Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 29 || NAGA

Naga, Jangan Bucin!
Bab 29

a novel by andhyrama

IG: @andhyrama// Twitter: @andhyrama// Shopee: Andhyrama [an Online Bookshop]

Instagram Naga: @nagaputramahendra

Sekuat-kuatnya kita bersandiwara menjadi orang lain, tidak akan senyaman menjadi diri sendiri.

Hanya Kak Gadis yang akan membuat hatiku nyaman. HANYA KAK GADIS SEORANG!

(。♥‿♥。)

Pre-Question

Absen dulu! Skala 1-100 seberapa kalian kangen Naga?

Komen hadir di tim kalian, ya!

#BucinnyaNaga

#RakyatnyaBima

Just random questions before you read the story!

1. Kalian tipe yang selalu update berita, atau baru tau kalau ada yang kasih tau?

2. Kalian tipe penghibur bagi yang lain atau tipe yang butuh hiburan?

3. Kalian pernah dikerjain temen nggak sih? Kalau pernah, apa yang paling bikin kesel tuh?

4. Atau sebaliknya, kalian justru yang suka jahil sama temen? Kalian jahilnya gimana?

5. Kalian suka main games, nggak? Games apa yang lagi kalian mainin?

5. Menurut kalian, buat versi buku, mending pakai cover kayak di Wattpad-nya, atau cover baru?

Mau tanya dong, selama kalian baca Naga. Gaya penulisanku gimana? Apa ringan, bosenin, asyik, bingungin atau gimana?

Happy reading, don't forget to vote , comment, and share!

(。♥‿♥。)

Gue terlalu manis, jadi kalau lihatin gue sambil nyemil lemon nih!

(。♥‿♥。)

Bima terus mengajariku bermain bola dan belajar untuk ujian. Aku mendapatkan progress yang lumayan. Caraku menggiring bola dan melakukan operan sudah cukup lumayan. Walau aku masih perlu banyak belajar untuk menendang dan mempertahankan bola, tetapi aku merasa sedang berada jalan yang tepat.

Dengan ketegasan Bima, aku sudah tidak takut dengan sinar matahari. Saat di kamar, kami berdua bercermin bersama dengan bertelanjang dada. Dia menanyaiku, kulit siapa yang terlihat lebih memikat? Aku jawab dia. Ya, bukan hanya kulit. Keseluruhan secara fisik, dia lebih lebih memikat.

"Dua puluh satu," hitung Bima saat membantuku melakukan sit up agar aku mendapatkan roti sobek seperti miliknya.

"Menyerah deh!" kataku yang sudah tidak kuat.

"Aku hentikan kalau sudah seratus," ujar Bima yang ingin menyiksaku.

"Buncit, enyahlah!" kataku yang kemudian kembali mengangkat tubuhku.

Bima yang menduduki kakiku kembali menghitung.

Malam ini, untuk pertama kalinya. Aku tidur dengan Bima. Dia bilang, dia sedang tidak ingin kembali ke Bataranusa. Bima pasti terlalu memikirkan banyak hal. Berbeda denganku yang sebagian besar hanya memikirkan kapan Kak Gadis memberikan jawaban.

"Apa pendapatmu tentang ayahmu?" tanya Bima.

Seketika, aku mengingat Ayah. Sebenarnya, Ayah adalah sosok yang sangat penyayang. Dia selalu memberikan apa yang aku inginkan. Mungkin, itu yang membuatku merasa songong karena hidup berlebihan. Ya, walau kemudian Ayah berubah menjadi sangat tegas. Itu wajar karena dia telah memberikan segala hal untukku, aku pun harusnya memberikan apa yang dia inginkan untuk membuatnya bangga.

"Ayah sosok yang penyayang. Sekarang dia memang sangat tegas, tetapi itu demi kami bertiga. Gue sekarang sadar kalau sebenarnya dia nggak mengekang, Ayah hanya ingin kami bertiga nggak manja dan punya kemauan besar," ungkapku. "Ayahmu gimana, Bim?"

"He is the best leader. Aku tidak yakin bisa menggantikannya kelak," jawabnya.

"Bima! Kenapa lo sekarang yang nggak yakin," kataku. "Lo kan keren."

"Jadi pemimpin bukan soal keren, Naga. Ini soal prinsip dan jiwa kepemimpinan," kata Bima yang menatap langit-langit dengan ekspresi yang sedikit sendu.

"Lo udah banyak berubah kok di sini. Udah nggak terlalu songong lagi. Udah nggak ngerasa harus dihormati 24 jam non stop. Sekarang lo udah cukup humble, dan gue rasa lo bakal jadi raja yang hebat," ungkapku.

Dia menoleh padaku. "Ga."

"Iya?"

"Kalau aku melakukan kesalahan?"

"Lo kan masih manusia. Wajar, kan?"

"Masih bisa dimaafkan?"

Aku mengangguk. Lalu, dia tersenyum.

(。♥‿♥。)

"Gema sama Gemi mau kado apa buat ulang tahun nanti?" tanya Ayah lewat video call saat makan malam.

"Nggak mau apa-apa Yah," kata Gemi. "Maunya Ayah pulang rayain bareng di sini."

Aku mengarahkan ponselku ke Gema. "Ayo ngomong ke Ayah."

"Hai, anak Ayah mau apa?"

"Mau Ayah berhenti ngekang kami," jawab Gema. "Dan kami nggak selalu harus juara satu biar bisa dianggap juara bagi Ayah."

"Ayah i—"

"Ayah nggak perlu ngebanding-bandingin kami bertiga. Ayah jangan kekang keinginan Bang Naga. Ayah jangan larang Bang Naga masak. Ayah jangan egois. Ayah jangan selalu maksa Ibu. Ayah harusnya sayang Ibu. Ayah ja ...." Mata Gema sudah terlihat barkaca-kaca.

Panggilan video ini terputus karena gangguan sinyal.

"Gema," Ibu mengusap pundak anaknya itu.

Gema diam, memperhatikan piring nasinya yang belum habis.

"Jangan kayak gitu ke ayahmu," ungkap Ibu.

Gema menoleh ke Ibu. "Kenapa Ibu nurut terus ke Ayah sih?!"

"Ibu ha—"

"Ayah kan tanya apa yang aku pengin Bu. Ya itu semua yang aku pengin. Aku nggak pengin hadiah macam-macam. Aku nggak pengin apa-apa kecuali dia ubah sifatnya," ujar Gema.

Gema kemudian berdiri dan pergi ke kamarnya. Saat aku ingin menyusul, Gemi menahanku.

"Aku aja yang susul Gema, Bang."

Saat Gemi sudah pergi. Aku mengikuti dan memperhatikan mereka berdua di kamar Gema yang pintunya terbuka sempit. Gema dan Gemi duduk bersebelahan. Gema tampak emosi, lalu Gemi menarik satu tangan kembarannya dan dia mengelusnya pelan.

"Kamu udah bentak Ibu. Kamu harus minta maaf," kata Gemi. "Ibu nggak ada maksud bela sifat Ayah yang nggak kamu suka itu. Ibu cuma pengin kamu bisa kontrol emosi kamu ke Ayah."

"Lo nggak nyadar apa, Ibu itu selalu takut sama Ayah. Ayah itu udah jadi monster tahu!"

"Ayah bukan monster. Ayah hanya ingin kita berusaha sekeras mungkin untuk jadi yang terbaik. Ayah pengin kita nggak mudah puas sama apa yang kita capai, Gema. Kamu mungkin berpikir juara dua udah bagus. Kalau Ayah memakluminya, kamu bakal puas di situ. Ayah pengin kamu lakuin lebih. Ya, cara dia emang kayak gitu. Tapi itulah Ayah kita."

"Ya, mungkin lo bener," kata Gema.

"Kita bisa lalui ini bersama. Sama Bang Naga juga," ujar Gemi yang dihadiahi anggukan oleh Gema.

Dadaku menghangat melihat mereka berdua akur seperti itu. Ini yang ingin kulihat dari adik-adikku. Mereka melalui masalah bersama, bukan terpisah karena perbedaan pendapat. Indahnya kalau kami semua saling memahami.

(。♥‿♥。)

Rasanya senang. Aku mulai punya kesempatan untuk menunjukkan kemampuan—aku ingin mengatakan itu bakat, tetapi ragu—memasakku pada para expert di kompetisi yang akan diadakan setelah ujian. Bang Albi memberikanku banyak pengarahan, mengajariku banyak hal yang belum kutahu. Teknik-teknik baru berhasil aku kuasai dengan sekali belajar.

Di dapur khusus restoran ini Bang Albi, sosok yang sekarang menjadi teladan bagiku sedang tersenyum bangga. "Lo benar-benar born to be chef, Naga," ungkapnya yang terdengar sangat tulus. "Gue dulu punya banyak struggle biar ngerti arti memasak sesungguhnya. Tapi lo beda. Lo kayak udah mencintai memasak sejak awal lo nyentuh bahan makanan," pujinya.

Aku memang belajar sangat cepat saat mulai mencoba memasak. Dari kecil, aku suka aroma makanan, mengenal aneka bau, memahami aneka rasa, mengetahui berbagai tekstur bahan makanan. Aku mengenal makanan seperti aku mencoba membuat mereka menjadi teman-temanku. Eh, perumpamaannya kok aneh ya? Kalau makanan itu temanku. Kenapa aku makan? Teman makan teman dong!

"Bang," panggilku pelan.

Dia menurunkan senyumnya, berubah serius. "Ya?"

"Gue akan berusaha, nggak bakal kecewain Abang," ungkapku.

Dia kembali tersenyum, menaruh tangannya ke pundakku. "Jangan terbebani dengan ini, ya," kata dia. "Walau kita belum terlalu lama kenal, gue udah ngerasa lo kayak adik gue," ungkapnya.

"Wah senang banget kalau gue punya kakak kayak Bang Albi," kataku yang memang kagum dengan abang yang satu ini.

Malam ini, kami merasa semakin dekat. Bang Albi mengisahkan kisahnya. Dulu, sebagai anak tunggal dia merasa sangat kesepian karena kedua orang tuanya selalu sibuk dengan urusan masing-masing. Kami berdua punya pandangan yang sama, menjadi kaya bukan berarti selalu bahagia.

Penghapus kesepiannya adalah gadis gendut bernama Abel. Bang Albi menceritakan betapa jahilnya dia waktu SMA. Dia menjadikan Kak Abel sebagai kelinci jumbo melar percobaannya, menabok dan mencubit Kak Abel setiap ada kesempatan, membohongi teman sekelas kalau ada razia lemak agar Kak Abel marah atau yang paling jahat adalah menjadikan Kak Abel yang sedang sakit bahan tertawaan seisi kelas.

"Body shaming itu jahat banget ternyata, tapi Abel nggak pernah marah sama gue," kata Bang Albi dengan senyum getir. "Sejahat-jahatnya gue ke dia, dia selalu membalasnya dengan kebaikan. Ternyata, cuma dia yang tulus mau temenan sama gue saat itu. She is definition of repay with kindness. Gue belajar banyak dari sosoknya."

Dari situ, aku menarik kesimpulan kecil. Semua orang bisa berubah menjadi lebih baik. Bang Albi yang jahil dan sangat menjengkelkan di masa SMA-nya sekarang adalah pria penuh wibawa yang sangat mengagumkan. Aku juga bisa berubah pelan-pelan sepertinya.

(。♥‿♥。)

Aku memperhatikan arloji seratus jutaan di tanganku yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Saat aku menunggu taksi di depan taman dekat restoran Bang Albi ini, aku merasa sedikit takut. Ya, bisa saja ada yang menculikku karena melihat wajahku yang sangat menggemaskan dan geregetan ingin membuatku menjadi pajangan.

Perasaan tidak enak semakin terasa saat beberapa cowok datang mendekatiku. Tanpa basa-basi, mereka yang kuyakin masih seumuran denganku ini menyekap dan membungkamku. Aku berontak, tetapi tidak ada yang bisa kulakukan. Sekapan mereka terlalu kuat.

Mereka membawaku ke taman sepi ini dan melemparkanku ke tanah. Sekarang, aku melihat ada belasan anak yang mengitariku. "Si-siapa kalian?"

Salah satu dari mereka tertawa lalu seperti meludah ke dekatku. Aku mencoba bangkit, tetapi seseorang menginjak punggungku, aku tidak bisa berdiri.

"Lo nggak bakal bisa ikut turnamen lagi setelah ini! Ayo habisi!"

Dengan cepat, mereka mulai memukuliku. Menendangku dengan cukup keras. Aku mencoba melindungi kepalaku. Aku kesakitan. Aku berteriak, tetapi tak ada orang yang datang. Tentu saja aku menangis, aku tidak bisa melawan belasan orang sendiri. Karena perutku terus ditendang, aku pun muntah darah. Aku ingin bangkit, tetapi mereka menendangku lagi.

Apa yang sangat kutakutkan terjadi. Tangan kananku diinjak sangat keras oleh salah satu dari mereka hingga aku mendengar suara retakan dan rasa sakit menyerang dengan luar biasa. Setelahnya, aku tidak begitu sadar. Yang jelas, ada orang yang datang menghajar mereka semua hingga mereka pergi. Namun, tubuhku serasa sudah hancur. Aku terlelap saat pahlawan itu mencoba mengangkatku.

"Naga, bertahanlah."

(。♥‿♥。)

Tekan tombol kalau kamu suka part ini!

Jangan lupa jawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini, ya!

Question Time

1. Apa pendapat kalian tentang bab ini?

2. Bagian paling kalian suka di bab ini?

3. Siapa yang nolongin Naga di bagian akhir?

4. Setelah baca ini, apakah kalian jadi benci Bima?

5. Apa yang harus Bima lakuin setelah kasus ini?

6. Apa yang paling kalian khawatirkan di cerita ini?

7. Di Bab 30, kita balik lagi ke part Bima! Tapi partnya rada mellow, nggak masalah, kan? Siap?

Yang nggak sabar buat baca Bab 30, komen: Naga, bertahanlah!

Sampai Jumpa hari Jumat!

Mana tim kalian?

#BucinnyaNaga vs #RakyatnyaBima

#NaGadis vs #BiMaya

(。♥‿♥。)

Gema, sini Abang fotoin!

Siap, Bang!

Kiyut banget sih, adeknya siapa sih?

Adek Bang Naga seorang dong!

(。♥‿♥。)

Jangan lupa untuk follow:

@andhyrama

@andhyrama.shop

Akun role player:

@nagaputramahendra || @bimaangkasarajo || @gemaputramahendra || @gadisisme || @mayapurnamawarni || @gemiputrimahendra || |@agumtenggara

Akun fanpage:

@team_nagabima

di Instagram!

(。♥‿♥。)

GRUP CHAT!

#BucinnyaNaga || #RakyatnyaBima || #RakyatBucin

GC yang open member akan diinfokan di Instagram Naga dan Bima, ya!

Syarat: Follow IG: @andhyrama, @nagaputramahendra, dan @bimaangkasarajo
Follow Wattpad: @andhyrama

Link: Di bio Instagram @nagaputramahendra atau @bimaangkasarajo

Note: Tidak boleh masuk lebih dari satu grup.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro