar kerikil pada jendela bagian dapur.
(Jendela Hermes).
"Mungkin hanya badai yang menerbangkan kerikil." Gumam River.
Tuk.
Tuk.
Lagi! Suara itu, lagi. River menoleh, sekelebat bayangan putih dengan cepat terlihat dari dalam kab.
"Astaga! Apa ada pocong di Mars ?" River memegang dadanya, jantungnya berdebar.
Mungkinkah ia harus memberitahu Megan akan hal ini?
Tuk.
Baru saja River hendak melangkah pergi, suara itu, datang kembali. Ia berjalan perlahan menuju jendela, dan memeriksanya.
Nihil.
Hanya sekumpulan badai yang telah bercampur dengan tanah dan batu beterbangan. Ia tak melihat apapun.
Namun matanya terbelalak kala ia melihat sebuah tangan putih bergerak diantara badai, dan bersiap melempari jendela dapur menggunakan batu yang lumayan besar.
"Oh, Shit!" Umpat River. Batu itu memang mengenai jendela, namun tidak membuat jendela itu pecah.
River kembali memperhatikan bayangan putih itu, kali ini terlihat di bagian kakinya, ia memakai sepatu astronot.
Mungkinkah?
River segera meninggalkan dapur dan berlari menghampiri Megan.
NASA
Ruang kendali kosong. Megan mungkin berada di kamarnya. Dan, benar.
"Megan?"
"Masuk. Aku tahu kau, River."
"Kenapa kau pucat?" Tanya Megan.
"Kurasa ini waktu yang tepat untuk kita-"
"Melarikan diri. Mendahului kru sampai ke housecuff. Kupikirkan itu sedari tadi, tapi, mustahil. Caitlin rupanya memasang pelacak pada Space Suit ku. Semuanya." Jelas Megan.
"Apa dia juga melakukannya pada Space Suit ku?" Tanya River.
(Space Suit ).
"Hei, kurasa tidak. Dia tidak pernah ke kamarmu kan? Dia tidak menyentuh barang-barangmu sama sekali." Megan berbinar.
"Apa kau berpikir kau akan memakai satu milikku?"
"Mereka akan curiga."
"Lalu?"
"Aku baru saja mendapat pesan dari Damian."
"Apa, apa isinya?"
"Jawab, Megan."
"Megan?"
Megan terlihat pucat.
"Ethan, tidak sendiri, disini." Kata Megan dengan suara tercekat.
"Apa maksudmu?"
"Dia tidak sendiri, di Mars ini."
NASA
Bedanya Space Suit dengan baju astronot biasa : Space Suit lebih ringan, dengan berat 5 Kg saja, dan para astronot di Mars biasa pakai ini karena gravitasi disana tidak terlalu eksterm. Sedangkan baju astronot (biasanya warna putih), memiliki berat sampai 50 Kg, yang berguna untuk melawan gravitasi di ruang angkasa.
Sol 5 : Hurricane.
581 words.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro