Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#GodsFear: Loki

Catatan Penulis: Update 20/7/2016, kuis ditutup! Pemenang dan jawaban kucantumkan di bawah. Selamat bagi para pemenang, dan bagi yang belum beruntung, jangan ragu untuk mencoba lagi di #GodsFear berikutnya!

***

Halo! Selamat datang lagi di konten bonus RCMJ, semoga kau belum bosan hwuahahahahah. Konten kali ini adalah #GodsFear, dan ini satu-satunya konten yang judulnya murni cuma tagar dan tidak punya kepanjangan. Apa itu #GodsFear?

#GodsFear akan mendongeng tentang kisah tokoh mitologis tertentu yang kemungkinan bersifat traumatis, alias meninggalkan kesan jelek yang sangat membekas pada tokoh itu—dan kemungkinan menyebabkan trauma.

Kali ini, kita akan menganggap dulu untuk sementara bahwa fobia, takut yang berlebihan, didapatkan dari belajar lewat pengalaman. Sebenarnya beberapa fobia bersifat genetis, tetapi kita kesampingkan dulu hal itu.

Permainan ini adalah kuis. Jawabannya nanti adalah satu nama fobia. Ingat, tulis nama fobianya dan artinya!

Cara bermainnya begini: baca cerita yang akan kubawakan sampai selesai, lalu tebak kira-kira tokoh itu takut pada apa. Setelah itu, tulis nama fobianya dan objek ketakutannya di kolom komentar. Misalnya:

Iatrophobia: takut pada dokter.

Dua orang yang menjawab dengan benar akan mendapatkan hadiah dariku, dan pemenangnya akan kuundi. Pengumuman pemenang akan dilakukan minggu depan. Apabila kau melihat banyak yang sudah menjawab, jangan takut untuk coba menjawab juga! Dan, tentunya, jangan takut untuk menjawab berbeda dengan orang-orang yang sudah menjawab. Siapa tahu jawaban mereka salah, 'kan?

Fair warning: karena aku harus mendongeng untuk menyampaikan kuis ini, jadi edisi-edisi #GodsFear akan relatif panjang. Ehehe. Maaf soal itu.

Oke! Untuk #GodsFear yang pertama, tokoh kita adalah Loki. Selamat menikmati!

***

Salah satu kisah yang paling terkenal tentang sambangan Thor ke Jotunheim adalah kisahnya dengan Utgard-Loki. Bukan, Utgard-Loki bukan Loki, mereka adalah dua tokoh yang berbeda.

Saat itu, Thor tengah menjelajahi Jotunheim bersama Loki, mengendarai keretanya yang ditarik oleh dua ekor kambing. Thor tidak takut kepada Jotunheim, dan tidak takut kelaparan walaupun hanya membawa baju zirah dan palunya ke tempat itu; toh, dia tahu mantra yang bisa menghidupkan lagi kedua kambingnya jika mati, selama tulang-belulang kambingnya tetap utuh. Dia bisa memakan saja kambingnya jika perlu.

Dan ini segera menjadi kebutuhan, karena mereka berdua lalu bertemu dengan sebuah gubuk.

Dari ukurannya, mereka segera mengenali gubuk itu sebagai tempat tinggal manusia. Tidak seperti antara Jotunheim dan Asgard, Midgard—dunia manusia—tidak punya dinding pembatas ke Jotunheim, dan beberapa keluarga memilih mengisolasi diri ke tempat ini. Sebagai penjaga umat manusia, akhirnya Thor memilih berhenti dulu.

Sang Dewa Guntur disambut oleh sekeluarga manusia: seorang ayah, seorang ibu, dan dua orang anak laki-laki, pemuda bernama Röskva (baca: rusk-vwa) dan Thjálfi (baca: thyal-fi). Karena Jotunheim selalu beku, keluarga itu sedang kesulitan mencari makan. Thjálfi adalah pelari yang sangat cepat dan Röskva adalah pemburu yang ulung, tetapi sehebat apa pun seorang pemburu, mereka tidak ada apa-apanya jika tidak ada buruan. Thor jadi merasa kasihan.

"Oke, begini saja," katanya. "Aku kebetulan punya dua ekor kambing segar. Kita makan mereka saja, oke?"

"Tapi bagaimana kau akan berkendara?" tanya si ayah.

"Ah, itu urusan gampang," jawab Thor. "Kalian boleh makan sepuasnya, tetapi dengan satu syarat: kalian harus memastikan tulang-belulang sisanya nanti tetap utuh."

Keluarga itu akhirnya sepakat.

Aturan dari Thor: setelah makan, mereka bungkus tulang-belulang kedua kambing itu dalam kulit mereka masing-masing, lalu sisanya adalah urusan Thor.

Jadi, malam itu (aku tidak tahu pastinya siang atau malam karena tidak disebutkan di puisi aslinya, tetapi aku selalu menganggap saat itu malam), mereka makan dua ekor kambing yang lezat. Bayangkan saja, setelah sangat lama tidak makan, kau diberi makan dua ekor kambing bakar!

Sayangnya, kelaparan punya kelemahannya sendiri.

Thjálfi, yang masih belum kenyang, diam-diam berusaha mematahkan tulang kaki yang sedang dimakannya saat Thor beranjak untuk minum.

Patah tulang, mungkin bukan masalah.

Masalahnya, Thjálfi ingin mengorek sumsum tulang itu dan melahapnya.

Melihat tindakan saudaranya, Röskva mulai mengikuti. Segera, mereka berkutat berusaha mematahkan tulang itu tanpa suara.

Ayah mereka menatap dengan horor. "Anak-anakku, apa yang kalian—?"

"Ayah, tolonglah kami," pinta Röskva. Ayah mereka menatap ke arah Thor, lalu kepada anak-anaknya lagi, sebelum akhirnya memutuskan.

Dia membantu anak-anaknya.

Krak.

Tulang itu akhirnya patah juga, dan kedua pemuda itu segera makan dengan rakus.

Sebelum Thor kembali, mereka sudah kembali membungkus semua tulang-belulang kedua kambing itu dalam kulit mereka masing-masing. Setelah bercakap-cakap sejenak mengenai makanan mereka barusan, Thor lalu mengeluarkan Mjöllnir—palunya—dan mulai merapal mantra.

Kedua kambingnya hidup kembali, menyusun diri dan bangkit di depan mata mereka—

Dan tiba-tiba seekor di antaranya memekik kesakitan.

"Ada apa?" tanya Thor kaget sambil memeriksa kambingnya.

Salah satu kaki kambing itu ternyata pincang.

Mantra pembangkit Thor bagi kedua kambingnya selalu sempurna—yang cuma bisa berarti, jika kambingnya cacat, bahan penyusun mantra itu yang tidak sempurna.

Alias, tulang-belulang kambing itu tidak utuh.

Dengan Mjöllnir masih tergenggam di tangannya, Thor segera berbalik dan menghardik keluarga itu. "Salah satu dari kalian tidak melakukan yang kukatakan," geramnya. "Salah satu dari kalian melakukan SEBUAH KESALAHAN!"

Thor berbalik dengan begitu cepat, Mjöllnir terayun seraya dia bergerak, hingga guntur menggelegar di langit.

Keempat manusia itu segera berkumpul, menempel daging bertemu daging, berpegangan pada satu sama lain. Gemetaran bukan main.

Bagaimana tidak? Æsir yang terkuat tengah mengamuk di depan mereka—karena ulah mereka.

"Whoa, whoa, tunggu!" Loki berusaha menengahi, walaupun dia sendiri juga tengah takut setengah mati. "Thor, tolong hentikan itu, mereka cuma manusia!"

Bayangkan: seorang dewa Viking berjenggot tebal berambut merah membara sedang menatapmu persis di mata dengan wajah memerah menahan marah, hidung kembang-kempis, sambil membawa godam emas di tangannya yang kekarnya tidak tertandingi dewa lain.

Reaksi pertama Loki: menelan ludah.

Namun, karena itu jugalah, Thor lalu menatap keluarga manusia yang nyaris dihabisinya—dan saat itulah gilirannya menelan ludah.

Mereka benar-benar ketakutan.

Badai petir apa pun yang tadi dipanggilnya perlahan mereda sementara Thor mulai menyadari bahwa dia baru saja menakut-nakuti mereka yang seharusnya dilindunginya. Tiba-tiba, rasa bersalah menguasainya.

"A-aku benar-benar minta maaf," katanya. "Apa kalian tidak apa-apa?"

Keempat manusia itu masih saling memeluk dan berusaha mengatur napas, mata mereka masih lebar karena ngeri, tetapi sang ayah perlahan berusaha berbicara. "I-iya," gagapnya. "Kami tidak apa-apa."

"Ini salahku," cicit Thjálfi. "A-aku minta maaf, Yang Mulia."

"Ini salahku juga," susul Röskva. "Ayah dan ibu kami tidak ada hubungannya dengan ini."

"Tolong ampuni keluarga kami," sambung Thjálfi. "Dan ... sebagai harganya, saya akan menjadi pesuruh bagi Yang Mulia."

"Saya juga," timpal saudaranya.

Kedua orang tua mereka cuma menatap mereka nanar, tetapi Thor hanya menjawab dengan satu pertanyaan. "Apa kalian yakin?"

"Ya," jawab kedua bersaudara itu mantap. Thor mengangguk.

"Baiklah. Itu pilihan kalian," katanya. "Sekarang siapkan perbekalan kalian. Istana Utgard-Loki masih jauh, dan kita tidak bisa menaiki keretaku dulu untuk sekarang."

***

Istana Utgard-Loki adalah tempat tinggal Utgard-Loki, raja Jotunheim, dan Thor sedang akan menyambanginya. Awalnya, Thor hanya ingin memastikan bahwa hubungan antara para Æsir dengan para jötnar—kaum raksasa—baik-baik saja; tetapi, toh, dia juga tahu bahwa Utgard-Loki bukan orang sesederhana itu.

Setelah berjalan terus sepanjang malam, badai salju akhirnya memaksa rombongan Thor—Loki, Thjálfi, Röskva—untuk beristirahat sejenak di sebuah gua yang mereka temukan di jalan.

Gua itu berada di lereng sebuah bukit, sedikit terpisah dari tebingnya—yang sebenarnya tampak agak aneh—tetapi, karena kehabisan pilihan, mereka beristirahat juga di sana.

Setelah memakan bekal, mereka membagi tugas jaga. Thor memilih giliran pertama, sementara ketiga orang di rombongannya tidur lebih dulu.

"Ada yang aneh dengan gua ini," kata Loki sebelum memejamkan mata. "Waspadalah."

Thor tidak pernah tidak waspada.

Karena itulah, ketika getaran pertama itu muncul, Mjöllnir sudah melompat lebih dulu ke genggamannya.

Gempa.

"Whoa—ada apa?" tanya Thjálfi dengan panik.

"Gempa kecil," jawab Thor, masih menatap ke arah luar gua. Dalam tempat serba-beku seperti Jotunheim, di mana es dan salju menyelimuti segalanya, gempa seperti tadi bisa berarti banyak. Apakah itu gempa dari sebuah avalanche—longsor es? Atau malah gempa itu menyebabkan sebuah longsor es? Thor tidak bisa yakin, tetapi sepedulinya, gempa itu segera mereda dan tidak terjadi apa-apa lagi.

Thor menanti.

Satu menit.

Dua.

Tiga.

Lima menit berlalu, dan tidak ada gempa lain yang muncul.

Rombongannya sudah kembali jatuh tertidur, dan Thor kembali menyimpan palunya. Saat itulah matanya menangkap tekstur gua ini—bentuknya tidak seperti batu.

Thor mengernyit. Apa ini?

Dia mencoba mengelus dinding gua itu. Rasanya seperti kulit, tetapi sangat tebal.

Karena kegelapan tempat itu, dia tidak bisa benar-benar yakin apa yang disentuhnya. Yang pasti, itu bukan batu.

Ada yang salah dengan gua ini, kata Loki.

Namun apa?

Setelah sekitar setengah jam, mendadak Thor merasakannya lagi—gempa. Gempa yang sama seperti yang tadi. Ketiga anggota rombongannya kembali terbangun, dan kali ini mereka tampak mulai takut.

"Gempa susulan?" tanya Loki.

"Aku tidak yakin," jawab Thor sambil menarik palunya. "Tunggu di sini."

Thor akhirnya memutuskan untuk keluar dari gua itu dan mulai memanjat tebingnya.

Untunglah dia Dewa Kekuatan—dia bisa memanjat seluruh bukit itu dalam hitungan jam, dan ketika dia tiba di puncaknya, matahari tengah terbit. Cahaya. Persis hal yang sedang dibutuhkannya saat ini.

Karena mendadak dia sadar di mana rombongannya tadi sedang beristirahat.

Itu bukan sebuah gua—itu adalah sebuah sarung tangan.

Mata Thor melebar. Sarung tangan itu menyelimuti sebuah tangan raksasa.

Dan tangan raksasa itu tersambung kepada sebuah lengan.

Yang dipanjatnya sedari tadi bukan sebuah gunung—dia memanjat sebuah lengan.

Dan lengan itu tersambung kepada—

Genggaman Thor pada palunya mengeras.

Itu pasti raksasa terbesar yang pernah dilihatnya seumur hidup.

Dan gempa sedari tadi adalah dengkurannya.

"Oi!" panggil Thor. Raksasa itu masih tidak bergerak sama sekali, seakan suara Thor tidak mengganggu tidurnya. Thor mengutuk dalam hati. Badai salju sudah selesai—dia perlu bicara dengan raksasa ini. "OI!"

Raksasa itu masih tidak bangun. Oke, dia meminta cara keras.

Secepat kilat, Thor melompat ke udara dan menghajar kepala raksasa itu dengan palunya.

BOOM!

Halilintar dan guntur bergemuruh seiring dengan hantaman Thor pada kepala sang raksasa ... yang masih utuh.

Raksasa itu menggaruk kepalanya sebentar. "Biji kenari," gumamnya.

Pukulan dari Mjöllnir cuma dianggap biji kenari olehnya.

Thor menggerutu. Apa-apaan?

Dia segera kembali memasang kuda-kuda dan menghajar raksasa itu—

BOOM!

Pukulan kedua, kembali telak di kepala. Raksasa itu cuma membuka kelopak matanya sedikit. Thor mengernyit. Bagaimana bisa dia belum mati? Biasanya satu hantaman sakti dengan palunya cukup untuk memecahkan kepala seorang jötunn.

"Ranting?" gumam raksasa itu sebelum kembali tertidur.

Cukup.

Thor kembali berusaha menghantam raksasa itu—kali ini, raksasa itu berguling saat Thor melompat, dan pukulannya meleset.

BOOM!

Dan itu akhirnya bisa membangunkan sang raksasa, yang tampak benar-benar bingung dan mengantuk. "Hah?"

"Ini aku, Thor! Dewa Guntur!" seru sang dewa padanya. Raksasa itu menyipitkan mata menatap sang dewa mungil di hadapannya.

"Thor? Ah ... Æsir?" tanyanya dengan nada bosan sebelum menguap. "Namaku Skrymir." Dia mengatakannya seperti skre-mir. "Kutebak kau mau ke Kastil Utgard?"

"Ya," jawab Thor. Raksasa itu lalu menunjuk ke satu arah.

"Lewat sana. Saranku, kau jangan meremehkan hal-hal di sana nanti," katanya sebelum kembali tertidur.

Thor mengangkat bahu. Terserah. Raksasa ini memang sangat ganjil, bahkan untuk standar Thor; tetapi, raksasa tetaplah raksasa. Toh, berpikir keras-keras bukan bagian Thor.

Jadi, setelah mengumpulkan rombongannya lagi, mereka melanjutkan perjalanan.

***

Mereka tiba di Kastil Utgard pada tengah hari, dan sambutan dari Utgard-Loki tidak bisa dibilang sambutan yang meriah. Jika apa-apa, Thor cukup tahu bahwa kesopanan sang Raja hanya formalitas belaka.

Kastil itu bagus, tentu saja. Segala hal tentang kastil itu tercipta dari es, yang seharusnya tidak mengherankan karena mereka berada di Jotunheim, tetapi Loki tetap memberi tatapan waspada ke sana kemari.

"Oke, kita jujur saja di sini," kata Thor akhirnya. "Bagaimana keadaan Jotunheim?"

"Jotunheim? Oh, sangat bagus," jawab Utgard-Loki. Raja Jotunheim itu terlihat seperti jötunn lain pada umumnya—mirip manusia, kecuali untuk proporsi raksasa mereka dan kulit yang sangat pucat karena tinggal di wilayah serba dingin seumur hidup. "Malah, sebenarnya, kami sedang masa damai."

Thor menatap Utgard-Loki dengan curiga sesaat. "Baiklah, kalau begitu," katanya akhirnya. "Bagus. Kami akan pergi sekarang."

"Oh, tidak secepat itu," kata Utgard-Loki. "Kau masuk begitu saja ke wilayahku, menculik dua orang manusia dari sini, dan menghantam kepala seorang raksasa dua kali—nyaris tiga. Sepertinya kita bisa sepakat bahwa ada harga yang harus dibayar, 'kan?"

Thor tidak segera bereaksi. Utgard-Loki terkekeh.

"Aku akan langsung saja pada tujuanku, Thor. Aku tahu kau tidak suka basa-basi, dan aku juga tidak. Jadi sebaiknya ada yang bisa kauberi pada kami dalam kunjungan kali ini, atau Jotunheim akan keluar dari masa damai."

"Dan itu adalah?" jawab Thor gusar.

"Minimal? Hiburan," jawab Utgard-Loki dengan seringai licik. "Tiga permainan. Rombonganku melawan rombonganmu. Bagaimana?"

Thor mengerang. "Jika kau menang?"

"Tidak ada apa-apa. Begitu pula jika kau menang. Hiburan, Thor, hiburan! Tidak ada yang benar-benar diuntungkan dengan hiburan!"

Thor menggerutu sesaat. Semua anggota rombongannya tampak tidak berdaya, tetapi pilihan apa yang dia punya? Konflik Æsir dan jötnar tidak terdengar bagus, bahkan bagi Thor. "Baiklah."

"Bagus! Sekarang, sekarang, supaya menyenangkan, kau dan rombonganmu boleh memilih permainan apa yang mau kalian mainkan melawan kami."

Para raksasa dari kastil itu mulai berkumpul untuk menonton pertunjukannya. Loki akhirnya maju duluan. "Aku bisa makan banyak dengan cepat."

"Ah, lomba makan, kalau begitu?" kata Utgard-Loki. "Sempurna! Jötnar, siapkan meja dan hidangannya. Loki dari Asgard, inilah sainganmu—perkenalkan, Logi."

Seorang raksasa melangkah maju dari kerumunan. Raksasa itu—Logi—tampak kurus seperti Loki, kecuali dengan warna kulit yang agak lebih kemerahan dan rambut jabrik merah menyala seakan-akan dia bisa membakar kastil es ini dengan satu sentuhan. Entah bagaimana caranya.

Loki dan Logi saling bertukar pandangan hormat antarpesaing sebelum akhirnya sebuah meja panjang dibawa ke ruangan itu, dan berbagai macam hidangan diletakkan di sana. Sepasang kursi disediakan, masing-masing diletakkan di tiap ujung meja panjang itu.

"Yang berhasil makan lebih banyaklah yang menang!" umum Utgard-Loki. "Peserta siap?"

Loki dan Logi sudah menduduki kursi masing-masing dengan tangan siap menggapai makanan terdekat dari mereka.

"Dan ... mulai!"

Begitu saja, Loki dan Logi mulai melahap. Kerumunan para raksasa awalnya terus menyerukan nama Logi, tetapi melihat kemampuan Loki—yang tampaknya bisa menyamai sang raksasa—beberapa dari mereka mulai berpindah pihak.

Loki dan Logi terus memakan. Dan makan. Dan makan.

Hingga, akhirnya, mereka bertemu persis di tengah meja panjang itu. Mereka lalu tertawa singkat sebelum Loki akhirnya jatuh pingsan karena makan begitu banyak. Beberapa pembantu Utgard-Loki segera membawa Loki pergi.

Kerumunan penonton berseru gila-gilaan. Loki dan Logi ternyata mampu makan sama banyak dengan sama cepatnya!

Namun Utgard-Loki lalu turun tangan. Dia mengambil salah satu piring bekas makanan Loki. "Ini adalah bekas makanan Loki." Piring itu bersih hingga ke setiap tetes bumbunya, tetapi hal-hal yang tidak bisa dimakan—seperti tulang-belulang, misalnya—masih tercecer di sana. Sementara itu, Utgard-Loki menunjukkan piring-piring makanan Logi. "Dan ini adalah bekas makanan Logi."

Semua orang terkesima.

Piring-piring Logi bersih—padahal makanan yang dia makan sama persis dengan makanan yang Loki makan.

Utgard-Loki menyeringai.

"Berarti, kita sudah punya seorang pemenang—Logi!"

Para penonton bertepuk tangan, sementara Logi menunduk dan menghilang lagi ke dalam kerumunan.

"Baiklah! Lalu, untuk permainan kedua?"

Suara para penonton mereda. Thjálfi menelan ludah, lalu akhirnya angkat bicara: "Aku bisa lari dengan sangat cepat."

"Lomba lari!" seru Utgard-Loki kagum. "Bagus, bagus! Baiklah, Thjálfi, Pesuruh Thor, inilah sainganmu: Hugi."

Seorang raksasa muda muncul dari tengah kerumunan. Dia tampak nyaris seperti manusia yang sangat biasa—kau tidak akan repot-repot menatapnya dua kali jika bertemu dengannya di jalan. Hugi menganggukkan dagu pada Thjálfi, yang mengangguk balik.

Utgard-Loki membawa mereka semua menuju ke ruangan lain—sebuah ruangan yang memanjang, dengan lintasan es di tengahnya. Dengan satu jentikan jari, es itu meleleh, menyisakan tanah yang enak untuk dipijak.

Tujuannya segera jelas—tanah inilah yang akan jadi jalur lomba lari mereka.

"Yang bisa berlari ke ujung dan kembali duluan adalah pemenangnya," umum Utgard-Loki. Thjálfi dan Hugi segera bersiap di lajur mereka masing-masing. "Bersedia! Siap ... mulai!"

Dan mereka memelesat.

Kecepatan mereka luar biasa. Mereka berlari bagai kilat—tetapi baru saja Thjálfi mencapai separuh jalurnya, Hugi sudah mencapai ujung; bahkan mencapai Thjálfi lagi.

Hugi menang. Para penonton bersorak. Thjálfi tidak terima kalah semudah itu.

"Aku ingin tanding ulang," tuntutnya. "Dua terbaik dari tiga, dan yang ini tidak dihitung."

Thor bisa menilai—Thjálfi memang tampak tidak siap tadi, seakan dia tidak mengharapkan seseorang bisa berlari secepat Hugi. Utgard-Loki dan Hugi menyetujui, dan mereka segera kembali bersiap di garis mulai.

"Bersedia! Siap ... mulai!"

Mereka berlari lagi.

Kali ini Thjálfi tidak main-main—dia benar-benar mengerahkan segala yang dia punya. Selisihnya pun sekarang tidak berbeda jauh: Thjálfi tiba hanya selama satu tembakan anak panah setelah Hugi.

Itu cukup untuk membuat sang manusia terengah-engah menghirup napas.

"Satu balapan lagi yang akan menentukan nasibmu, Pesuruh Thor," kata Utgard-Loki. Thjálfi menelan ludah ... lalu mengangguk menyanggupi.

"Ayo."

Para penonton menggila. Mereka sudah tahu pasti siapa yang akan menang, tetapi semangat Thjálfi juga tidak bisa diremehkan. Utgard-Loki menyeringai. "Bersedia! Siap ... mulai!"

Dan kedua pelari itu memelesat.

Sayangnya, napas Thjálfi yang sudah nyaris habis tidak membantunya—ketika Hugi sudah melewati garis akhir, Thjálfi tertinggal sejauh enam langkah dan hanya sempat menyelesaikan balapannya sebelum jatuh pingsan. Lagi, para pembantu Utgard-Loki membawa Thjálfi pergi.

Pemenangnya sudah jelas: Hugi.

"Wah, menarik, menarik!" ujar Utgard-Loki. "Baik, Thor, bagaimana dengan permainan berikutnya?"

Thor melihat wajah pesuruhnya memucat—dia tidak yakin apa yang Röskva bisa tawarkan. Loki bisa nyaris menyamai Logi karena dia adalah dewa, tetapi Thjálfi adalah manusia—dan Hugi membantai skornya. Thor sendiri harus turun tangan kali ini. "Aku bisa minum sangat banyak," katanya.

Utgard-Loki tersenyum licik. "Menarik. Baiklah, kalau begitu kita bawakan cawan kita yang terbesar dan kita lihat apakah Thor mampu minum dari sana!"

Sebagai seorang Æsir, minum sudah seperti tradisinya sehari-hari. Bagaimanapun juga, Thor sudah melihat bagaimana Loki dan Thjálfi dikalahkan. Dia tidak boleh meremehkan tantangannya kali ini.

Saranku, kau jangan meremehkan hal-hal di sana nanti.

Skrymir mungkin ada benarnya.

Salah satu raksasa lalu membawakan semangkuk raksasa anggur dan sebuah gelas yang sangat besar. Thor menghela napas. Untung dia belum minum sebelum ini.

"Silakan dimulai kapan pun kau siap," kata Utgard-Loki. Thor mengangguk.

Ini dia.

Dia meraih gelasnya dan mengisinya penuh dengan anggur dari mangkuk itu, lalu mulai meminum.

Dia terus menenggak. Dan terus menenggak. Dan terus menenggak hingga mendadak dia baru menyadari betapa banyaknya air yang harus dia minum dengan satu gelas.

Air itu seakan tak kunjung habis.

Begitu gelas itu kosong, Thor sudah merasa kenyang.

Namun mangkuk itu masih penuh.

Thor menghela napas sekali sebelum mulai meminum gelas keduanya. Röskva mulai tampak cemas—bahkan beberapa penghuni Kastil Utgard juga terlihat khawatir.

Thor tidak peduli.

Selesai gelas keduanya, Thor merasa tidak kuat lagi.

Tidak. Boleh. Berhenti.

Jadi dia meraih satu gelas lagi anggur itu dan kembali mulai minum.

Untuk kali pertama sepanjang hidupnya, minum menjadi sebuah siksaan.

Baru habis setengah gelasnya, tangannya sudah gemetaran. Akhirnya gelas itu jatuh, menumpahkan isinya ke lantai, dan Thor ambruk.

Dia tidak bisa minum lebih dari itu.

Para penonton masih terdiam, tetapi sebelum ada yang bisa angkat bicara, Thor menyela lebih dahulu. "Aku ... aku juga jago dalam uji kekuatan dan bergulat."

"Angkat beban, kalau begitu?" kata Utgard-Loki. "Wah. Aku hanya meminta tiga hiburan, tetapi sepertinya kami sedang beruntung kali ini. Ayo ke ruang sebelah."

Mereka berpindah ruangan lagi, dan kali ini, ruangan yang mereka tuju sangat besar. Mungkin ruangan itu bisa menampung lima Skrymir, dan Thor tidak akan heran.

Di pinggir ruangan itu adalah seekor kucing putih raksasa.

Kucing itu sedang tertidur, dan ukurannya seharusnya bisa menggentarkan siapa pun ... kecuali Thor. Dewa itu segera mendekat ke arah kucing itu, dan Utgard-Loki segera mengumumkan instruksinya.

"Angkatlah kucing itu," katanya singkat. Thor mengangguk, bergerak ke bawah kucing raksasa itu, dan mulai mengangkat.

Tidak bisa.

Kucing itu tidak bergerak sama sekali.

Thor mengerahkan seluruh kekuatan yang dimilikinya, tetapi kucing itu tetap tidak berkutik sedikit pun.

Ada yang salah. Ada yang salah!

Menyerah dengan tubuhnya, Thor akhirnya berjuang mengangkat sesuatu yang lebih mudah: kaki depan kucing itu.

Jadi dia mulai mengangkat.

Dan mengangkat.

Dan mengangkat....

Dia berani bertaruh, rasanya seakan kaki itu melawannya. Kaki itu jauh lebih berat daripada kelihatannya, padahal Thor sudah terbiasa menghadapi makhluk yang lebih besar daripada dirinya—kucing ini seharusnya bukan pengecualian.

Ada apa ini?

Thor berhasil mengangkat kaki kucing itu di atas kepalanya seraya meraung penuh kemenangan.

Di luar dugaannya, para raksasa tercengang. Bahkan Utgard-Loki tampak gelisah. "Um ... ah, itu—itu luar biasa. Sayangnya, Thor, tantanganmu adalah mengangkat kucing itu, bukan cuma kakinya. Kau gagal kali ini."

Thor menggeram sebelum membanting lagi kaki kucing itu ke tanah. Setelah mengatur napasnya sejenak—dan menata lagi pikirannya yang kacau-balau karena kelelahan—dia akhirnya menjawab. "Aku juga jago bergulat, ingat?"

Utgard-Loki menatap Thor penuh perhitungan. "Gulat. Tentu. Baiklah. Ini lawanmu—Elli."

Seorang raksasa keluar dari kerumunan. Tidak seperti harapan Thor, raksasa ini ternyata adalah seorang nenek-nenek yang tampak sangat ringkih. Thor menatapnya tidak percaya. "Apa-apaan ini?"

"Itu lawan gulatmu," jawab Utgard-Loki polos. "Kapan pun kau siap, Thor."

Thor menggerutu sebelum akhirnya memasang kuda-kuda. Elli juga memasang kuda-kuda, dan tangannya bertemu dengan tangan Thor.

"Siap ... mulai!"

Thor mendorong.

Elli bergeming.

Thor mendorong lagi.

Elli mendorong.

Thor terdorong.

Kedua mata dewa itu segera membelalak, dan dia berusaha menguasai dirinya lagi. Ini tidak mungkin!

Namun, nyatanya, Elli terus mendorong. Thor berusaha mendorong balik, tetapi percuma.

Kekuatan Elli jauh melebihi kekuatan Thor—entah bagaimana caranya.

Thor berusaha meronta, melawan, mendorong, tetapi semua itu tidak ada gunanya.

Pada akhirnya, Thor berhasil didorong hingga berlutut.

Dia telah dikalahkan di ranah terkuatnya.

***

Karena keadaan rombongan Thor—dan karena Thor akhirnya melakukan lima permainan dan bukan cuma tiga seperti tuntutan awalnya—Utgard-Loki mempersilakan Thor dan rombongannya untuk beristirahat dulu di Utgard hingga mereka bisa berangkat pulang. Esoknya, mereka semua akhirnya mengucapkan salam pergi.

Namun Utgard-Loki mencegat Thor setelah ketiga rombongannya sudah pergi dari Kastil. "Kau benar-benar tidak sadar, ya?"

"Apa?" tanya Thor gelisah. Dia sudah tahu ada yang salah dengan tempat ini—dan, tentunya, dengan semua tantangan yang dihadapinya di sini—tetapi dia tidak tahu persisnya apa.

Utgard-Loki menyeringai. "Andai kau melihat segalanya dengan jernih, Thor, kau pasti akan ngeri sendiri."

"Apa—apa maksudmu?"

Saat itu juga, mendadak Kastil Utgard berubah.

Mereka kini tengah berdiri di pinggiran Jotunheim, menghadap langsung ke arah Midgard—dunia manusia—dan jantung Thor mencelus. Dia sedang menghadap persis ke arah kucing yang seharusnya diangkatnya, tetapi di sana, alih-alih seekor kucing, dia malah melihat kemilau sisik seekor ular.

"Jörmungand?" desisnya. Jörmungand, atau Midgard Serpent, adalah ular raksasa putra Loki yang dilempar oleh Odin ke arah Midgard. Ular itu tumbuh sangat besar hingga bisa mengelilingi seluruh Midgard hanya dengan panjang tubuhnya.

"Ya," kata Utgard-Loki. "Karena itulah kau tidak bisa mengangkat kucing itu, Thor. Kucing itu adalah Midgard sendiri ... dan kaki yang kauangkat itu adalah sang Ular Midgard. Kau mengangkat Ular Midgard, Thor. Tidak makhluk apa pun, bahkan dewa sekalipun, yang seharusnya bisa melakukan apa yang kaulakukan kemarin. Kau benar-benar membuat ngeri para penghuni Utgard."

Utgard-Loki lalu menjentikkan jari, dan ketiga lawan rombongan Thor muncul di sebelahnya—Logi, Hugi, dan Elli.

"Apa kau menyadari arti nama mereka, Thor?"

Sang dewa mengernyit—dan mendadak sadar. "Jangan bilang...."

"Ya," kekeh Utgard-Loki. "Logi ... api."

Raksasa yang disebut berubah menjadi api hidup seukuran raksasa, seakan-akan dia mendadak dilalap api. Dia tidak tampak terganggu.

"Hugi ... pikiran."

Raksasa itu berubah, seakan-akan dia tersusun murni dari jaringan saraf.

"Dan Elli...?"

"Usia," sambung Thor. Sang nenek tersenyum misterius.

Utgard-Loki tertawa. "Tepat sekali! Tidak ada yang melahap lebih bersih daripada api. Tidak ada yang memelesat lebih cepat daripada pikiran ... dan tidak ada yang tidak bisa ditaklukkan oleh usia. Bahkan seorang Æsir yang rajin meminum mead para dewa!"

Thor mendecak. "Baik, kuakui—kau benar-benar cerdik. Lalu bagaimana dengan anggur yang kuminum?"

Utgard-Loki hanya menunjuk ke arah pantai Jotunheim. Thor memicingkan mata.

"Hah? Kenapa laut surut?" dia kembali menatap Utgard-Loki. "Bukankah seharusnya sekarang sedang pasang?"

Utgard-Loki tertawa. "Thor! Air lautlah yang kauminum! Dan kau meminum sangat banyak hingga gelombang laut, yang harusnya pasang, sekarang menjadi surut!"

Thor akhirnya menyeringai dan terkekeh sendiri. "Baiklah. Aku mengakui kekalahan. Kau boleh juga, Utgard-Loki."

"Ah ... soal itu," kata Utgard-Loki. "Aku agak kecewa kau belum menyadarinya juga."

Awan menutupi tubuhnya—dan, begitu awan itu pergi, di tempatnya, bukan Utgard-Loki yang sedang berdiri.

Di sana adalah wajah familier, dan Thor mengernyit dibuatnya.

"Skrymir?"

Sang raksasa—yang sekarang hanya setinggi Thor—tersenyum. "Ya. Aku."

"Jadi—waktu itu—?"

"Kau sangat kuat, Thor," kata Skrymir. "Pukulan-pukulanmu waktu itu sakit. Kulit raksasaku dan sihirku melindungiku, tetapi tidak bisa melindungi tempatku tidur waktu itu."

Dia menunjuk ke arah kejauhan—ke tempat di mana seharusnya hanya ada satu bukit. Alih-alih begitu, mereka malah menemukan tiga buah lembah tambahan. Thor tercengang.

"Itu ulahku?" tanyanya. Skrymir mengangguk.

"Kau menghajar dengan sangat kuat," katanya. "Andaikan pukulan ketigamu waktu itu berhasil mengenaiku, Thor, aku pasti sudah tamat."

Mereka terdiam sejenak, membiarkan diri mereka masing-masing meresapi makna perbuatan mereka. Thor akhirnya menghela napas.

"Banyak sekali ilusi yang kauberi pada rombonganku," katanya. Utgard-Loki tertawa kecil.

"Itu akan bermanfaat suatu saat nanti," katanya. "Sepertinya kita bisa sepakat bahwa akan lebih baik jika kita tidak bertemu lagi, betul?"

"Betul," jawab Thor. "Baiklah. Terima kasih untuk ramah-tamahnya. Selamat tinggal, Skrymir."

"Selamat tinggal, Thor."

Dan, begitu saja, akhirnya sang dewa berbalik dan pergi—sekarang dengan pandangan yang benar-benar baru tentang dunia tempatnya tinggal.

***

Oke! Itu dia cerita Thor di Utgard, Jotunheim. Omong-omong, jika teman-teman belum sadar, ya—ini adalah cerita asli dari mitologi Nordik yang kuceritakan dengan gayaku sendiri. Makanya di sana ada sihir. Ini bukan cerita dari dunia Ragnarökr Cycle, cerita ini kuceritakan mentah-mentah untuk teman-teman.

Aku pernah membuat cerita ini dulu di Myth Jumpers yang pertama saat Odin berusaha memberi Luke petunjuk tentang apa yang paling ditakuti musuh terbesar mereka saat itu ... yaitu Loki.

Jadi, ini dia kuis untuk teman-teman sekalian: apa yang Loki takuti?

Kutunggu jawaban teman-teman semua. Ingat formatnya, ya!

Sampai bertemu lagi di bonus RCMJ berikutnya!

***

Catatan Penulis: Aku masih agak kesulitan mencari tempat produksi untuk hadiah kuis #GodsFear kali ini, jadi ada kemungkinan pengumuman pemenang atau pengiriman hadiah akan agak terhambat.

Aku berencana menyiapkan beberapa alternatif hadiah yang bisa dipilih sendiri nanti oleh pemenangnya.

Sayangnya, aku juga tidak bisa memungkiri ini: ada juga kemungkinan aku terpaksa ganti rencana hadiah. Namun itu untuk pertimbangan nanti saja, hehe.

Ingat—pemenangnya didapatkan via undian, jadi jangan ragu menjawab!

Oh, dan satu orang yang sama tidak akan bisa memenangkan #GodsFear dua kali. Jadi, selalu ada tempat bagi teman-teman untuk menang!

On that note, aku undur diri dulu.

Sampai bertemu lagi!

***

Catatan Penulis: Update 20/7/2016, hehe. Baik! Karena periode kuis sudah selesai (satu minggu), kita sudah punya dua pemenang yang kita butuhkan!

Jadi, pertama, aku akan menjawab dulu pertanyaan kuisnya: apa yang Loki takutkan?

Jawaban teman-teman semua sangat kreatif, dan sangat luas, dan aku sendiri sebenarnya tidak menyangkanya sama sekali. Aku benar-benar menikmati melihat teman-teman menjawab pertanyaan ini dengan serius. Aku harap bisa melihat ini lagi di #GodsFear berikutnya!

Nah, untuk yang ditunggu-tunggu: jawabannya adalah pyrophobia, yaitu takut kepada api. Kenapa Loki takut kepada api? Ini berhubungan langsung dengan Logi dan dengan sifat Loki. Sebenarnya kesalahan sepenuhnya ada padaku, karena seharusnya aku juga menyebutkan bahwa Loki adalah God of Mischief, atau Dewa Keusilan. Bertindak yang neko-neko dan tidak masuk akal adalah aspeknya, dan seharusnya dia tidak terkalahkan dalam hal itu. Semacam seharusnya Thor, yang Dewa Kekuatan, tidak bisa dikalahkan dalam bergulat. Dikalahkan dalam aspek sendiri seharusnya mustahil bagi seorang dewa ... dan Logi mengalahkan Loki dengan sangat telak.

Dalam inkarnasi Myth Jumpers yang original, ini akhirnya menjadi plot device yang sangat penting: Luke akhirnya memanfaatkan api untuk memojokkan Loki dan menjebaknya ke dalam kurungan elemental. Sigyn, istri Loki, mengatakan bahwa kelemahan Loki adalah kurungan elemental karena Loki sendiri tidak menguasai aspek elemental, dan ini adalah satu-satunya jalan mengalahkan Loki tanpa perlu membunuhnya. Sebenarnya pembicaraan tentang hubungan Loki-Sigyn ini bisa dibawa lagi ke pembicaraan soal hubungan toksik dan cinta, tetapi sepertinya bahasanku sampai segitu dulu saja, hehe.

Dan pemenang kita adalah ... dicon37 dan kiranada! Ada tiga orang yang menjawab dengan benar (yang satu lagi Dee_official), tetapi komputer berkata lain. Seperti kubilang, pemenangnya kudapatkan lewat undian, dan ini hasilnya:

Hasil ini didapatkan dari random.org, website yang menyediakan jasa yang berhubungan dengan pengacak angka.

Baik, selamat untuk para pemenang! Silakan PM padaku email aktif kalian, dan hadiahnya akan kukirimkan via email. Apa hadiahnya?

Hadiahnya adalah ... excerpt eksklusif bab pertama Ragnarok Cycle: Storm Chasers!

(Untuk para pemenang, kutunggu alamat emailnya sampai minggu depan, dan kalau belum ada respon, hadiah akan dilimpahkan secara otomatis ke penjawab yang lain.)

Baik, itu dulu dariku. Terima kasih untuk partisipasinya, dan sampai bertemu di konten bonus RCMJ berikutnya!

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro