Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 02 || NAGA

Naga, Jangan Bucin!
Bab 02

a novel by Andhyrama

www.andhyrama.com// IG: @andhyrama// Twitter: @andhyrama//FB: Andhyrama// Ask.fm: @andhyrama// Shopee: Andhyrama

Instagram Naga: @nagaputramahendra

(。♥‿♥。)

Kebebasan bukan soal lepas dari aturan. Bebas itu artinya mendapatkan hak yang harusnya kita miliki. Sebelum bebas memilikinya, tanyakan dulu dia hak kita, bukan?

Kak Gadis itu hak gue! Titik!

(。♥‿♥。)

Pre-Question

Absen dulu! Apa golongan darah kalian?

Di sini ada yang punya adik?

Atau Kakak?

Atau dua-duanya?

Ceritakan dong tentang saudara kalian, ngeselin, ngangenin atau gimana!

Pilih salah satu, ya!

1.  Dikasih harapan tapi nggak jelas atau nggak pernah dikasih harapan?

2. Doi bales chat cepet tapi singkat atau balasnya lama tapi nikmat?

3. Jadi obat nyamuk atau mak comblang padahal suka sama yang dicomplangin?

4. Iron Man atau Captain America?

5. Spider-Man atau Deadpool?

(。♥‿♥。)

Porsche 718 Cayman merahku yang dikendarai Pak Parno memasuki gerbang rumah. Aku mendapatkan mobil yang harganya sepuluh digit rupiah ini sebagai hadiah ulang tahun keenam belas. Kenapa Ayah tidak membelikan hal yang lebih bermanfaat bagiku? Seperti restoran dengan dapur futuristik dan gudang penuh bahan makanan atau toko kue dan semua isinya—tidak mungkin. Mobil seperti ini kan pasaran.

Ayahku punya bisnis toko keperluan olahraga—namanya FootureKick—yang cabangnya sudah sampai keluar negeri. FootureKick tidak hanya menjual, tetapi juga memproduksi alat dan pakaian olahraga sendiri. Sebut saja: bola, raket, tongkat golf, pakain training, sepatu, dan lainnya. Walau punya bisnis dengan omset besar, Ayah tetap saja menjadi pelatih timnas—ada pamanku yang membantu menjalankan perusahaan. Mungkin itu yang dinamakan passion.

Teman-temanku beranggapan bahwa aku adalah anak yang sangat beruntung. Lahir di keluarga kaya raya dan hidup mewah tanpa kekurangan apa pun. Mereka pikir, aku bisa mendapatkan apa yang kumau dengan uang. Nyatanya tidak, rumah besar di depanku ini tidak ubahnya seperti sangkar yang mengekang kebebasan.

Aku benar-benar lelah. Latihan tadi membuat badanku terasa pegal. Bagaimana jika tiap hari? Jalan satu-satunya adalah keluar klub. Namun, jika Ayah tahu aku keluar dari sana, dia pasti akan mencoretku dari kartu keluarga. Aku akan jadi gelandangan. Tidak mungkin sih, aku masih bisa jualan tampang.

"Bang, lo kenapa dah?" tanya Gema yang mendapatiku di ruang tengah. "Mukanya dilipet kek gitu."

[IG Gema: @gemaputramahendra]

Gema adalah adik laki-lakiku. Walau begitu, dia jauh lebih tinggi dariku. Dia adalah pemain basket andal. Berbeda denganku yang tidak ada minat pada olahraga—mau karena terpaksa. Gema justru sangat menyukai basket, dia cukup berprestasi di SMP-nya.

"Abang kita kan emang gitu kalau abis latihan sepak bola," sahut Gemi. "Kamu kayak nggak tahu aja."

Gemi, adik perempuanku adalah saudara kembar—tidak identik—Gema. Jika Gema suka basket, Gemi suka dengan olahraga panahan. Dia ingin meneruskan prestasi Ibu. Ibuku merupakan atlet legendaris panahan Indonesia yang berhasil meraih medali emas di Asian Games belasan tahun lalu. Dengan Ayah, sang mantan kapten timnas yang kini menjadi pelatih. Keluarga ini sangat sempurna sebagai keluarga atlet. Dengan satu syarat, yaitu aku dihilangkan.

"Bilang aja ke Ayah, Bang, kalau nggak suka. Nggak capek apa kesiksa sama hal yang nggak lo suka?" usul Gema yang tampak kesal.

"Tapi kalau Bang Naga bilang, besoknya dia bukan Abang kita lagi, Ma," sahut Gemi. "Bang Naga yang harusnya sadar diri dan berlatih dengan serius. Ayah kan pengin Bang Naga masuk timnas." Kalau semua orang beranggapan segala mimpi bisa tercapai, khusus yang Gemi bilang adalah kemustahilan. Menjadi anggota timnas? Lucu sekali.

"Kok lo malah nyuruh Bang Naga kayak gitu? Dia kan nggak suka. Harusnya Bang Naga ngelakuin apa yang jadi hobi dia," bantah Gema. "Kalau Ayah marah, kita nanti harus bantu Bang Naga. Lawan Ayah!"

"Tapi Bang Naga harus nurut Ayah. Aku juga nurut Ibu buat jadi atlet panahan!" Gemi membentak.

"Nggak bisa disamain dong. Lo kan suka panahan, Bang Naga nggak suka sepak bola!" Gema tidak mau kalah berdebat.

"Satu hal lagi kenapa Bang Naga harus nurut Ayah!" Gemi masih ingin berdebat.

"Apa?!"

"Kamu nggak sadar kalau Bang Naga anak kesayangan Ayah? Kamu nggak sadar Ayah memberikan apa pun buat Bang Naga? Kamu nggak sadar uang saku Bang Naga berapa dibanding kita? Nggak masuk akal, dia dapat satu juta sehari, belum termasuk uang bulanan yang kamu nggak bakal percaya jumlahnya berapa! Ayah memberikan semua pada Bang Naga. Makanya, dia harus nurut Ayah!" jelas Gemi dengan menggebu-gebu.

Gema tampaknya sudah tak bisa menjawab. Dia tahu fakta itu. Ya, harus kuakui Ayah memang berlebihan memberikan harta padaku. Untuk Gema dan Gemi dia memberikan uang saku sewajarnya—seperlima milikku—dan tidak ada uang bulanan. Apa benar itu karena aku anak kesayangan Ayah?

"Tapi kalau anak kesayangan Ayah itu Bang Naga, Ayah harusnya nggak nyiksa Bang Naga dengan mengharuskannya berada di tempat yang Bang Naga nggak sukai!" Ternyata, Gema masih punya sisa perlawanan.

"Nggak usah berantem. Gue udah pusing, jangan bikin nambah!" kesalku. "Bikin video TikTok aja kalian kayak biasanya!"

"Ya udah, ayo bikin Ma!" Gemi menarik tangan Gema.

"Bang, selamatin gue!"

Aku mengeleng, daripada lihat mereka berantem lebih baik lihat mereka jadi alay. Aku langsung menaiki tangga untuk menuju kamarku di lantai atas.

(。♥‿♥。)

Setelah mandi, aku langsung rebahan di kasur mewahku. Bagi kaum milenial, rebahan sembari berselanjar di dunia maya adalah rutinitas wajib. Siapa lagi yang ingin aku stalk kalau bukan Gadis Kirana. Aku masih begitu menyesali apa yang kulakukan di kantin, pergi sebelum memberikan kue itu padanya.

Aku membuka Instagram, membaca komentar-komentar di post dan DM. Hampir semua komentar adalah pujian mengenai wajahku—jelas. Ini adalah risiko orang ganteng. Jadi, aku tidak mempermasalahkannya. Yang jadi masalah adalah Gadis Kirana tidak membalas komentar atau DM dariku.

@nagaputramahendra: Selamat Malam, Kak Gadis. Aku Naga.

@nagaputramahendra: Eh, gue maksudnya. Gue, adik kelas lo, Kak. Hehe.

@nagaputramahendra: Aku suka Kakak.

@nagaputramahendra: Maksudnya gue. Gue ngefans Kakak.

Apakah aku begitu rendah diri? Menganggap diriku tidak punya karisma seperti tipenya? Namun, saat aku memikirkannya lagi. Itu memang benar. Aku tidak punya karisma. Aku lemah dalam banyak hal, aku tidak pintar dalam pelajaran, payah dalam olahraga, dan buruk dalam seni.

Sebenarnya apa kelebihanku? Jika jawabannya ganteng dan kaya, kurasa itu bukan kelebihan. Walau ketampanan wajahku sangat hakiki, itu bukan dibuat olehku. Lalu, kekayaan yang aku nikmati juga bukan dari usahaku. Dua hal itu bukan kelebihan. Itu seharusnya menjadi bonus bukanlah sebuah modal. Aku tidak akan mendekati Kak Gadis dengan modal tampang dan uang orang tua. Aku harus melakukan hal lain untuk menarik perhatiannya! Ya, aku akan melakukan hal lain! Lihat, kamu baru saja mendapat kepercayaan dirimu lagi, Naga!

Jariku kemudian melaju ke akunnya yang diikuti lebih dari seratus ribu orang itu. Gadis Kirana menggunggah foto baru, lapangan sepak bola sekolah di senja hari. Aku pun langsung tap dua kali sebelum akhirnya menyadari sesuatu.

Apa Kak Gadis rindu dengan Bang Agum? Kenapa dia menggunggah foto lapangan kalau mereka sudah tidak pacaran lagi. Namun, selama ini aku juga sedikit bingung karena baik Kak Gadis maupun Bang Agum sama-sama tidak menghapus foto-foto mereka saat pacaran. Biasanya, pasangan kalau habis putus pasti langsung hapus foto di media sosial.

Kemudian aku berpikir, mungkinkah mereka hanya break? Atau itu adalah wujud kedewasaan keduanya yang tidak mau mengikuti tren kebanyakan? Mereka tetap menyimpan memori masing-masing. Jika alasan kedua yang benar, aku bisa menerimanya. Aku juga ingin menjadi bagian dari memori seorang Gadis Kirana.

"Bang! Turun, ayo makan malam!" teriak Gemi.

"Siap!" jawabku.

Aku menaruh ponsel dan segera keluar kamar. Di meja makan, aku menelan ludah karena melihat Ayah. Aku menyalaminya, menempelkan dahiku pada punggung tangannya. Ayahku, Mahendra Adi Perkasa adalah sosok pria yang karismatik. Bagaimana tidak, begitu melihat wajahnya yang tegas, posturnya yang tegap, dia seperti orang yang sangat pantas dihormati.

"Ini nasinya, Sayang," kata Ibu. Maharani Dewi Kumala, sosok yang begitu cantik. Walau dia memakai pakaian kasual sehari-hari, tetap saja tampak anggun.

Aku menerima piring berisi nasi dari Ibu.

"Bagaimana lombamu, Gema?" tanya Ayah ke Gema yang sedang mengambil lauk.

"Kami masih terus berlatih, Yah. Targetnya masuk semifinal," jawab adikku tanpa menoleh ke Ayah.

"Kalau ngomong, lihat lawan bicaramu," sindir Ayah.

Gema baru menoleh. "Iya, Yah."

Setiap makan malam memang seperti ini. Ada perasaan tegang yang selalu kami rasakan. Ayah seperti interogator yang siap melucuti apa pun yang ingin dia tahu dari anak-anaknya.

"Bantu abangmu ambilin lauk, Mi," kata Ibu ke Gemi.

Gemi mengangguk dan mengambilkanku ayam goreng.

"Kamu pacaran, ya?" Ayah masih menanyai Gema.

Kemarin, Gema bilang kalau dia dengan ceroboh salah mengirim chat. Dia harusnya mengirim itu ke pacarnya, tetapi malah dikirim ke Ayah. Parahnya, Ayah sudah membaca sebelum Gema menghapusnya.

"Iya, Yah," jawab Gema yang tidak bisa menampik.

"Putuskan."

"Biarkan saja, Mas," kata Ibu lirih.

"A-aku tidak mau putus," Gema mencoba melawan.

"Dia harus fokus pada lombanya. Kalian berdua tidak ada yang boleh pacaran," tegas Ayah yang melirik Gema dan Gemi. Apa itu artinya, aku boleh? Aku ingin bertanya, tetapi kutahan, tidak mau menambah masalah kalau ikut bicara.

"Mas," Ibu ingin meluluhkan Ayah.

"Ayah sudah bilang tidak, ya tidak."

Gema menaruh sendoknya ke piring, kemudian dia berdiri dan pergi. Adikku yang tampan itu sepertinya sangat kesal. Aku harus menghiburnya setelah ini.

"Kok ada kucing!" seru Gemi tiba-tiba.

Aku disuruh mengejar kucing itu, dia naik tangga dan masuk ke kamarku. Namun, saat kucari, kucing itu sudah hilang. Melihat jendela yang terbuka, aku pun menutupnya. Mungkin kucing oranye itu sudah keluar lewat jendela.

Saat aku ingin kembali ke meja makan, aku berhenti dulu di depan kamar Gema yang berada satu lantai dengan kamarku. "Gema, Abang boleh masuk?"

Tidak ada jawaban. Aku pun memutar gagang pintu dan membukanya. Kamar Gema cukup rapi, dia punya tiga rak besar berisi buku. Dia memang suka membaca, itu kenapa dia pintar dan abangnya bodoh. Yang kubaca hanya status orang dan saldo rekening yang tidak habis-habis.

Sekarang, adikku itu sedang duduk di ranjang memegang kamera. Aku mendekat, mendapatinya sedang menggeser-geser foto. Ada gadis manis di dalam foto itu. Namun, kenapa layarnya retak?

"Bang, nggak salah kan gue lawan Ayah?" tanyanya yang belum bisa kujawab.

Masih mengkhawatirkan kamera di tangan Gema, aku pun berinisiatif. "Pinjem hape, Ma."

Walau ragu, dia mengambil ponselnya dan memberikannya padaku. Aku segera menunaikan niatku.

"Gue nggak pernah minta apa pun ke Ayah, tetapi kenapa dia harus larang gue?"

Gema memang tidak pernah meminta apa pun pada Ayah, dia menabung sendiri untuk membeli apa yang dia ingin, termasuk kamera di tangannya itu. Saat ulang tahun pun, Gema tidak mau diberikan hadiah, dia bilang ke Ayah kalau uang membeli hadiah digunakan untuk donasi saja.

"Kamera yang ini bagus, nggak?" tanyaku ke Gema.

"Bang ...." Dia sudah tahu maksudku. "Itu mahal."

"Nggak, ini murah kalau buat lo," ujarku yang kemudian menekan check out dan mengirim kode pembayarannya ke WhatsApp-ku.

"Bang, lo kan udah beliin gue laptop bulan lalu," kata dia.

"Nggak usah diungkit. Lo jangan tunggu Abang tahu sendiri kalau laptop lo rusak, kamera lo retak, atau barang-barang lo yang lain udah nggak bagus. Gue itu abang lo, gue bakal lakuin apa aja buat lo," ungkapnya. "Gue bakal bantu ngomong ke Ayah soal tadi, ya."

Dia mengangguk, berterima kasih padaku. Aku pun segera bangkit dan kembali ke bawah.

Saat sudah kembali ke meja makan, aku memberanikan diri. "Yah ...," panggilku walau ragu.

Ayah sedang memakan apel sebagai pencuci mulut. "Apa?"

"Tolong biarin Gema pacaran," pintaku.

Ibu dan Gemi diam saja.

"Kamu sebagai yang paling tua harusnya bisa kasih tahu dari awal kalau Ayah pengin kalian semua berhasil jadi atlet," ujar Ayah. "Pastikan adikmu itu berhenti pacaran kalau tidak mau Ayah turun tangan sendiri."

Aku diam, tidak berani melawan lagi.

"Akan ada turnamen sepak bola antar SMA se-Jakarta, sekolahmu mengirimmu untuk ikut, kan?" tanya Ayah yang memang selalu update masalah kompetisi olahraga.

Aku mengangguk. "Iya, Yah. Aku ikut."

"Apa kamu juga lagi pacaran?"

"Enggak, Yah."

"Baguslah, kamu boleh pacaran kalau kamu bisa jadi kapten kesebelasan di klub sepak bola sekolahmu dan memenangkan turnamen," kata Ayah yang kemudian melanjutkan makan apelnya.

Aku diam, tidak tahu harus menjawab apa. Menjadi kapten dan memenangkan turnamen? Apa dia bercanda? Satu hal saja mustahil, apalagi dua-duanya? Itu sama saja dia melarangku pacaran. Ayah benar-benar mengekang kami. Aku ingin bebas!

(。♥‿♥。)

Question Time

1. Apa pendapat kalian tentang bab ini?

2. Bagian paling kalian suka di bab ini?

3. Pendapat kalian tentang keluarga Naga?

4. Menurut kalian, orang tua yang suka ngatur tuh gimana?

5. Cerita ini bakal ada fantasinya, lho. Menurut kalian, teenfic kayak gini digabung dengan low-fantasy bakal oke, nggak?

Yang nggak sabar buat baca Bab 3, komen: Naga, mari goyang!

Sampai jumpa di hari Jumat!

Vote, ya! Jam 17:00 atau 19:00!

(。♥‿♥。)

Jangan lupa buat ikutin @nagaputramahendra lalu adiknya @gemaputramahendra dan tentu saja IG authornya, @andhyrama untuk segala update tentang cerita ini!

Kalau kalian post atau bikin story tentang cerita ini, jangan lupa mention Naga dan author-nya ya!

Cerita ini nggak full humor, ya guys. Jadi, kadang ada seriusnya. Moga tetap enjoy!

(。♥‿♥。)

Jangan lupa untuk follow:

@andhyrama

@andhyrama.shop

Akun roleplayer:

[Akun roleplayer akan terus aktif, jadi yang sudah follow, jangan di-unfoll ya!]

@nagaputramahendra || @bimaangkasarajo || @gemaputramahendra || @gadisisme || @mayapurnamawarni || @gemiputrimahendra || |@agumtenggara || @erza_milly || @petrovincenthardian || @jendraltherapper

Akun fan page:

@team_nagabima

di Instagram!

(。♥‿♥。)

GRUP CHAT!

#TeamNagaBima

Silakan DM Instagram admin di @team_nagabima kalau ingin join.

(。♥‿♥。)


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro