Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 7


Part 7

".... Tidak mungkin untuk operasi, resikonya terlalu besar..."

"....Ker tidak akan suka ini..."

"... Kan dosis obat. Hanya itu jalan satu-satunya untuk sementara..."

***

Rheina terbangun, dia seperti bermimpi orang-orang berbicara tentang operasi dan dosis obat.

"Kau sudah bangun?"

Rheina berpaling ke arah suara. Dia melihat Luciel duduk di sebelahnya dengan wajah khawatir. "Apa yang terjadi denganku?"

Rheina mencoba bangun dari tempat tidur, Luciel membantunya duduk dengan hati-hati. Dia merasa kepalanya berputar-putar, tanpa sadar menggenggam erat lengan Luciel.

"Apa yang terjadi?" tanya Luciel panik.

"Ti-tidak apa-apa," jawab Rheina. "Kepalaku hanya pusing. Bagaimana keadaanmu?"

"Aku baik-baik saja," jawab Luciel. "Kau sendiri yang babak belur hingga pingsan selama 3 hari."

"Tiga hari?!!" seru Rheina. "Bagaimana dengan misinya? Apa Joker marah?"

"Semuanya aman terkendali," kata Luciel menenangkan. "Aku sudah melapor ke Joker tentang apa yang terjadi. Misi kita berhasil jadi kau tidak perlu cemas, Joker senang dengan hasilnya. Kita semua justru mengkhawatirkan dirimu."

"Aku? Kenapa?" tanya Rheina bingung.

"Yah..." Luciel menggaruk belakang kepalanya. "Meski kata Lily kau sudah terbiasa dengan racun, tapi tetap saja ada batasan untuk tubuhmu. Professor masih menganalisa kandungan obat yang kau minum. Selain Methanol, mereka kesulitan untuk mengidentifikasi apa lagi bahan yang mereka gunakan. Apakah membahayakan tubuhmu atau tidak. Mereka... aku sangat khawatir tubuhmu tidak bisa melawan."

"Kau... khawatir padaku?" tanya Rheina tak percaya. "Kenapa?"

"Tentu saja aku khawatir. Kita adalah partner kerja. Meski pun kau bilang kau bisa menjaga dirimu sendiri dan berjanji akan melindungiku, tetap saja aku tidak ingin kau membahayakan dirimu. Aku akan sedih jika sesuatu terjadi kepadamu," ucap Luciel. Detik berikutnya wajahnya langsung berubah merah. "A-ah... tentu saja Lily adn Joker akan membunuhku jika sesuatu terjadi padamu karena melindungiku."

Mau tak mau wajah Rheina ikut bersemu merah, "Te-terima kasih..." dia menatap Luciel sejenak. Seandainya aku dan dia bisa tetap berdua selamanya, bisik Rheina dalam hati.

"Luciel," Joker muncul di depan pintu dengan wajah dingin datar khasnya. Panggilan tersebut mengembalikan Rheina ke kenyataan.

"Ya? Apakah ada misi baru?" tanya Luciel patuh.

Joker mendekat, dia segera duduk di sebelah tempat tidur sambil mengusap lembut kepala Rheina. "Aku akan mengabulkan permintaanmu,"

"Permintaan yang mana?" tanay Luciel dengan mata berbinar-binar.

"Aku akan memberimu rumah dan peralatan keamanan yang kau minta sebagai hadiah atas keberhasilanmu," jawab Joker. "Tapi Vanderwood akan tetap datang untuk mengecek pekerjaanmu. Apa kau setuju?"

"Aku setuju!!" jawab Luciel cepat. "Terima kasih Joker."

"Selamat Luciel," Rheina memaksakan diri untuk tersenyum.

"Buatlah daftar alat yang kau butuhkan sesegera mungkin. Aku akan membelikannya nanti sore," perintah Joker.

"Aku akan buat sekarang!" seru Luciel bersemangat, "Sampai nanti Rheina."

Luciel segera keluar ruangan dengan cepat meninggalkan Rheina dan Joker di ruang perawatan. Rheina tetap diam sementara Joker membelai kepalanya dengan lembut sambil memeluknya dari belakang.

"Kau tahu aku sangat menyayangimu, kan?" tanya Joker.

"Tentu aku tahu kau sangat menyayangiku," jawab Rheina waspada. "Kenapa kau tiba-tiba bertanya seperti itu?"

"Aku hanya ingin tahu karena sepertinya akhir-akhir ini tingkahmu aneh," gumam Joker.

"Apa maksudmu?" tanya Rheina. "Jelaskan saja kecurigaanmu. Aku bersumpah aku tidak mengkhianatimu."

"Aku tahu kau tidak akan mengkhianatiku Rheina," kata Joker datar. "Tapi aku merasa kalau matamu mulai melihat sesuatu yang seharusnya tidak kau lihat. Tempatmu adalah disini bersamaku. Kau ingat, kan?"

Deg! Perkataan Joker seperti membuyarkan mimpi-mimpi yang beberapa menit lalu sempat terbesit di kepalanya. Sekarang dia paham kenapa tiba-tiba Joker mengabulkan permintaan Luciel untuk memberinya sebuah rumah. "Aku ingat,"

"Bagus," Joker tersenyum, "Sekarang istirahatlah. Setelah kau sembuh, aku sudah menyiapkan misi baru untukmu."

"Terima kasih," Rheina kembali merebahkan diri. Dia memilih untuk memunggungi Joker dan mulai memejamkan mata. Telinganya dia pasang, mendengar tiap langkah Joker keluar dari ruangan perawatan. Setelah dia menyadari dia hanya sendirian, air mata yang dia bendung akhirnya tumpah.

***

"Lily... apa aku boleh mengunjungi Luciel?" pinta Rheina.

Lily memutar kursinya menghadap Rheina, "Kenapa kau ingin mengunjunginya? Sekarang kau sedang ada misi Rheina," dia kembali berbalik menghadap komputer. "Subject sudah masuk ke gedung. Sepuluh menit lagi dia akan turun untuk makan malam. Saat itulah kau masuk dengan menyamar sebagai pramusaji."

Rheina menatap dirinya di cermin. Dia memakai baju pramusaji hitam pendek dengan celemek putih. Tiba-tiba dia teringat foto yang Luciel kirimkan kepadanya saat dia menyamar juga sebagai pramusaji. "Mirip," bisiknya lirih. Dia mengecek pistol mini dan dagger di kedua pahanya. Tentu kedua benda tersebut tidak dipakai tapi jika tidak ada dua benda ini, dia akan merasa ketakutan. Meskipun dia sudah membereskan musuh keluarganya, tapi rasa takut mereka akan kembali dan mengincarnya terus saja muncul. Orang-orang yang selama ini dia bunuh, siapa tahu akan bangkit dan membalaskan dendam kepadanya. Karena itu dia tidak boleh lengah sedetik pun.

"Kalau begitu boleh aku pergi keluar sebentar setelah urusan hari ini selesai?" tanya Rheina. "Aku janji tidak akan lama,"

Lily menghela nafas berat, dia berpaling menatap Rheina dengan tatapan kalah. "Baiklah, dua jam saja. Setelah itu segera kembali kesini. Aku bisa dimarahi Joker jika Vanderwood mengetahui kau pergi menemui Luciel."

Wajah Rheina berubah ceria, dia langsung memeluk Lily, "Aku mencintaimu lilyyyy!!!"

Rheina bekerja dengan cepat. Setelah itu dia meminjam mobil Lily pergi ke rumah Luciel. Selama perjalanan dia bersenandung dan memikirkan apa yang akan dia lakukan disana. Dia belum pernah mengunjungi rumah Luciel tapi kata Vanderwood, rumah itu seperti bunker pertahanan dengan pasword bahasa arab yang sering diganti oleh Luciel.

Sampai di rumah depan rumah Luciel, Rheina bisa dengan mudah menjawab pasword yang diberikan. Saat meliat ruang garasi dia melihat tiga mobil berjejer di garasi, warna ungu, merah dan kuning bercorak leopard.

"Sekarang dia punya cara baru untuk melarikan diri," gumam Rheina.

Sembunyi-sembunyi Rheina menyusup ke dalam ruangan melewati blindspot, berharap bisa mengagetkan Luciel. Tapi saat dia akan membuka pintu masuk, pintu tersebut terbuka dan Luciel berdiri menyambutnya.

"Lebih cepat lima menit dari perkiraanku," gumam Luciel.

"Apa maksudmu?" tanya Rheina sambil mengikuti Luciel masuk ke dalam ruangan. Benar-benar seperti bungker keamanan, gumam Rheina dalam hati.

"Lily memberitahuku kalau kau akan datang," jawab Luciel. "Beruntung aku bisa mengusir Vanderwood sebelum kau muncul,"

Rheina terkekeh, "Sebagai ucapan terima kasihku, aku akan memberimu hadiah,"

Luciel mengambil Dr.Pepper dari laci, "Hadiah?"

Rheina menerima Dr.Pepper dan meminumnya beberapa teguk, "Yup. Pertama-tama aku akan mendandanimu. Misi Make Over Luciel dimulai!!"

"Ma-make over?" Luciel terlihat bingung, dia melihat Rheina mulai sibuk di depan salah satu komputer yang tak dipakai dan mulai menarikan jemarinya di atas keyboard. "Apa maksudmu?"

Rheina berbalik menghadap Luciel sambil tersenyum senang, "Aku akan mengganti kacamata minus membosankanmu dengan kacamata minus baru, lalu headphone baru untuk headphone minimu. Jaket hitam lusuhmu dengan yang baru. Lalu kau harus merubah style rambutmu."

Otomatis Luciel memegang rambutnya, "Kenapa memangnya dengan rambutku?"

"Tsk tsk tsk," Rheina menggerakkan jari telunjuknya. "Aku sudah jauh-jauh datang kesini dan waktuku tidak banyak. Kau harus membuatku senang atau sebuah dagger melayang,"

Luciel mendesah, "Baiklah. Tapi sebagai gantinya, kau harus menuruti semua kata-kataku selama berada disini,"

"Bisa diterima," ucap Rheina senang.

"Nah... pertama, tutup matamu," perintah Luciel.

Wajah Rheina tiba-tiba berubah merah, "Ke-kenapa tutup mata? Kau tidak akan diam-diam menyiksaku kan?"

"Tidak akan," janji Luciel. "Sekarang tutup matamu atau kuusir kau pergi sekarang,"

Pipi Rheina langsung menggembung cemberut, "Ini namanya mengancam," tapi akhirnya dia menutup matanya rapat-rapat. "Jangan macam-macam kau Luciel. Aku membawa pistol dan daggerku,"

"Oh.. kalau begitu kau dilarang bergerak," suara Luciel terdengar jauh. "Diam dan jangan bicara apa pun,"

"Tsk.." Rheina ingin protes tapi karena Luciel menyuruhnya tidak boleh bicara dia hanya bisa menggerutu di dalam hati. Awas kau Luciel! Kalau aku bisa bergerak nanti, aku ak-!!

Tiba-tiba Rheina merasa Luciel mengalungkan sesuatu ke lehernya. Gugup! Rheina penasaran setengah mati apa yang Luciel berikan padanya tapi dia tidak boleh bergerak atau berbicara sekarang.

"Nah.. buka matamu," perintah Luciel.

Rheina takut-takut membuka matanya, secara otomatis dia menundukkan kepala memeriksa apa yang Luciel berikan tadi. Ternyata sebuah kaleng yang terbuat dari emas putih dengan liontin angka 606 kecil. Dia mengecek ada chip mini di belakang liontion tersebut.

"A apa ini?" tanya Rheina, dia bisa merasakan wajahnya memerah.

"Jimat keberuntungan," Luciel mengedip nakal.

Deg! Jantung Rheina berdegup kencang. Dia sebenarnya tahu apa yang dia rasakan tapi dia tidak berani mengakuinya. Sejak awal dia bertemu hingga sekarang. Perasaan di dalam hatinya tidak pernah berubah bahkan semakin kuat. Awalnya dia pikir ini hanya karena mereka merasa satu nasib dan karena Luciel seperti tidak benar-benar ingin berada di agensi. Karena itu dia ingin menunjukkan bahwa pekerjaan ini tidak akan cocok untuk Luciel. Berkali-kali Rheina membuktikan hal itu ke Luciel. Saat tahu bahwa Luciel melakukan pekerjaan kotor ini demi adik kembarnya, Rheina berubah menjadi empati, dia ingin melindungi orang ini. Membuat Luciel bisa hidup kembali bersama dengan adik kembarnya dan aman dari kejaran kedua orang tuanya yang gila. Tapi sekarang, setiap dia melihat Luciel, hatinya berdegup kencang, dia tidak ingin jauh dari Luciel. Dia cemas setengah amti jika Luciel berada dalam misi. Dia tidak ingin Luciel mati. Dia ingin Luciel hidup bahagia. Kini dia sadar kenapa dia sampai membahayakan nyawanya demi menyelamatkan Luciel saat misi terakhir mereka berdua. Perasaan yang selalu dia tolak karena ketakutannya kepada Joker. Aku mencintai Luciel! Teriak Rheina dalam hati.

***

h%w

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro