BAB 09 || NAGA
Naga, Jangan Bucin!
❖Bab 09❖
a novel by Andhyrama
www.andhyrama.com// IG: @andhyrama// Twitter: @andhyrama//FB: Andhyrama// Ask.fm: @andhyrama// Shopee: Andhyrama
Instagram Naga: @nagaputramahendra
(。♥‿♥。)
Quote itu bukan soal seberapa bijak kata-katanya, tetapi seberapa tulus penyampaiannya.
Gue seratus persen tulus sama Kak Gadis. Sudah teruji di Havard University dan University of Oxford!
(。♥‿♥。)
Pre-Question
Absen dulu! Lagi duduk, rebahan, apa berdiri?
Komen hadir di tim kalian ya!
#BucinnyaNaga
#RakyatnyaBima
Just random questions before you read the story!
1. Pas makan siang di sekolah, kalian tim bawa bekal, makan di kantin, atau nggak makan nunggu di rumah aja?
2. Paling diinget saat masa sekolah apanya sih?
3. Kalian pernah nggak sih nyari-nyari barang, ternyata lagi kalian pegang atau ada di dekat kalian banget?! Kalau iya, apa itu?
4. Kalian lebih suka anime (kartun jepang) atau animasi buatan barat?
5. Kalian kalau marahan sama temen biasanya karena masalah apa? Maaf-maafannya lama nggak?
6. Kalian udah rekomendasiin cerita Naga ini ke teman kalian belum? Kalau belum rekomenasiin ya!
7. Tim #HappyEnding atau #SadEnding?!
(。♥‿♥。)
Kalau mikirin Kak Gadis pasti senyum-senyum sendiri.
(。♥‿♥。)
Juno sudah sampai. Dia memperhatikan studio ini. Matanya begitu teliti, bahkan mayat cicak di bawah meja saja berhasil dia temukan. Namun, overall, dia merasa studio ini cukup layak. Yang udah kinclong saja tidak langsung membuatnya yakin, apalagi yang sebelumnya.
Awalnya, kami berdebat masalah visi. Alan sungguh ceroboh karena terlalu jujur dengan apa yang dia inginkan dari pembuatan channel ini. Ingin tenar agar bisa balik dengan mantan atau ingin dikenal agar bisa dekat dengan gebetan adalah dua tujuan yang tidak ingin Juno dengar.
"Intinya, kita nggak nyari duit. Kita gunakan uang yang nanti masuk untuk donasi. Yang perlu kita lakukan hanya buat konten yang berkualitas," ungkapku yang memang jujur. Aku sama sekali tidak butuh uang dari project ini. Kalau Kak Gadis bisa didekati dengan uang, aku tidak perlu repot-repot membuat channel ini.
"Itu yang mau gue denger dari tadi," Juno menyetujui.
Setelah kelar masalah visi, kami mulai membahas nama. Berbagai usulan nama yang muncul tentu saja tidak langsung disepakati kami bertiga. Namun, saat Alan mengusulkan Ganteng-Ganteng Gragas, aku merasa ada sesuatu yang relateable dengan kalimat itu. Ya, memang terkesan tidak original karena seperti meniru salah satu sinetron di TV. Akan tetapi, aku penasaran dengan kata Gragas.
Kucari di internet tentang kata itu. Artinya cukup banyak, beberapa terdengar negatif seperti serakah atau maruk, tetapi kata ini bisa diartikan positif seperti semangat atau penuh gelora. Jadi, kurasa ini memang cocok untuk kami.
Juno tentu tidak setuju dengan nama channel seperti itu. Mungkin, bagi dia itu kata yang cringe. Juno memang anaknya memandang sesuatu lebih filosofis. Jadi, tidak perlu frontal menyebut kata ganteng untuk membuktikan bahwa kami memang ganteng. Namun, Alan juga ada benarnya. Nama itu sangat komersil. Kali ini, aku condong ke Alan.
Melihat Juno tampak menikmati kue yang diberikan oleh bibi yang bekerja membantu di rumah ini, aku langsung terpikirkan sesuatu. "Besok, kita buat konten gue masak gimana? Kalau enak lo harus setuju namanya Ganteng-Ganteng Gragas, setuju?"
Juno sambil ngunyah langsung bilang, "Deal! Siapa takut?"
Menoleh ke Rolex Submariner warna hitam di tangan, aku langsung ingat kalau aku harus siap-siap untuk pertandingan sore ini. Aku harus pulang, lalu berganti menjadi Bima. Aku pun izin pulang duluan. Tentu saja, aku meminta keduanya untuk menonton pertandingan itu. Apalagi si Alan. Setelah melihat Bima di lapangan, dia tak akan bisa mengejek kemampuan bermain bolaku yang sangat payah ini.
(。♥‿♥。)
Tribune lapangan ini begitu penuh. Aku tidak tahu kenapa antusiasnya bisa sebesar ini. Sorakan terdengar begitu keras. Mungkin karena anak-anak dari SMA Pemuda juga menonton sehingga makin ramai. Aku yang duduk dengan kucing oranye di sampingku ini sudah bersiap untuk menonton pertandingan Bima.
Saat aku melihat keluargaku, mereka berempat tampak mencari kursi dan akhirnya duduk di depanku. Aku langsung merapikan topi, kacamata hitam, dan maskerku agar mereka benar-benar tidak mengenali.
"Nggak siap pengin lihat Bang Naga," kata Gemi.
Gema diam saja. Aku tahu dia tidak suka melihatku melakukan hal yang tidak kusuka.
"Dewi, belikan minum ya," kata Ayah yang menyuruh Ibu. Ibu langsung menurut saja.
Kadang, aku kasihan dengan Ibu karena dia begitu penurut. Memang Gema ada benarnya, Ayah memang harus ditentang. Jika Ibu memihak kami, mungkin Ayah akan luluh dan mulai membebaskan kami.
"Pertandingan SMA Nusa Cendakia melawan SMA Pemuda akan segera dimulai!" komentator sudah memberikan pengumuman.
"Di situ aja ayo, Dis!"
Aku menggeleng-geleng. Kak Gadis! Dia duduk di belakangku! Sial. Aku takut. Takut meleleh kayak es krim. Lihat depan aja, Naga. Lihat Depan!
Tiba-tiba, kucing jadi-jadian di sebelahku naik ke pahaku. Dia mengeong dengan fals, lalu menampilkan wajah sok imut. Aku mengerti maksudnya. Dia ingin berlagak menjadi kucing peliharaan untuk kamuflase. Lagi pula, dia juga tidak mau dilihat oleh Kak Gadis karena kemarin sudah bertemu dengannya. Aku pun akhirnya mengelus-elusnya dengan terpaksa.
"Agum berarti udah nggak main, ya?"
"Enggak, Din. Kita kelas dua belas kan udah harus fokus mau ujian. Jadi, ini masa-masa pergantian. Yang di lapangan itu cuma anak kelas sepuluh sama sebelas," jawab Kak Gadis.
Aku pun mulai menguping pembicaraan Kak Dinda dan Kak Gadis.
"Itu bukannya Naga yang pernah nemuin kita di kantin, ya? Yang mukanya lucu itu, lho."
"Iya, itu Naga. Tapi kok ...."
"Kelihatan lebih macho ya. Ah, tapi ganteng ya ganteng aja."
Aku tersenyum sendiri di balik masker ini. Apalagi mengetahui Kak Gadis yang sepertinya mengenali perbedaanku dengan Bima. Aku sudah tidak siap untuk besok. Aku akan membuat kue terenak untuknya, dan kuberikan padanya hari Senin.
Peluit tanda mulainya pertandingan babak pertama dimulai. Entah kenapa, aku langsung tegang. SMA Pemuda punya banyak prestasi di bidang olahraga. Pelatih panahannya Gemi saja anak SMA Pemuda—Maya. Aku tidak tahu berapa kemungkinannya Nuski bisa menang, tetapi aku sangat berharap pada Bima.
"Petro, si Petro membawa bola. Dioper ke rekannya, nomor punggung 78. Sayang sekali berhasil direbut."
"Bang Naga! Bang Naga!" teriak Gemi.
"Diem deh, dia nggak denger lo," kata Gema.
"Idih, gue kan pengin semangatin Bang Naga, walau gue pengin dia kalah."
"Lho? Kok lo malah pengin dia kalah!"
"Kalian berdua diam!" suruh Ayah. "Kamu kenapa ingin abangmu kalah?"
"Enggak Yah, cuma bercanda," kata Gemi yang tampak takut dengan Ayah.
"Naga, berlari membawa bola! Gila, gila, gila! Tiga orang dilaluinya dengan gampang. Lawan ingin merebut, tapi kesusahan. Naga menendang bola ke atas, melewati lawan. Lincah sekali sodara-sodara! Kembali mendapat bola si Naga. Siap-siap menendang, ya .... Goool!"
Tepuk tangan langsung menggema saat Bima berhasil mencetak gol pertama untuk Nuski. Aku menggeleng tidak percaya. Dia benar-benar hebat.
"Yang Mulia biasa melawan antar negara, antar sekolah bukan levelnya," kata si kucing yang pintar banget masalah timing, dia bicara saat semua orang sedang bersorak agar tidak ada yang sadar.
"Bang Naga kok bisa?" tanya Gemi.
"Ke ... ren!" Gema tampaknya sangat takjub.
Ayah tidak bertepuk tangan sama sekali, dia hanya bersedekap. Namun, bisa kulihat dari samping. Wajahnya seperti bangga. Lalu, wajah cantik Ibu juga tampak terharu.
"Woy Naga, tukang tipu!" teriakan seseorang membuatku menoleh. Ternyata, itu dari Alan yang duduk di agak depan. "Gue pikir lo payah, ternyata gini! Gue ditipu, sialan! Tukang prank!"
"Gila, keren juga ya Naga main bolanya. Bisa dipertimbangkan tuh, Dis," kata Kak Dinda.
Tanpa sadar, aku sudah menoleh ke belakang.
"Dipertimbangkan buat apa?" tanya Kak Gadis yang tiba-tiba mengarahkan matanya ke arahku.
Gila, gila, aku tidak bisa bergerak. Kembali lihat ke depan, atau tetap menikmati keindahan wajahnya? Naga, ayo putuskan!
"Maaf, itu kucing lo?" tanya Kak Gadis.
"Ku-ku-kucing?" Aku gelagapan. Langsung menoleh ke pahaku. "I-iya, ini kucing gue."
"Kucingnya kayak kucing kemarin yang ngikutin gue," kata dia sambil terkekeh. "Mungkin cuma mirip."
Aku tertawa canggung, tak tahan melihat senyumnya.
"Naga membawa bola, menendang lagi, ya .... Gol! Dua gol diciptakan dengan mudah oleh Naga dari SMA Nuski! Pertama kalinya SMA Nuski unggul dua kosong lawan SMA Pemuda!"
Sorakan yang kembali menggemuru membuat aku dan Kak Gadis kembali menghadap ke depan. Di lapangan, Bima sedang dipeluk oleh teman-temanku. Dia benar-benar membanggakan. Ada hawa hangat yang muncul di dadaku. Walau di balik itu, ada keinginan kecil jika sesungguhnya aku yang kini berada di lapangan dan disambut sorak-sorakan.
(。♥‿♥。)
Bima mencetak empat gol dari lima gol yang didapat Nuski. SMA Pemuda hanya berhasil menembus pertahanan Nuski sekali. Skor lima satu itu menjadi sejarah bagi klub sepak bola Nuski melawan SMA Pemuda. Tentu saja, namaku langsung diperbincangkan di berbagai grup Line dan WhatsApp sekolah. Aku mendapat banyak pesan dari teman-teman angkatan dan juga serbuan DM dari cewek-cewek. Itu semua karena Bima.
Alan: Setan lo Ga. Dari dulu lo pura-pura bego main bola?
Naga: Gue orangnya nggak pamer, ya.
Alan: Kapan-kapan main bola sama gue! Gue tantang lo!
Naga: Siapa takut?
Saat makan malam, aku terus saja mendapat pujian dari Ayah dan Ibu. Ayah sampai merencanakanku untuk seleksi masuk timnas. Gemi memujiku, tetapi dia juga kesal karena harus menepati janjinya dengan menemui Nada. Gema tidak banyak bicara, dia hanya mengatakan bahwa dia salut.
"Terima kasih untuk hari ini, Pangeran," kataku yang membukaan pintu berisi portal ke Bataranusa. "Pangeran sangat hebat."
"Itu bukan apa-apa. Kau tidak perlu berlebihan seperti yang lain," ujar Bima yang sepertinya sudah kenyang dengan segala pujian. Dia pantas untuk menjadi songong.
Aku mengangguk. Bima dan kucingnya pun masuk ke portal itu. Aku memandang portal itu sesaat, kemudian menutup pintu setelah mereka berdua menghilang dan tembok kembali muncul.
"Bang Naga!" Aku kaget, menoleh ke belakang dan tiba-tiba Gema sudah ada di kamar ini.
"Lo dari kapan?"
"Dari Bang Naga ngelihatin pintu," jawabnya. "Pintu itu nggak berguna, kan ya? Kenapa nggak minta dibuang aja, Bang?"
"Jangan. Pintu ini keren," kataku.
"Kayak Abang dong," ujarnya. "Hari ini, Bang Naga keren."
Aku mengangguk.
"Kita nonton di bawah yuk, Bang. Bikinin popcorn!" ajaknya.
Aku pun mengikuti ajakan Gema. Membuat jagung brondong di dapur, memasukkannya ke baskom, dan kemudian membawanya ke ruang tengah tempat TV 92 inci itu berada. Kami menonton film action bersama.
Kesamaanku dengan Gema adalah gemar nonton film aksi. Menurutku, film seperti itu keren. Banyak perkelahian, adu balap, tembak-tembakan. Cowok banget! Memang di pikiranku, aku pengin juga seperti itu. Tapi, aku sudah kapok setelah main paintball di Hollywood Sports California, USA liburan semester lalu. Aku tidak pernah kena sasaran, malah ditembak mulu. Namun, itu cukup menyenangkan karena aku bisa melihat Gema sangat bersemangat dan bahagia.
"Bang, lo selama ini nyembunyiin kemampuan sepak bola, lo?" tanya Gema sambil mengunyah popcorn.
Aku belum bisa menjawab.
"Lo nyerah dan akhirnya nunjukkin itu ke Ayah? Apa itu wujud penentangan lo, Bang?" tanyanya. "Lo nantang Ayah dengan tunjukkin lo bisa main bola, tapi lo nggak bakal milih jadi pesepakbola, kan?"
Gema membuatku merasa tahu harus menjawab apa. "Ya. Mungkin itu alasannya. Penentangan nggak harus dengan cara berhenti menurut, kan? Lo bisa taat, tapi hati lo tetap nentang."
Gema menaruh bantal ke pahaku, dan dia mulai membaringkan kepalanya di bantal ini. Aku mengelus rambutnya dengan tangan kiri yang belum kena popcorn. Dari dulu, Gema memang adik yang paling dekat denganku. Mungkin, dia kangen dengan Ayah waktu dia kecil—yang kini berubah menjadi sangat tegas. Walau begitu, aku tetap bersyukur karena keluargaku masih utuh.
"Malam ini, gue mau tidur bareng lo Bang."
"Manja banget adek gue yang ini."
"Gue sayang lo, Bang."
"Gue nggak sayang lo."
"Kok gitu?"
"Gue sayang banget."
(。♥‿♥。)
Question Time
1. Apa pendapat kalian tentang bab ini?
2. Bagian paling kalian suka di bab ini?
3. Menurut kalian keberadaan Bima akan terbongkar atau enggak? Kalau terbongkar siapa yang tahu pertama?
4. Kalau kalian punya teman kayak Naga, apa yang bakal kalian lakuin ke dia?
5. Ada yang setuju nggak kalau aku buat part khusus yang isinya bahas karakter, QnA, dan Giveaway?
6. Ada nggak sih karakter yang kalian benci di cerita ini? Kalau ada, siapa?
7. Di Bab 10, akan ada kejadian gawat! Apa itu?! Kalian sudah siap?!
Yang nggak sabar buat baca Bab 10, komen: Naga, golin hatiku!
#BucinnyaNaga vs #RakyatnyaBima
#BucinnyaNaga dan #RakyatnyaBima ternyata cukup sengit di part 8, tapi #BucinnyaNaga masih sedikit lebih unggul! Ayo dong #RakyatnyaBima lebih ganas jangan santuy mulu! Wkwk.
Komen #NoBucinNoLife untuk Naga dan #RakyatSejahtera untuk Bima!
[Medan Perang]
Sampai jumpa di hari Senin pukul 19:00 WIB!
(。♥‿♥。)
(。♥‿♥。)
Jangan lupa untuk follow:
@andhyrama
@andhyrama.shop
Akun role player:
@nagaputramahendra || @bimaangkasarajo || @gemaputramahendra || @gadisisme || @mayapurnamawarni || @gemiputrimahendra || |@agumtenggara
Akun fanpage:
@team_nagabima
di Instagram!
(。♥‿♥。)
GRUP CHAT!
#BucinnyaNaga || #RakyatnyaBima || #RakyatBucin
GC yang open member akan diinfokan di Instagram Naga dan Bima, ya!
Syarat: Follow IG: @andhyrama, @nagaputramahendra, dan @bimaangkasarajo
Follow Wattpad: @andhyrama
Link: Di bio Instagram @nagaputramahendra atau @bimaangkasarajo
Note: Tidak boleh masuk lebih dari satu grup.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro