Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 8


Part 8

Luciel melihat tampilannya dicermin. Rambutnya dipotong sedikit. Kacamatanya sudah berganti dengan bingkai fancy kuning abu-abu. Jaket hitamnya diganti jaket hitam dengan motif lingkaran kuning besar. Headphone lamanya berubah menjadi headphone dengan gear besar berwarna orange. Mau tak mau dia terkesima dengan seseorang di pantulan cermin.

"Kau siapa?" gumam Luciel kagum.

"Aku? Aku Rheina," jawab Rheina sambil tersenyum jahil. Dia berdiri di belakang Luciel setelah mendandani.

Wajah Luciel berubah cemberut, "Bukan kau,"

Rheina terkikik senang, "Nah setelah make over selesai, saatnya ini," dia menyerahkan sebuah kertas berisi surat tanda terima.

"Apa ini? lamborghini?" Luciel membaca isinya dengan bingung. "Mo-mobil?!! A-apa maksudnya kau memberikanku mobil?!"

"Itu hadiah untuk perayaan rumah barumu," kata Rheina sambil tertawa senang, "Lagi pula dengan garasi mobilmu yang besar aku yakin kau sebentar lagi akan mengincar mobil baru."

Luciel membaca sekali lagi kertas yang dipegangnya dengan teliti, "Satu setengah tahun lagi? Kenapa lama sekali?"

Rheina menggeleng kecewa, "Tentu saja karena mobil itu belum diproduksi. Saat ini masih tahap test drive dan model. Jika disetujui maka satu setengah tahun lagi mobil itu akan dijual. Tapi aku bisa menjamin mobil itu akan diproduksi sesuai dengan keinginanku," dia mengedip nakal.

"Apa yang kau lakukan disana?" tebak Luciel, "Kau tidak menyuap mereka, kan?"

"Tentu saja tidak. Ini murni karena kecerdasan otakku yang genius," kata Rheina tak terima. Tak sengaja dia melihat jam di dinding, "Oh... aku harus segera kembali atau Lily akan mendapat masalah,"

Rheina keluar menuju garasi diikuti Luciel dibelakang. Saat itulah pintu garasi terbuka, Vanderwood masuk sambil membawa amplop cokelat besar.

"Rheina? Apa yang kau lakukan disini?" Vanderwood terlihat terkejut dan waspada.

"A-aku hanya mengecek keadaan Luciel," jawab Rheina gugup. "Apa itu misi baru?"

Vanderwood berjalan mendekat dengan santai, "Kau tidak perlu tahu. Apa Lily tahu kau ada disini?"

Deg! "Dia tidak tahu," jawab Rheina hati-hati, dia melirik Luciel sekilas. Mereka berdua sama-sama bersikap waspada.

"Apa kau sudah meminta izin Joker untuk datang kesini?" selidik Vanderwood. "Kau tahu salah satu tugas yang diberikan Joker kepadaku, kan?"

Keringat dingin mulai membasahi dahi, "Joker tidak tahu," jawab Rheina.

"Kalau begitu akan kupastikan hari ini dia mengetahuinya," jelas Vanderwood dingin. "Luciel, ini misimu selanjutnya," vanderwood menyerahkan amplop cokelat tersebut ke Luciel dengan santai.

"Ba-baiklah," jawab Luciel ikut gugup. "Kenapa Rheina harus minta izin Joker untuk menemuiku?"

Vanderwood melirik sekilas, "Aku yakin kau tidak ingin mengetahuinya Luciel," dia segera mengeluarkan handphonenya. "Halo? Ini aku."

Tubuh Rheina berubah kaku, "Aku akan pergi sekarang," dia tak menoleh sedikit pun meskipun Luciel berusaha menahan tangannya. "Sampai nanti,"

Begitu masuk mobil, Rheina langsung menginjak gas dan melesatkan mobil dalam kecepatan tinggi. Dia menghubungi Lily dengan panik.

"Lily, Jika Joker bertanya, jawab kau tidak tahu apa-apa tentang kejadian hari ini," pinta Rheina.

"Apa yang terjadi? Kenapa suaramu panik begini?" tanya Lily kebingungan. "Detak jantungmu tidak teratur. Katakan apa yang terjadi?"

"Vanderwood melihatku sedang bersama Luciel." Jawab Rheina. "Aku yakin sebentar lagi Joker akan menghubungimu. Kita akan bertemu sepuluh menit lagi. Aku butuh bantuanmu sebelum aku pulang,"

"Baiklah," kata Lily. "Jaga dirimu. Aku akan menunggu di tempat biasa,"

Rheina menutup teleponnya. Dia berusaha menenangkan diri tapi gagal. Vanderwood melihat dia di garasi rumah Luciel. Jika Vanderwood berkata sesuatu yang aneh, dia yakin Joker akan bertindak. Dia harus memperingatkan Luciel! Dengan cepat dia menekan nomor Luciel.

"Rheina?! Apa yang terjadi?!" tanya Luciel. "Setelah kau pergi Vanderwood juga langsung pergi tanpa mengatakan apa pun,"

"Maaf Luciel, sepertinya kau jadi ada dalam masalah karena aku. Tapi tenanglah, aku tidak akan melibatkan dirimu. Aku sudah janji akan melindungimu kan?"

"Bukan saatnya bicara seperti itu!" omel Luciel. "Katakan apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa Joker melarangmu untuk menemuiku?"

"Maaf, aku tidak bisa mengatakannya," jawab Rheina. "Joker hanya tidak ingin pekerjaanku berantakan karena itu dia melakukan tindakan pencegahan. Ini murni kesalahanku. Kau tidak perlu khawatir."

"Apa Joker akan menghukummu karena sudah menemuiku?" selidik Luciel. "Tak bisakah kau menjelaskan apa yang terjadi sehingga aku bisa menolongmu?"

"Aku harap kau tidak melakukan itu Luciel. Joker akan langsung membunuhmu jika kau berusaha menolongku," Rheina memperingatkan. "Apa pun yang terjadi, kau harus hidup. Tak perlu kau pikirkan diriku. Aku bisa menjaga diriku. Joker tidak akan membunuhku. Kau harus percaya padaku. Dia hanya akan sedikit menghukumku karena menemuimu. Itu saja,"

"Tapi kenapa dia harus menghukummu karena menemuiku?" tanya Luciel bingung.

"Akan lebih aman jika kau tidak mengetahuinya," jawab Rheina bersikeras. "Aku sudah sampai. Aku akan menemuimu lagi jika hukumanku sudah selesai." Dia segera menutup teleponnya.

Di depannya, sebuah truk besar berwarna hitam terparkir di salah satu sudut taman. Tidak ada yang curiga dengan logo pembersih kaca gedung di depannya. Tapi bagi Rheina, masuk ke dalam truk tersebut dengan selamat adalah tantangan. Dia mengecek sekeliling. Tidak ada tanda-tanda orang dari agensinya.

Berusaha bersikap tenang, Rheina keluar dari mobil dan memasuki truk tersebut. Saat pintu dibuka, Lily menyambutnya dengan wajah kelegaan.

"Kau selamat," ucapa Lily sambil memeluk Rheina dengan erat.

"Li-lily sesak..." rengek Rheina.

"Oh! Maafkan," Lily langsung melepas pelukannya. "Joker belum menghubungiku. Vanderwood benar-benar melakukan pekerjaannya dengan baik," gerutunya kesal.

Rheina melepas kalung pemberian Luciel, "Lily, bisa kau sembunyikan ini? Aku tidak ingin Joker atau yang lain mengetahuinya. Jika Luciel menanyakannya, bilang saja kau hanya diminta menyimpannya karena aku tidak suka."

"Apa ini?" Lily mengecek kalung yang dia terima dengan teliti, "Ada sinyal GPS yang terpancar meskipun lemah dan tidak akan terdeteksi oleh mainan Joker. Darimana Luciel mendapatkan alat ini?"

"Aku tidak tahu," jawab Rheina. "Tapi jika Joker melihat alat itu, dia akan membunuh Luciel. Benda itu sangat berbahaya,"

Lily mengeluarkan kotak kecil dengan kunci kombinasi, "Aku tahu," dia memasukkan kalung tersebut. Di dalamnya terdapat berbagai benda dan kertas-kertas berisi kenangan Rheina. "Aku akan menjaga semua ini agar kita semua selamat."

"Terima kasih," ucap Rheina sambil tersenyum.

Tiba-tiba handphone Rheina berbunyi, Joker meneleponnya. Gugup, dia menganggkat handphone tersebut.

"Pulanglah ke rumah," ucap Joker dingin. "Kau dihukum tidak keluar rumah selama seminggu,"

"Baik," jawab Rheina kaku. Setelah itu hubungan terputus. Lily memandangnya dengan khawatir. "Dia hanya ingin aku pulang ke rumah. Aku dihukum tidak keluar rumah selama seminggu," jelasnya berusaha tersenyum.

"Satu minggu?!!" pekik Lily. "Dia bisa membunuhmu dengan cara yang lebih cepat! Kenapa harus dikurung selama satu minggu?!!"

"Lily tenanglah, aku akan baik-baik saja. Aku bisa mengatasinya jika hanya satu minggu," ujar Rheina menenangkan.

"Tapi sejak kemarin kau tidak meminum obatmu. Professor bilang akan mengantarkannya hari ini. Tapi sampai sekarang dia tidak muncul. Mungkinkah Joker yang melakukannya?" selidik Lily. Wajahnya berubah ketakutan. "Rheina, kau tidak boleh mati."

Rheina memaksakan diri untuk tertawa, "Joker tidak akan membunuhku Lily. Dia hanya sangat menyayangiku. Lagi pula, setelah satu minggu kita akan bertemu lagi,"

Dia memeluk Lily, berbisik lirih, "Jika aku tak kembali dalam satu minggu, SOS code diaktifkan," dia melepas pelukannya. Mengedip nakal. "Aku pulang dulu. Tetap awasi target selama aku pergi."

Saat Rheina keluar dari truk, terlihat Vanderwood menunggunya di sebelah mobil berwarna abu-abu. Tanpa banyak bicara, Rheina masuk ke dalam mobil tersebut. Vanderwood langsung mengemudikan mobil kembali ke agensi.

"Aku harap kau tidak membenciku Rheina," ucap Vanderwood memecah kebisuan.

"Aku tahu, kau hanya menjalankan kewajibanmu," kata Rheina. "Jangan ucapkan apa pun kepada Luciel tentang hukumanku atau kita semua akan mati."

"Aku tahu," kata Vanderwood. "Aku hanya mencegah kita semua terbunuh. Aku harap kau mau memaafkanku,"

Rheina tersenyum, "Asal kau tahu, aku tidak menyesal sama sekali telah melakukannya."

"Perasaan ini akan membunuhmu suatu saat Rheina," Vanderwood memperingatkan.

Perjalanan mereka mulai memasuki sebuah tunnel. Vanderwood memencet sebuah tombol dan jalan di depan mereka turun membuka sebuah terowongan lain. Mobil mereka masuk ke dalam terowongan tersebut. Tak lama, daerah perkotaan bawah tanah muncul. Vanderwood mengarahkan mobil ke arah pinggir kota, menuju sebuah danau kecil buatan di dekat hutan kecil. Disana terdapat sebuah rumah yang sebagian besar terlindung kaca. Mobil segera mengarah kesana dan berhenti di depan pintu.

"Tetap saja aku tidak menyesal," ucap Rheina tersenyum sambil keluar dari pintu. "Terima kasih atas tumpangannya."

Vanderwood tidak mengucapkan sepatah kata pun. Mobilnya segera melaju keluar meninggalkan Rheina sendirian di depan rumah.

Saat berbalik, Rheina melihat ada sepatu hitam mengkilat di depan pintunya. Joker sudah menunggunya di dalam. Rheina menutup mata sejenak berusaha menenangkan detak jantungnya. Barulah setelah tenang dia masuk ke dalam rumah tersebut.

Duduk di sofa dengan santai sambil memegang segelas wine merah, Joker menatap kedatangan Rheina dengan senyum ramahnya.

"Selamat datang," ucap Joker. "Apa kau menikmati tumpangan Vanderwood?"

Rheina berjalan waspada menghampiri Joker, "Dia adalah teman mengemudi yang buruk." Dia bersikap cuek dan memilih pergi ke dapur untuk mengambil air minum di kulkas.

Joker tertawa, " Yah... dia memang sudah kehilangan selera humornya," dia berjalan mendekat, memeluk Rheina dari belakang. "Kau tahu apa kesalahanmu?"

"Aku hanya mengecek rumah barunya," jawab Rheina. "Kau memberinya rumah di daerah umum dengan seluruh peralatan canggih sementara aku harus tetap berada di tempat ini. Itu tidak adil namanya,"

"Tapi aku memberikan tempat tinggal dengan pemandangan danau yang indah untukmu," Joker membelai kepala Rheina dengan lembut. "Kaca tahan peluru dan segala perangkap yang akan aktif jika ada penyusup serta sensor keamanan yang canggih. Lagi pula kau tidak membutuhkan seluruh peralatan yang aku berikan ke Luciel karena peralatan yang ada di tempat ini lebih canggih. Kau tidak perlu iri,"

Rheina melepas pelukan Joker, dia menaruh kembali botol minumnya ke kulkas dan mengambil apel merah. "Aku capek, bisakah kau keluar? Aku ingin tidur,"

Wajah Joker berubah kecewa, "Sayang sekali," dia memeluk Rheina singkat dan membelai kepalanya dengan lembut. "Baik-baiklah disini dan pikirkan apa kesalahanmu," dia mengecup kening Rheina sebelum keluar rumah.

Rheina melempar apel di tangannya ke pintu setelah Joker pergi. Amarah yang sedari tadi dia tahan akhirnya tumpah. Dia melepar buah-buahan di meja dapur ke pintu sekuat tenaga.

"Kenapa kau tidak membunuhku saja," isak Rheina setelah puas. Rasa pusing mulai menjangkiti kepalanya. "Ugh..."

***


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro