Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 24 || BIMA

Naga, Jangan Bucin!

Bab 24

a novel by andhyrama

IG: @andhyrama// Twitter: @andhyrama// Shopee: Andhyrama [an Online Bookshop]

Instagram Bima: @bimaangkasarajo

Bulan memutari bumi bukan untuk menyembahnya, tetapi untuk menunjukkan bahwa menjadi purnama butuh proses dengan terus bergerak.

I love Maya but not live for her only. She is not my life but complete it.
Aku mencintai maya tetapi tidak hanya hidup untuknya. Dia bukan hidupku, tetapi melengkapinya.

(◣_◢)

Pre-Question

Absen dulu! Ponsel kalian sekarang silent apa dering?

Wallpaper kalian gambar apa?

Komen hadir di tim kalian, ya!

#BucinnyaNaga

#RakyatnyaBima

Bonus: #SoulmatenyaHape

Just random questions before you read the story!

1. Kalian kesel kalau teman kalian ...?

2. Kalian senang kalau teman kalian ...?

3. Kalian greget kalau lihat ...?

3. Kalian marah kalau lihat ...?

4. Kalian baper kalau ...?

5. Kalian bingung kalau ditanya ...?
[Me: Kapan Wisuda? Kapan Nikah?]

6. Satu kalimat buat diri kalian!
[Me: Andhy berjuang, nggak masalah mereka nggak suka asal kau tetap kasih 100/100!]

7.Dari skala 0-100, seberapa optimis kalian sama tahun ini?!

Yang nggak optimis! Kalian kudu baca Naga sampai tamat!
Siapa tahu ada something yang buat kalian jadi lebih optimis!

Happy reading, don't forget to vote , comment, and share!

(◣_◢)

Blur?

Tidak.

Kalian hanya pusing melihat ketampanan yang hakiki.

(◣_◢)

Aku membuat sedikit aturan untuk hubunganku dengan Maya. Pertama, kami tidak boleh memberitahu hubungan kami ke anak-anak di sekolah. Kedua, Maya tidak boleh memanggilku Naga. Ketiga, tidak ada umbar foto di media sosial. Dia memaklumi aturan-aturan itu karena aku memberitahu kalau Ayah tidak memperbolehkanku pacaran dan jika aku ketahuan, aku akan diberi hukuman yang besar.

Tentu saja, aku tahu kalau dia merasakan sedikit rasa sakit karena aturanku itu. Dia perempuan yang punya perasaan lembut. Hubungan rahasia bukan hal yang diinginkan olehnya. Namun, itu adalah hal yang harus kulakukan untuk hubungan ini. Maya, aku melakukan ini untukmu juga.

"Jadi aku harus memanggilmu siapa?" tanyanya.

Aku mengendarai sepeda, dia membonceng di belakang dengan memegang erat pinggangku. "Bagaimana kalau Bima?" tanyanya.

"Nama yang cukup bagus."

"Kita berdua bisa disingkat jadi Bimaya."

Maya tertawa. "Untung namaku bukan Moli."

"Memangnya kenapa kalau Moli?"

"Ish! Kutil Cupang nggak peka banget deh! Nama kita digabung jadi Bimoli, merek minyak!" Mana aku tahu merek minyak di negeri ini?

"Itu rumahku!" serunya.

Aku menghentikan sepeda dan memarkirkannya di depan rumah kecil ini. Membayangkan Mayaku tinggal di rumah seperti ini membuatku ingin membangun istana sendiri untuknya—Jendral pasti akan mengatakan, 'itu terlalu mencolok, tidak sesuai dengan kebudayaan Indonesia'.

Di sebelah rumah ini ada warung kecil, dari bangunan yang luasnya hanya tiga kali tiga meter itu keluar seorang nenek. Maya langsung menyalami neneknya, dan aku mengikuti.

"Dia Na—"

Aku melirik ke arah kekasihku.

"Dia Bima," kata Maya. "Pacar Maya," lanjutnya berbisik.

"Cacar buaya?" tanya si nenek. Aku menahan tawa.

"Pa-car Ma-ya," Maya mengoreksi pelan-pelan.

Lalu, Nenek kembali memperhatikanku. Dari bawah hingga atas. "Duh, kasepnya." Dia menempelkan dua telapak tangannya ke pipiku. Aku membalas dengan senyuman.

"Buatin teh atuh Maya," suruh Nenek.

Sementara Maya pergi ke dapur. Aku dan Nenek duduk di ruang tamu. Nenek bercerita tentang Maya dan aku hanya mendengarkan.

"Maya sudah lama ditinggalkan bapaknya, ibunya sekarang kerja di Saudi. Tiap hari Maya bantuin Nenek, antar jemput adiknya ke sekolah, jaga warung. Tapi dia masih punya cita-cita besar pengin jadi juara olimpiade. Sekarang, dia lagi sedih karena gagal ikut apa itu yang di Filipina sekarang?"

"SEA Games, Nek."

"Iya, itu."

"Dari kemarin dia ceria lagi, ternyata kamu sebabnya," ujar Nenek yang tersenyum senang padaku.

Maya datang membawa nampan berisi gelas dan teko. Menaruhnya ke meja, dia menuangkan teh untukku dan untuk neneknya.

"Ayo diminum," kata Maya.

Entah kenapa, saat aku mengambil gelas dan meminum teh, Maya dan Nenek memperhatikanku dengan aneh. Apa ada yang salah dengan itu? Oh ya, aku minum dengan gaya pangeran. Tentu saja mereka terkesima.

"Kamu pinter banget cari pacar," bisik Nenek ke Maya.

Maya hanya menahan senyum sembari memperhatikanku.

Suara laki-laki terdengar. "Nek! Ini gentengnya mau langsung dipasang?"

"Betul. Ganteng ya disayang," kata di nenek.

"Itu Paman Bonar yang ngomong, Nek. Genteng bukan ganteng," ujar Maya seraya menunjuk seorang paman yang membawa gerobak berisi genteng di depan rumah.

Nenek berdiri dan keluar rumah.

Aku penasaran. "Kenapa?"

"Rumah kami bocor," jawab Maya.

Aku berdiri. "Ayo paman! Kita pasang sama-sama."

"Bima, itu pekerjaanku," kata Maya.

Aku menggeleng. "Itu pekerjaan saya juga sekarang."

Walau aku tidak pernah melakukan pekerjaan rakyat seperti ini. Bukan berarti aku tidak bisa. Aku kan kuat, kalau Maya minta dibuatkan seribu candi dalam satu malam juga aku bisa. Bisa menyuruh ribuan orang untuk membuatkannya maksudku.

"Selesai!" kataku pada Maya, melihat jam tangan di lengan ini sudah saatnya aku latihan—aku sudah izin untuk telat satu jam. "Saya harus latihan."

Maya tampak khawatir. "Sudah aku bilang betulin genteng itu tugasku. Kamu kan harus latihan. Belum lagi kamu pake sepeda. Dari sini ke sekolahmu kan jauh. Kalau kamu kelelahan dan jatuh sakit, gimana?" Nada bicaranya seperti marah.

"Bukan masalah. Saya kuat," kataku. "Saya tidak pernah sakit, Maya. Percayalah."

Matanya memandangku masih dengan perasaan khawatir yang bisa kutangkap. Padahal, aku sama sekali tidak lelah. Mungkin, dia masih menganggapku Naga yang lemah. Aku bukan dia, Maya! Itu kenapa aku tidak mau dipanggil Naga di depanmu. Aku ingin jadi diriku sendiri saat ada bersamamu.

"Bodo ah!" Maya yang kesal langsung masuk ke rumah, tetapi dia sempat menoleh padaku. "Hati-hati!" ucapnya masih dengan nada kesal.

"Nenek, saya pamit dulu ya," kataku ke Nenek, lalu menyalaminya.

"Dia marah karena sayang kamu," kata Nenek.

Aku mengangguk. "Bima tahu Nek."

"Hati-hati, ya."

Aku mengangguk lagi.

(◣_◢)

Pertandingan demi pertandingan berhasil kami lalui dengan mudah. Hingga sekarang, kami sudah sampai di perempat final dan akan bertemu dengan SMA Pemuda lagi besok. Namun, aku menemukan wajah-wajah anggota timku yang mulai berubah. Seperti mereka merahasiakan sesuatu.

Saat mereka berkumpul di tribune, aku pura-pura pulang duluan, walau sebenarnya ingin menguping apa yang mereka bicarakan jika tidak ada aku.

"Semuanya tentang Naga. Kalian nggak sadar apa? Dia bahkan bisa menang tanpa ada kita?"

"Dia selalu ingin menunjukkan diri. Hampir semua gol dia yang cetak. Semua orang cuma bicarain Naga. Bukannya gue iri, tapi kita semua kayak backing-nya si Naga doang."

"Sebagai kapten dia juga buruk. Dia nggak peduli kalau kita ada yang cidera, dia nggak paham kalau kita juga pengin diberi kesempatan untuk unjuk diri. Bukan hanya dia, dia, dan dia terus yang dapat spotlight."

"Beda banget sama Bang Agum. Bang Agum selalu ngertiin kita semua. Bang Agum bahkan ke rumah kita satu per satu saat dia mulai jadi kapten dulu."

"Naga emang benar-benar udah berubah. Gue kira, gue nggak bakal kangen sama Naga yang dulu. Ternyata, gue kangen sama Naga yang walau payah tapi selalu bisa buat kita ketawa."

"Naga yang dulu juga sebenarnya nggak payah. Dia cuma butuh push dikit."

"Sekarang, Naga terlalu banyak di-push. Kemampuannya jadi luar biasa, tapi kehilangan personality-nya sebagai kawan kita."

Tanganku tergenggam saat mendengar apa yang mereka katakan. Apa-apaan mereka mengkritikku seperti itu? Aku marah. Mereka tidak tahu diri. Aku yang mengangkat klub sepak bola sekolah payah ini. Bagaimana bisa mereka menganggapku tidak becus menjadi kapten? Tidak bisa dipercaya.

(◣_◢)

Perasaanku terus saja tidak enak. Aku kesal. Ayah Naga menghadiahiku sebuah bingkisan berisi kartu izin mengemudikan mobil. Walau kartu hitamku bisa berubah menjadi itu, tetapi bukan itu masalahnya. Naga terus saja mendapatkan keuntungan dari apa yang kulakukan. Dia mendapat kasih sayang Ayah tanpa berusaha sama sekali.

Semenjak Ayah sakit, aku begitu jarang bersama Ayah. Dia menjadi pemurung dan jarang sekali memperlihatkan senyum. Seberapa kuat aku berusaha membanggakannya, berjuang mati-matian mempelajari banyak hal, mencetak prestasi, menjadi harapan bangsa. Dia tetap memasang wajah murungnya, wajah sedihnya. Itu membuatku tidak sampai hati melihatnya. Dia sedang sekarat.

Di titik ini, aku mulai merasakan jika semua orang benar. Ayah memang sudah ada di ujung hidupnya. Dia akan pergi dan bertemu Ibu di nirwana. Mungkin, itu yang terbaik untuknya. Sedangkan aku? Aku akan duduk di singgasana, menjadi raja yang pemarah. Raja yang kesepian dan harus selalu terlihat tegar di depan rakyatnya. Itu kenapa, aku sangat iri dengan kehidupan Naga.

Kemarahanku kulampiaskan pada laga perempat final mewan SMA Pemuda. Aku tidak peduli lagi dengan timku. Aku selalu menguasai bola, mencetak gol, dan tidak ambil pusing dengan beberapa anggota yang cidera dari timku atau tim lawan. Dengan kakiku, aku menggiring bola, melewati lawan dengan mudah. Melompat, mengelabui arah tendangan, dan melakukan tembakan. Gol keenam yang seluruhnya aku cetak sendiri menjadi tanda bahwa aku bisa memenangkan turnamen ini sendiri.

[Erza the Bad Boy]

"Petro cidera! Lo nggak mau cek dia?" tanya Erza di pinggir lapangan saat laga sudah usai.

Aku diam.

Erza memandangku dengan kesal. Fariz datang mendekatiku. "Kapten! Kayaknya Petro harus dibawa rumah sakit! Tulangnya retak. Ambulan lagi jalan ke sini."

"Ya, urus saja," jawabku.

Dua anak ini memandangku dengan wajah yang kecewa.

"Ga. Gue jujur. Lo hebat banget. Anak SMA di seluruh Jakarta nggak bakal ada yang bisa cetak gol enam kali sendirian kayak lo tadi," ujar Erza. "Tapi kemenangan ini sama sekali nggak buat gue bangga lagi sama lo. Lo udah lupain inti dari sepak bola. Team work." Anak itu kemudian pergi sepertinya ingin ke tempat Petro berada.

Suara ambulan terdengar. "Ga, lo nggak mau ikut?" tanya Fariz.

Aku menggeleng.

"Gue nggak tahu apa yang ngubah lo jadi kayak gini. Satu hal yang pengin gue bilang. Gue kangen lo yang dulu," ujarnya yang kemudian pergi.

(◣_◢)

Di bangku taman SMA Nuski, aku duduk bersama kucing ini di sebelahku. Seharusnya aku bersama Maya, tapi dia tidak bisa datang ke pertandingan kali ini. Dadaku masih panas, aku masih merasakan kemarahan dan kekesalan yang menumpuk jadi satu.

"Apa Yang Mulia sudah sadar sekarang?" tanya Jendral.

"Soal apa?"

"Soal tes ini. Baginda Raja memberikan tes ini bukan untuk menguji kemampuan sepak bola Yang Mulia. Ada hal penting yang seharusnya Yang Mulia sadari," ujar Jendral.

Aku terdiam, memikirkan apa yang sebenarnya aku lakukan selama di negeri ini. Aku melakukan banyak hal semauku dengan identitas Naga. Mendapatkan kesempatan merasakan menjadi pemuda biasa tanpa kekangan istana, mendapat kesempatan dirangkul Ayah yang penyayang, merasakan punya keluarga. Aku merasakan punya tim, menjadi kapten dan memimpin mereka. Bahkan, aku merasakan jatuh cinta dan menjalin hubungan dengan gadis luar biasa. Begitu banyak hal yang aku dapatkan di sini.

"Orang lain?" tanyaku.

"Apa maksudnya orang lain, Yang Mulia."

"Aku membutuhkan orang lain untuk menyelesaikan tes ini," jawabku.

Kucing itu mengangguk.

"Kau benar. Menjadi raja bukan soal memimpin, tapi soal menyadari bahwa aku membutuhkan orang lain untuk menjalankan segalanya," ungkapku.

Aku kembali merenung. Ya, Ayah memberikanku tes ini tentu bukan untuk mengetahui kemampuanku. Bagaimana bisa aku tidak menyadari itu? Dia tidak bangga padaku karena sifatku yang selalu merasa bisa sendiri, dia tidak tersenyum di depanku karena kesombonganku, dia menjadi pemurung karena memikirkan nasib Bataranusa jika seorang raja arogan yang ternyata harus mengambil alih kuasa. Aku harus berubah! Demi Ayah dan demi rakyatku.

"Soal gadis itu, apa Yang Mulia sudah tahu risikonya?" tanya Jendral.

"Maya?"

"Naga tidak boleh tahu."

"Akan aku pastikan itu," jawabku. "Tunggu Jendral ..."

"Apa?"

"Kau melihat wanita yang memakai baju putih dengan rambut panjang di pohon beringin itu? Tangannya melambai, seperti memintaku untuk ke sana," kataku.

"Saya tidak melihatnya, Yang Mulia."

[Melati Ketua Klub TBK-The Bucin Kunti]

"Mungkin hanya makhluk astral kelas rendah yang tidak penting," ujarku. Oh tidak! Aku tidak boleh sombong lagi. "Mungkin dia hanya bidadari yang belum mandi yang ingin menghormati seorang Pangeran. Ayo pulang, Jendral!"

(◣_◢)

Tekan tombol kalau kamu suka part ini!

Jangan lupa jawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini, ya!

Question Time

1. Apa pendapat kalian tentang bab ini?

2. Bagian paling kalian suka di bab ini?

3. Bima udah mulai sadar nih, pendapat kalian gimana? Akankah dia bantuin Naga?

4. Menurut kalian, lebih manis momen #NaGadis atau #Bimaya?

5. Menurut kalian Bima udah keterlaluan nggak sih pakai identitas Naga seenaknya?

6. Kalian khawatir nggak sih Bima dan Maya ketahuan?

7. DI BAB 25, BAKAL BANYAK YANG MUNCUL?! YANG NGGAK SABAR JAWAB PAKAI CAPSLOCK!

8. Hari Minggu, aku mau umumin pemenang GA, kasih sedikit materi tentang ALUR dan sebuah flash story dengan sudut pandang TUMBUHAN! Mana yang excited?

Perlu GA, lagi?

Yang nggak sabar buat baca Bab 25, komen: Please! Naga jangan ambyar!

Sampai Jumpa hari Minggu dan Rabu!

Update Naga, Jangan Bucin! sekarang adalah Rabu dan Jumat, ya!

Rabu setiap jam 8 pagi!

Jumat setiap jam 2 sore!

[Bisa berubah sewaktu-waktu!]

Mana tim kalian?

#BucinnyaNaga vs #RakyatnyaBima

#NaGadis vs #BiMaya

Bonus: #JodohnyaKasur vs #SoulmatenyaHape

(◣_◢)

REMINDER!

GA di bab KARAKTER || GA masih berlaku sebelum 5 Januari, ya!

Pengin bonus Bab? Baca rules di bawah BAB 18, ya!

Pengin mutualan di Twitter? Baca rules di BAB 23, ya!

(◣_◢)

Yang meragukan visualnya Mita, dia sebenarnya cantik banget lho, cuma komuknya kadang bikin ngakak.

[Mita the Cute Gal]

Kak Naga miliknya aku, jangan direbut!

[Erza sang Penggoda]

Mita, sama Kak Erza aja kuy!

Ah, mau dong!

[Mita itu kayak kalian ya! Udah suka A, dateng B tetep aja diembat! Wkwk]

(◣_◢)

Jangan lupa untuk follow:

@andhyrama
@andhyrama.shop

Akun role player:

@nagaputramahendra || @bimaangkasarajo || @gemaputramahendra || @gadisisme || @mayapurnamawarni || @gemiputrimahendra || |@agumtenggara

di Instagram!

(◣_◢)

GRUP CHAT!

Pembukaan GC #RakyatBucin [HAMPIR PENUH!]

Syarat: Follow IG: @andhyrama, @nagaputramahendra, dan @bimaangkasarajo
Follow Wattpad: @andhyrama
Link: Di bio Instagram @nagaputramahendra atau @bimaangkasarajo

Note: Yang sudah masuk di grup #BucinnyaNaga dan #RakyatnyaBima tidak diizinkan masuk ke #RakyatBucin, beri kesempatan yang lain untuk gabung di grup, ya!

Buat yang baca ketiga serinya: Alur Naga, Jangan Bucin! Lebih lambat dari Alan dan Juno, ya. Kenapa? Pertama karena kepotong Bagian Bima, kedua karena kejadian demi kejadian waktunya pendek. Terima kasih yang udah mengerti.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro