Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 04 || NAGA

Naga, Jangan Bucin!
Bab 04

a novel by Andhyrama

www.andhyrama.com// IG: @andhyrama// Twitter: @andhyrama//FB: Andhyrama// Ask.fm: @andhyrama// Shopee: Andhyrama

Instagram Naga: @nagaputramahendra

(。♥‿♥。)

Emosi manusia itu rumit, ada sebagian perasaan yang menentang perasaan lain. Sudah tahu begitu, kenapa masih ada yang mempermainkannya?

Kak Gadis, gue janji. Gue nggak akan main-main. Tapi kalau mau main ke  Tokyo, Paris, Hawaii, atau Antartika ya ayo-ayo aja!

(。♥‿♥。)

Pre-Question

Absen dulu! Berapa persen baterai gadget kalian saat ini?

Cuaca di tempat kalian saat ini?

Just random questions before you read the story!

1. Kalau kalian jadi superhero kalian bakal pengin jadi kayak siapa?

2. Kalau kalian ternyata adalah penyihir, kalian bakal bilang ke orang atau dipendam saja?

3. Jika kalian bukan orang Indonesia, di negara mana kalian pengin tinggal?

4. Lebih suka film horor apa film aksi?

5. Doraemon atau Shinchan?

6. Karakter paling kalian suka di Spongebob?

(。♥‿♥。)

Oh gini rasanya es krim murah?

(。♥‿♥。)

Ini benar-benar seperti mimpi, aku bisa masuk ke sebuah restoran mewah bersama pemiliknya. Bang Albi ini walau sudah 23 tahun, tetapi wajahnya masih tampak seperti anak SMA. Dia memakai pakaian koki. Walau dia adalah sang pemilik, tetapi dia tetap berdedikasi menjadi koki di restoran yang cukup mewah ini—cukup sesuai dengan aku yang suka kemewahan. Selain Ayah, ternyata ada orang lain yang bekerja untuk passion, bukan hanya untuk uang.

"Ini dapur gue," kata Bang Albi saat kami masuk ke sebuah dapur khusus—ada dapur utama tempat para koki yang bekerja sedang memasak. "Dulu, saat semumuran lo. Gue latihan di sini terus-terusan. Gue dibantu sama cewek gendut yang nggak akan pernah gue lupain. Gua masak, dia yang makan. Terus dia ngasih pendapatnya dengan jujur. Kalau nggak ada dia, mungkin gue nggak bakal kayak gini."

"Jadi, dorongan kuat dari orang lain juga sangat berpengaruh ya Bang bagi karir lo sebagai koki?" tanyaku. "Tadi gue lihat di dinding, Abang udah banyak penghargaan internasional, ya."

Bang Albi mengangguk. "Ya, dukungan orang lain itu perlu banget. Emangnya lo mau masak buat dimakan diri lo doang? Kan enggak. Masak adalah seni yang dinikmati orang lapar. Bagaimana lo bisa membuat mereka menikmati masakan lo adalah kuncinya," kata dia. "Lo udah sering masak, kan?"

Aku mengangguk. "Sering, Bang."

"Karena dapur ini udah nggak gue gunain, lo boleh pake. Tapi sebelum itu, gue pengin tes kelayakan lo dulu. Anggap aja ini tantangan. Kalau lo bisa masak buat gue dan gue approved, lo bisa gunakan dapur ini. Kalau gue bilang no, berarti lo nggak bisa pake dapur ini," ungkapnya.

"Tantangan diterima, Bang!" jawabku antusias.

Bang Albi mau meluangkan waktunya untukku memang karena dia ingin membagi ilmunya dengan orang yang lebih muda dan punya keinginan besar menjadi koki. Hari ini, keinginanku untuk menjadi koki sepertinya berlibat ganda. Melihat gudang penuh makanan yang kuidam-idamkan, memasak di dapur elegan dengan alat-alat yang lebih dari kata memadai membuatku seakan ingin cepat-cepat memiliki hal semacam ini dengan usahaku sendiri.

Dengan bahan yang begitu lengkap, aku merasa dapat memasak apa pun. Namun, kali ini aku tidak ingin main-main. Aku akan menunjukkan kemampuan terbaikku. Sudah kuputuskan, aku akan memasak Tuna Tartare, masakan itu terinspirasi dari juara MasterChef Indonesia tahun ini, Stefani Horison. Karena suka masak, tentu saja aku mengikuti acara MasterChef dari season ke season.

Membuatnya cukup rumit karena selain memasak tunanya, aku juga membuat saus dan dressing-nya sendiri. Mencampurkan tuna dengan saus yang sebelumnya kubuat, aku menambahkan cilantro dan wijen. Setelah menaruh tuna di atas mangga alpukat salsa dan meratakannya, aku melakukan sentuhan akhir dengan menghiasinya dengan garnish.

Bang Albi memperhatikan masakanku di meja, ia mulai mengangkat garpu dan ingin segera mencicipinya. Aku begitu tegang saat ini. Aku percaya diri dengan tampilannya, tetapi bagaimana dengan rasanya? Kecemasan pun datang saat Bang Albi terlihat kurang menikmatinya. Namun, saat dia berkomentar, aku seperti diberikan hal yang sebelumnya tak pernah kutahu.

(。♥‿♥。)

"Dewi, ini beneran kamu yang masak?" tanya Ayah. "Enak banget, lho."

Ibu tidak menjawab pertanyaan Ayah, dia tampak takut mengatakan sejujurnya.

"Oh ya, Naga. Ayah tadi ke sekolahmu, lihat teman-temanmu latihan di lapangan. Kok kamu nggak ada?" tanya Ayah di meja makan. "Di mana?"

Ya, aku memang bolos latihan tadi sore karena menuju restoran milik Bang Albi. Aku tidak menyangka jika Ayah mau repot-repot ke sekolah dan mencari anaknya. Terkadang, kelakuan Ayah memang tidak bisa diduga. Dia juga pernah datang untuk mengambil raporku, padahal Ibu bilang dia yang akan mengambilnya. Tentu saja, aku dimarahi karena nilai-nilaiku yang jelek.

"Yah, aku pengin jujur," kataku memberanikan diri.

Bukan hanya Ayah yang tampak terkejut, Gema, Gemi, dan Ibu juga. Mereka berempat memandangku seakan menunggu waktuku untuk bicara.

"Aku nggak pengin jadi pesepak bola," ungkapku yang benar-benar tengah uji nyali dengan menatap Ayah. "Selama ini, bukan itu yang kupengin, Yah."

"Memangnya, mau jadi apa kamu? Petenis, pemain bulu tangkis, atau pemain golf? Ayah akan fasilitasi semuanya, tinggal pilih saja," ujar Ayah yang walau bilang seperti itu, matanya tetap tajam menatapku—sedang marah.

"A-aku nggak mau jadi atlet. Aku pengin jadi koki," jawabku.

Ayah tampak syok, dia sedang geram. "Tidak bisa," ungkapnya kemudian.

"Aku payah dalam olahraga, kenapa tetap memaksaku untuk menekuninya?" tanyaku.

"Kamu tetap akan jadi pesepak bola, tidak boleh membantah." Ayah kemudian kembali menyantap makanan di piringnya.

"Masakannya enak, Yah?" tanyaku yang sedang gemetaran karena baru kali ini aku mau melawan Ayah. "Itu aku yang masak."

Ayah memandangku, dia mengambil gelas dan meminum air putih di dalamnya seperti sudah selesai makan. "Tidak ada bolos latihan. Ayah ingin lihat kamu di turnamen. Jika tidak menang, jangan harap bisa tinggal di sini lagi."

Napasku tersengal, aku tidak percaya dengan kata-kata Ayah. Dengan cepat, aku berdiri. Aku segera enyah dari meja makan dan menuju ke kamarku. Aku benar-benar marah. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Dengan begitu geram, aku melampiaskannya dengan menendang pintu di dinding. Ada pintu tidak berguna yang dibuka isinya dinding—tadinya di dalamnya ingin dibuat ruangan kecil untuk menaruh barang-barang, tetapi tidak jadi.

Puas menendang-nendang pintu, aku merebahkan tubuhku. Berteriak keras untuk meluapkan kekesalan yang begitu besar dalam diriku. Andai saja, aku bisa membelah diri. Satu tubuhku akan menuruti Ayah dan satu tubuh lagi akan mengikuti passion. Namun, aku tertawa karena kekonyolan pikiranku. Tidak akan ada diriku dari dunia lain yang tiba-tiba datang dan membantu masalahku.

"Kenapa hidup gue kayak penjara!" seruku kesal. "Kenapa gue nggak bisa lepas dari Ayah dan semua peraturan ketatnya!"

"Siapa bilang tidak bisa?"

Aku bangkit, begitu kaget saat melihat seekor kucing di lantai. Kucing oranye yang sebelumnya! Melihat jendela sudah ditutup, membuatku kebingungan dia datang dari mana. Bahkan, aku hampir lupa kalau kucing itu bicara. Apa?! Kucing bicara! Naga, kamu sedang tidak waras!

"Saya memang bisa bicara," kata kucing yang suaranya berat dan ngebass seperti seorang pria dewasa itu. "Saya juga bisa nge-rap, yo Nicki Minaj!"

Aku menepuk-nepuk pipiku. "Bangun, Naga! Bangun!"

"Saya sudah mengetahui keresahanmu, tidak sia-sia saya memilih dimensi ini untuk Pangeran," kata kucing itu yang melompat ke ranjang, ke sampingku.

"Lo si-siapa?"

Kucing itu berdiri dengan dua kaki, lalu mengangkat satu kakinya ingin berjabat tangan denganku. Dengan ragu, aku berjabat tangan dengannya.

"Saya Jendral Satya Atmaja dari Bataranusa," kata dia. "Negeri di dimensi berbeda tetapi punya koordinat yang sama dengan negerimu, Indonesia. Saya datang untuk mencari tempat tes bagi Pangeran Bima Angkasa Rajo IV sebelum dia menjadi seorang raja. Dengan cepat, saya menemukanmu dan memutuskan tes apa yang akan dilalui Pangeran."

"Biar aku yang jelaskan sendiri," ujar seseorang yang suaranya terdengar mirip denganku dengan versi yang lebih macho.

Tenyata, dari pintu yang kupikir useless itu, orang ini datang. Melihat dari bawah, pakaiannya sangat mewah seperti seorang raja di film-film. Tubuhnya tegap, dan saat melihat wajahnya, aku langsung speechless. Jantungku seperti dipanah dengan seketika. Bagaimana ada orang yang sama persis denganku? Aku pun segera tak sadarkan diri.

(。♥‿♥。)

[IG: @bimaangkasarajo]

Sulit diterima akal sehat. Sekarang, aku sedang berhadapan dengan sosok yang sama persis dengan diriku. Cowok bernama Bima itu meminjam bajuku. Saat dia membuka pakaian kerajaannya yang mewah di depanku, aku sadar bahwa kami tidak sepenuhnya mirip. Selain pipinya lebih tirus dengan garis muka yang lebih tajam, badannya juga lebih atletis dan tidak buncit sepertiku. Apakah dia versi sempurna dari diriku?

"Aku akan menggantikanmu di klub sepak bola itu," ujarnya yang aku angguki saja. Aku masih speechless setelah sadar dari pingsan tadi.

"Kau santai saja, kami akan bermain aman," ujar kucing itu yang membuat perutku mulas. Selama hidupku, tak pernah aku berpikir akan bicara dengan kucing.

"Seberapa payah dia?" tanya Bima dengan nada songong pada kucingnya itu.

"Mungkin di level kritis. Payahnya anak ini natural, Yang Mulia. Saya menyukainya," kata si kucing yang mengaku sebagai seorang jendral itu.

"Gu-gue pengin tahu, gimana cara kalian bisa ke sini?" tanyaku.

"Karena kami punya teknologi. Tidak seperti di dimensi terbelakang ini," jawab Bima yang kemudian bersedekap.

"Bataranusa jauh lebih maju dari negaramu," kata si kucing. "Kami mengembangkan portal antardimensi. Ini teknologi rahasia kerajaan. Kau sangat terhormat karena bisa mengetahuinya."

"Apa kalian dari masa depan?" tanyaku.

"Dia juga bodoh?" Bima melirik ke kucingnya.

"Tolong dimaklumi saja, Yang Mulia," bisik kucing oranye yang ingin kutendang itu.

"Kenapa kalian bisa bahasa Indonesia?" tanyaku lagi.

"Jelaskan saja!" suruh Bima. "Kita tidak punya banyak waktu meladeni kenihilan intelektualnya."

Kucing itu kemudian menjelaskan jika mereka hanya berasal dari dimensi yang berada dalam garis waktu yang sama. Jadi, umur dimensi kami berdua adalah ekuivalen—karena aku tidak tahu, kucing itu menjelaskan bahwa artinya adalah setara. Di dimensi mereka, orang-orang punya takdir yang berbeda. Sehingga sejarah pun juga berbeda. Bahasa yang berkembang pun tidak sama, tetapi karena letak koordinatnya sama dengan Indonesia, jadi bahasa yang mereka dapatkan hampir mirip. Keduanya juga sudah belajar mengenai dimensiku hingga mengerti kebudaannya—khususnya di Indonesia.

Tenyata, kucing itu adalah kucing jadi-jadian. Dia adalah robot yang dikendalikan oleh orang menggunakan alat canggih. Aku membayangkannya seperti dalam film Avatar. Sebelumnya, dia menguping pembicaraan di meja makan tentang aku yang harus menjadi kapten dan memenangkan turnamen untuk dibolehkan pacaran. Dua hal itu kemudian dijadikan misi untuk Pangeran Bima yang sedang dalam masa ujian untuk dipersiapkan menjadi raja di Bataranusa.

"Aku akan bersemuka dengan ayahmu," kata Bima yang berjalan menuju ke pintu.

"Apa itu bersemuka?"

"Yo, bersemuka adalah bertemu, berjumpa, face to face, pace to pace, fill the blank space until no more place," kucing ini benar-benar belajar rap. Aku merasa sudah gila.

Kembali sadar, aku langsung bangkit dan mencengkeram tangan Bima. "Jangan!"

Ekspresi wajah anak ningrat tulen itu berubah, dia tampak kurang senang. "Kau sedang menyentuh seorang putra mahkota tanpa izin. Jika kau ada di negeriku, kau bisa dipenjara enam purnama," kata dia yang mengenyahkan tangannya dari genggamanku.

Songong sekali dia. Tiba-tiba, aku menjadi kesal. "Maaf!" Sungguh bodoh, aku malah minta maaf. Harusnya aku membalasnya.

"Dengan penampilan seperti ini, dia tidak akan tahu kalau aku bukan anaknya," ujar Bima.

"Tapi, apa yang mau lo bilang ke dia?"

"Panggil Yang Mulia. Apa itu 'lo'? Sangat tidak sopan rakyat jelata ini," keluh Bima. Rakyat jelata? Pertama kalinya dalam sejarah hidupku, aku dipanggil dengan dua kata itu. Aku merinding, benar-benar merinding!

Kucing itu menaiki ranjang dan menarik-narik ujung kausku. "Kekayaan keluargamu sangat-sangat mendekati nol persen dari kekayaannya sendiri, tidak dihitung kekayaan orang tuanya. Jadi, sabar saja jika kau dianggap rakyat jelata," bisik kucing ini. Benar-benar, Bima adalah versi upgrade termutakhirku.

"Gue bakal panggil lo Pangeran," kataku yang tidak sudi memanggilnya Yang Mulia. Sifat songongnya—padahal aku juga songong, tetapi tidak sesongong dia—sama sekali tidak mulia. "Jadi, Pangeran mau tanya apa ke dia?"

Bima mengembuskan napas. "Kau tidak harus tahu. Yang jelas, kau sudah bebas. Tidak perlu merisaukan masalah latihan dan klub sepak bola itu. Gunakan waktumu untuk melakukan apa yang kau ingin," ungkapnya dengan malas.

"Nanti kita bicara lagi soal teknisnya," kata si kucing yang kemudian mengikuti tuannya yang sudah keluar dari pintu.

Walau aku kesal dengan sosok Bima, tetapi mengetahui fakta bahwa dia akan menggantikanku di klub sepak bola membuat dadaku menghangat. Tanpa sadar, aku sudah tersenyum gembira. Melompat ke ranjang dan berselebrasi dengan senangnya.

Aku membuka baju dan memutar-mutarnya, lalu sadar karena perutku semakin buncit. Aku memakai bajuku lagi. Menepuk pipi karena masih tidak percaya bahwa ini adalah nyata, aku merebahkan tubuhku. Aku memandang masa depan dengan lebih cerah, kebebasan menantiku di depan.

(。♥‿♥。)

Question Time

1. Apa pendapat kalian tentang bab ini?

2. Bagian paling kalian suka di bab ini?

3. Apa pendapat kalian tentang Bima?

4. Apa pendapat kalian tentang Jendral--kucing di cerita ini?

5. Menurut kalian kehadiran Bima bakal jadi positif buat Naga atau sebaliknya?

6. Pernah enggak kalian berharap punya kembaran, alasannya?

Yang nggak sabar buat baca Bab 5, komen: Yo, Naga Minaj!

Sampai jumpa di hari Rabu pukul 17:00!

(。♥‿♥。)

Untuk RP cerita ini sementara baru ada tiga akun Instagram ya. Perjalanan partnya masih cukup panjang, jadi masih bisa nambah lagi.

@nagaputramahendra

@bimaangkasarajo

@gemaputramahendra

Menurut kalian, siapa lagi yang perlu ada IG-nya?

Jangan lupa juga follow me @andhyrama buat segala info terbaru dari cerita ini dan karya-karyaku yang lain.

Untuk GRUP CHAT nanti kita ada di WhatsApp ya. Ada dua grup #BucinnyaNaga dan #RakyatnyaBima. Kalian bisa masuk satu atau dua-duanya. Karena kalian masih belum kenal Bima, jadi grupnya belum dibuka dulu. Nanti bakal dibuka ketika pengenalan Bima udah dirasa cukup, biar kalian bisa milih di tim mana kalian akan bernaung. Kita entar seru-seruan aja ya!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro