Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#Road2RCSC: Philosopher's Stone

Hola, dan selamat datang lagi di #Road2RCSC! Ya, ini edisi aku memberi hint soal Ragnarökr Cycle: Storm Chasers selagi menanti ceritanya terbit Oktober nanti, dan ini adalah seri ketiganya.

Bahasanku kali ini tidak akan panjang-panjang, kok. Apa teman-teman pernah dengar soal alkimia?

Alchemy, atau alkimia, berasal dari bahasa Arab al-kimiya, yang kemungkinan berasal dari bahasa Mesir Kuno untuk 'peradaban Mesir' itu sendiri, yaitu Kemet—yang sendirinya berasal dari bahasa Mesir Kuno juga, khem, yang artinya 'tanah hitam' (ingat ceritaku soal Duat dan penciptaan di #GodsFear Ra? Hitam adalah warna untuk Duat, sementara warna untuk padang pasir dan kekacauan adalah merah. Makanya Apophis, ular musuh Ra dan perlambang Kekacauan, dalam gambaran hieroglifnya selalu berwarna merah, tidak seperti warna ular di Mesir pada umumnya).

Berarti, al-kimiya artinya 'ilmu Mesir'. Memangnya, kenapa dengan ilmu Mesir? Well, Diocletian, salah satu kaisar di Romawi Kuno, pernah menulis sebuah dekret sekitar tahun 300 SM yang melarang '... ilmu Mesir Kuno yang mengubah benda [menjadi] perak atau emas.'

Kemungkinan, ini berhubungan juga dengan bahasa Yunani Kuno khemeia, artinya 'menggabungkan', 'menyatukan', atau 'menempelkan [potongan logam]'.

Dengan kata lain, ada proses kimiawi yang sedang dibahas oleh mereka semua yang akhirnya membuahkan kata alkimia.

(Aku mau jujur dulu—aku sebenarnya lebih nyaman menggunakan serapan berbentuk alkemia, tetapi sayangnya itu kurang tepat. Bahasa Indonesia menyerap chemistry menjadi kimia, dan karena chemistry sendiri juga turunan dari alchemy, maka terjemahan yang tepat untuk alchemy adalah alkimia. Di sisi lain, aku akan menerjemahkan alchemist dan alchemical menjadi alkemis, yang belum ada di KBBI. Ya, silakan elus egoku sampai puas.)

Alkimia sendiri sebenarnya sebuah protoscience, alias cikal-bakal sains. Metode mereka pada awalnya sangat bersifat filosofis sebelum akhirnya dicampuri oleh seorang ilmuwan Muslim, Jabir bin Hayyan (alias Geber atau Geberus), yang akhirnya menyusun metodologi eksperimen steril pertama. Dalam hal ini, Jabir bin Hayyan praktis adalah Bapak Ilmu Kimia—atau, paling tidak, metodologi kimia.

Walaupun Jabir bin Hayyan masih berpegangan pada kepercayaan lama bahwa segala hal di alam semesta ini tersusun atas empat elemen dasar (iya, empat elemen yang muncul di Avatar: The Legend of Aang), dia berhasil menggeser pembahasan mengenai dunia alamiah ini dari perdebatan filosofis menjadi perdebatan yang empiris, berdasarkan bukti, serta bisa diuji. Lahirlah kegilaan eksperimentasi. Semua orang jadi senang mencoba-coba ini dan itu, dan setiap langkahnya direkam baik-baik sesuai metodologi Jabir.

Tentu, setelah itu terjadi kejatuhan Islam, tetapi berkat kerajinan para ilmuwan di Masa Keemasan Islam yang merekam semua ilmu dari peradaban Yunani Kuno yang sudah tumbang—ditambah dengan kontribusi mereka sendiri—semua ilmu ini bisa diteruskan ke Eropa Pertengahan.

Lahirlah alkimia.

Jadi, ya—alkimia adalah cabang yang sangat berbasis eksperimen dan bukti, dan di saat bersamaan, juga adalah cabang yang sangat filosofis. Spiritual, bahkan. Sisi esoterik alkimia merasa bahwa mencapai tujuan akhir dari seluruh ilmu alkimia berarti mencapai kesempurnaan jiwa. Perjuangan ini disebut magnum opus, atau kerja akbar, dan aku akan segera sampai ke sana.

Ada beberapa praduga mendasar dalam alkimia. Pertama, segala hal yang ada di dunia ini terdiri atas empat elemen, yaitu api, air, udara, dan tanah. Bagaimanapun juga, keempat elemen ini bisa dicacah lagi menjadi elemen yang paling mendasar—satu materi yang mengawali dan menciptakan segalanya. Benda ini disebut prima materia, atau materi pertama.

Kedua, menurun dari ajaran Jabir bin Hayyan, terdapat dua jenis properti terhadap setiap hal mendasar: suhu dan kelembapan. Keempat elemen dasar tadi punya sifat-sifat ini: api itu panas dan kering, air itu dingin dan basah, udara itu panas dan basah, tanah itu dingin dan kering.

Menurut Jabir, semua jenis logam juga memiliki berbagai variasi campuran sifat-sifat ini—yang berarti, seperti keempat elemen tadi bisa dicacah dan diotak-atik, logam-logam juga bisa diotak-atik sifat-sifatnya.

Masalahnya, Fi, kalau sifatnya diotak-atik, bukannya nanti logamnya malah akan jadi logam yang berbeda?

Persis.

Itu dia tujuannya.

Proses seperti ini namanya transmutasi—membuat bahan baru dari bahan yang sudah ada.

Oke, sekarang kita masuk ke topik utama #Road2RCSC kali ini: philosopher's stone, alias batu filsuf.

Apa itu batu filsuf?

Ini pertanyaan menarik, karena sangat banyak mitos mengenai benda satu ini.

Menurut Paracelsus, seorang alkemis, batu filsuf bisa melakukan transmutasi yang harusnya mustahil: mengubah logam dasar menjadi logam mulia. Misalnya, timbal menjadi emas.

Di samping itu, batu filsuf juga diasosiasikan dengan elixir of life, zat yang jika dikonsumsi, bisa memberi keabadian.

Ada beberapa sifat batu filsuf lagi yang digambarkan oleh Paracelsus dalam beberapa tulisannya, di antaranya adalah kemampuan untuk menciptakan homunculus atau manusia-mini, kemampuan untuk membuat cahaya yang terus menyala (pada zaman itu, pencahayaan atau light selalu berupa lentera, karena belum ada lampu), membangkitkan tumbuhan yang sudah mati, dan mengubah kristal biasa menjadi batu mulia atau permata.

Proses mentransmutasikan sesuatu menjadi emas, dalam bahasa Yunani, disebut chrysopoeia. Artinya, secara harfiah, adalah 'membuat emas'. Lama-kelamaan, proses 'membuat emas' ini sendiri diartikan sebagai usaha mencapai batu filsuf.

Memangnya bagaimana, sih, cara membuat batu filsuf?

Sempat ada dugaan bahwa ada bahan mistis bernama carmot, atau karmot, yang terlibat dalam penciptaan batu filsuf. Ini sendiri jarang dibahas, jadi aku tidak akan masuk ke detail ini.

Umumnya, penciptaan batu filsuf melibatkan prima materia dan berjalan sesuai dengan empat urutan yang ada dalam magnum opus: nigredo atau penghitaman, albedo atau pemutihan, citrinitas atau penguningan, dan rubedo atau pemerahan.

Seperti semua hal lain dalam alkimia, keempat tahapan magnum opus ini juga punya makna filosofis. Paling terkenalnya adalah interpretasi Carl Jung, seorang mantan psikoanalis dari Swiss yang memanfaatkan keempat tahapan ini untuk menggambarkan berbagai komponen mental manusia.

Dalam tahap nigredo, bahan-bahan yang terlibat 'dibusukkan'. Mereka harus 'ditelanjangi' dulu hingga benar-benar bersih dan hanya terdiri dari bahan dasar mereka, seperti mayat yang sedang membusuk. Dalam konotasi esoterisnya, maksudnya, demi mencapai kesempurnaan, tahap pertama yang harus dilalui adalah dengan melewati berbagai jenis 'kebusukan'—'menghitamkan' diri.

Tahap berikutnya adalah albedo, pemutihan, alias 'penyucian'. Pada tahap ini, segala 'kehitaman' dan 'kebusukan' dari tahap nigredo akan dibersihkan, sehingga yang tersisa hanya bahan yang benar-benar murni. Seperti seorang pendosa yang membersihkan diri dengan ritual mandi atau bersentuhan dengan air suci, dia kembali bersih.

Albedo adalah tahap penutup 'perubahan lembut' dalam magnum opus. Berikutnya adalah citrinitas, atau penguningan.

Dalam tahap citrinitas, perlambang yang digunakan adalah terbitnya matahari atau fajar, dan tenggelamnya cahaya bulan. Perak menjadi emas. Cahaya pantulan menjadi cahaya sejati. Dalam konotasi esoterisnya, penguningan melambangkan 'bangun'-nya seseorang, bagaimana dia menjadi 'tercerahkan' setelah mengalami penghancuran (di nigredo) dan penyucian (di albedo).

Akhirnya, adalah tahap rubedo—pemerahan. Warna ini melambangkan keberhasilan, kemenangan, dan kelahiran kembali. Biasanya digambarkan dengan lambang burung foniks, api berkobar, darah, raja bermahkota, atau bunga mawar merah. Rubedo memaknai tercapainya sebuah tujuan besar, dan pada tahap ini, batu filsuf telah berhasil diciptakan.

Karena ini, batu filsuf sering digambarkan dengan warna merah atau jingga dan berwarna jernih dalam bentuk batu (tetapi berwarna merah ketika berbentuk serbuk).

Hingga sekarang, tidak pernah ditemukan adanya zat seperti batu filsuf, terutama dengan jatuhnya alkimia kepada sains modern. Bagaimanapun juga, perjuangan panjang seperti magnum opus begini tetap menarik untuk ditilik sebagai bagian dari sejarah.

Namun ... apa benar ini cuma sekadar bagian dari sejarah?

Menurut teman-teman, bagaimana batu filsuf akan muat dalam plot Ragnarökr Cycle: Storm Chasers? Bagaimana jika digabungkan dengan info #Road2RCSC lain yang sejauh ini sudah ada? Suarakan saja di kolom komentar; kemarin ada yang berhasil membuat dugaan yang lumayan tepat, lho!

Tunggu Ragnarökr Cycle: Storm Chasers, terbit di Wattpad bulan Oktober nanti. Sampai bertemu lagi di konten bonus RCMJ berikutnya!

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro