Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 9

Part 9

Rheina tidak tahu berapa hari sudah berlalu. Rasa sakit di kepalanya berdenyut-denyut terus tanpa memberinya waktu untuk istirahat. Suaranya pun sepertinya sudah habis karena terus berteriak. Tubuhnya terasa lelah dan tak bisa bergerak. Dari sudut mata, dia bisa melihat tempat tidurnya berantakan, beberapa bantal tidurnya sudah terkoyak habis.

Dia berusaha bangkit dari tempat tidur dari sisa tenaga yang dia miliki. Tapi badannya tak mau menurut. Seluruh tenaga yang dia miliki sepertinya menghilang. Untuk menggerakkan jemari saja dia tak sanggup. Matanya bergerak kanan kiri mencari pegangan atau sesuatu yang bisa mengakhiri sakit kepalanya. Dia ingin melubangi kepalanya atau melepas kepalanya sekarang juga agar rasa sakit tersebut hilang untuk selamanya. Tapi sepertinya seluruh senjata di rumah ini sudah disembunyikan oleh Joker.

Pisau dapur, garpu, sendok, cermin, semuanya lenyap dari rumah ini. Kapan Joker membereskan rumahnya? Menjauhkan benda-benda tersebut dari jangkauannya? Dia tidak ingat. Dia hanya ingin sakit kepala ini menghilang untuk selamanya.

seseorang? Siapa saja? Bunuh aku sekarang juga...

samar-samar Rheina mendengar suara langkah kaki cepat. Seseorang datang mendekat. Dari sudut mata dia melihat beberapa orang muncul.

Tolong... bunuh aku... tapi suaranya tidak keluar meskipun Rheina sudah membuka mulutnya. Tolong... bunuh aku...

Sesuatu disuntikkan ke lengan kirinya. Dia tidak peduli jika itu adalah racun untuk membunuhnya. Dia tidak peduli asalkan rasa sakit dikepalanya menghilang. Perlahan-lahan kesadarannya menghilang. Dia hanya bisa melihat kegelapan.

***

Saat membuka mata, Rheina menyadari bahwa dia ada di ruang perawatan. Dia masih hidup. Rasa sakit di kepalanya juga menghilang. Matanya memandang sekeliling, dia melihat Lily berbicara dengan seseorang dengan cepat di telepon.

"Rheina?!" seru Lily lega. Dia segera menutup telepon dan mendekat. "Syukurlah kau sudah siuman! Aku benar-benar tidak akan memaafkan Joker. Dia sungguh keterlaluan! Aku tidak peduli meski dia membunuhku setelah ini! Oh syukurlah kau kembali!" dia memeluk Rheina dengan erat.

"Aku... apa yang terjadi?" tanya Rheina bingung.

Lily melepas pelukannya, dia segera duduk di kursi dekat tempat tidur. "Kau ingat kalau kau dikurung selama satu minggu di rumah kan?"

Rheina mengangguk. "Yah... Joker menungguku disana. Kami mengobrol sebentar sebelum aku mengusirnya. Setelah itu aku ingat sempat menghancurkan dapur. Lalu kepalaku rasanya mulai pusing. Tapi aku masih ingat aku sempat berendam air panas dan membuat susu hangat sebelum tidur. Setelah itu aku tidak ingat."

"Kau ingat apa yang professor katakan jika kau tidak rutin meminum obatmu?" tanya Lily hati-hati. "Sehari tidak meminumnya kepalamu akan terasa pusing, dua hari tak meminumnya kepalamu akan mulai terasa sakit, setelah itu yang akan terasa hanya rasa sakit yang menusuk-nusuk sampai batas waktu kesadaranmu hilang. Jika kau sampai hilang kesadaran, kecil kemungkinan kau akan selamat."

"Tapi aku selamat. Apa itu berarti Joker melepasku saat aku masih sadar?" tanya Rheina bingung.

"Lebih tepatnya hingga batas kesadaranmu melemah. Aku terus memonitor keadaanmu. Saat menyadari detak jantungmu melemah, aku tahu kau sudah mencapai batas," ucap Lily. "Aku langsung menghubungi Joker dan meminta untuk melepaskanmu. Awalnya dia menolak tapi saat aku menunjukkan laporan kesehatanmu yang menurun drastis, dia baru setuju untuk mengeluarkanmu dan membawamu ke rumah sakit."

"Apa Luciel tahu tentang ini?" tanya Rheina.

"Dia sempat datang beberapa hari lalu saat kau masih dikurung. Dia bertanya kepadaku apa yang terjadi kepadamu. Tapi aku menolak untuk menjawabnya, setelah itu dia pergi tanpa berkata apa pun," jawab Lily. "Tadi dia meneleponku dan sepertinya aku keceplosan menyebut namamu saat kau sadar. Buru-buru aku menutup telepon. Mungkin dia akan datang atau meneleponmu sebentar lagi. Maafkan aku."

"Tidak apa-apa," Rheina merebahkan diri di tempat tidur. "Aku ingin istirahat. Tolong jangan biarkan siapa pun masuk,"

Raut wajah Lily berubah sedih, "Apa kau yakin? Dia bisa saja menolongmu,"

Rheina menggeleng, "Aku baik-baik saja disini. Dia punya keluarga yang membutuhkan dia diluar sana. Aku tidak ingin dia terkurung disini untuk selamanya. Dia harus hidup. Aku bahkan berharap ada seseorang datang menolongnya karena aku tak mampu untuk mendorongnya keluar."

"Tapi kau juga berharap ada seseorang yang menarikmu keluar, kan? Aku sudah menjagamu sejak Joker mempercayakanmu dibawah pengawasanku. Aku tidak tahu seperti apa rasanya memiliki anak karena pekerjaan ini melarang kita memiliki keluarga tapi jika aku boleh menganggap kau adalah anakku, aku ingin kau bahagia Rheina." Gumam Lily lembut.

"Bagaimana aku bisa bahagia jika setiap kebahagiaan yang baru sedikit aku rasakan langsung direngut di depan mataku Lily?" air mata Rheina tiba-tiba mengalir deras. "Bagaimana mungkin aku bisa menjaga Luciel tetap hidup jika perasaanku ini justru yang akan membunuhnya suatu saat?! Jika aku mengatakan aku mencintai Luciel yang terjadi justru Joker akan membunuhnya! Kemudian Luciel akan marah kepadaku karena dia mati dan tidak bisa bertemu lagi dengan Saeran! Aku tidak bisa Lily! Cukup aku saja yang merasakan perasaan ini! Luciel harus hidup dan itu yang lebih penting!"

Lily menghela nafas berat, "Lebih baik kau istirahat, pembicaraan ini akan membuat sakit kepalamu kambuh lagi," dia mengusap kepala Rheina dengan lembut. "Maaf aku sudah menyudutkanmu,"

Rheina membalikkan badan, dia mengurung dirinya dibalik selimut karena air matanya terus saja mengalir.

***

"Apa yang kau lakukan disini?" Rheina menatap garang ke lelaki yang berdiri disamping Lily.

"Aku melihat Lily masuk ke ruangan ini. Kebetulan aku juga baru saja tes kesehatan untuk misiku selanjutnya, jadi aku ikut saja," jawab Luciel polos.

Rheina memandang marah ke arah Lily tapi wanita tersebut berpaling pura-pura tidak menyadari tatapan tersebut. Rheina menhela nafas berat. Percuma saja, keluhnya dalam hati.

"Misimu selanjutnya," Lily menyerahkan amplop cokelat ke Rheina. "Aku akan mengambil makan siangmu."

Jangan tinggalkan aku sendirian dengan dia! Rheina memohon dengan tatapannya tapi Lily pura-pura tak melihat dan pergi dengan santai.

"Jadi bagaimana keadaanmu?" tanya Luciel santai.

Rheina memperhatikan laki-laki yang duduk di sebelahnya dengan santai. Luciel tetap memakai kacamata dan jaket yang dia berikan. Rambut merahnya acak-acakan seperti biasanya. Headphone orange pemberiannya tergantung di leher.

"Mau sampai kapan kau memakai itu semua?" tanya Rheina mengalihkan perhatian.

"Ini?" Luciel mengecek dirinya sendiri. "Aku suka dandanan seperti ini. Agent 707 yang ceria sebagai Defender of Justice siap menyelamatkan dunia!!"

"Pfft!!" mau tak mau Rheina tertawa melihat tingkah konyol Luciel. "Kau tidak cocok dengan sebutan itu."

"Aku ini Hacker God!! Tidak ada yang bisa menghack sistem yang kubuat!! Muahahaha!!!" seru Luciel kembali melucu. "Aku bisa menghack apa saja!! Termasuk isi kepalamu!! Muahahaha!!"

Rheina tertawa, tak tahan dengan lelucon Luciel. "Mana mungkin kau bisa menghack isi kepala orang," dia mengusap air matanya karena terlalu banyak tertawa, " Perutku sakit karena tertawa. Kau harus tanggung jawab,"

"Kalau begitu ayo kita kabur dari sini," ucap Luciel spontan.

Rheina memandang tak percaya, "A-apa yang kau bicarakan?"

"Kita kabur dari sini. Melarikan diri dari tempat ini. Hanya kita berdua," seru Luciel serius. "Kau dan aku saja. Kita menghilang dan bersembunyi agar Joker tidak menemukan kita,"

Rheina tidak percaya apa yang Luciel ucapkan. Kabur? "Kau tidak mengerti keadaanku. Bisa-bisanya kau mengajakku kabur dari tempat ini,"

"Aku memang tidak tahu. Tapi aku yakin bahwa kau juga ingin kabur dari tempat ini," gumam Luciel.

"Aku tidak pernah ingin kabur dari tempat ini Luciel," seru Rheina. "Kau menyimpulkan sendiri apa yang terjadi denganku. Aku menyukai tempat ini. Disinilah tempatku berada. Tidak mungkin aku ingin kabur,"

Luciel mengenggam tangan Rheina dan menatapnya lekat-lekat, "Bagaimana jika aku katakan bahwa aku mencintaimu, ayo kabur dari sini agar kita bisa hidup berdua selamanya?"

Deg!! Dia mencintaiku?? Benarkah?? Tidak. Meskipun dia benar-benar mencintaiku, kami berdua tidak akan pernah kabur dari Joker. Hanya kematian yang akan menanti jika Joker berhasil menemukan kami. Joker memiliki matanya dimana-mana. Luciel mungkin tidak mengetahuinya karena Luciel baru beberapa tahun bersama Joker. Tapi Rheina sendiri yang tahu seperti apa Joker sebenarnya.

Rheina menggeleng keras, dia tidak ingin mati. Dia juga tidak ingin Luciel mati. Sekarang yang terpenting adalah mereka berdua hidup. Tidak masalah jika Luciel membencinya asalkan dia hidup. Dia tidak akan keberatan meskipun harus menyakiti hati Luciel jika itu berarti Luciel akan aman dan hidup untuk selamanya. Kemudian suatu saat dia akan berkumpul kembali dengan Saeran.

Selama menjalankan misi, Rheina secara diam-diam mencari tahu keberadaan Saeran. Bahkan Lily pun tidak mengetahuinya. Ini adalah misi yang dia buat untuk dirinya sendiri demi Luciel.

"Maaf, tapi aku tidak mencintaimu Luciel," kata Rheina dingin.

***

2fm4

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro