Part 6
Part 6
"Kau kelihatan tidak sehat," Luciel membantu Rheina duduk di atas atap fasilitas.
"Benarkah?" Rheina meraba-raba wajahnya sendiri. "Mungkin efek samping terapi hari ini. Susah juga berkonsentrasi dan berpura-pura kalau kau terkena pengaruh obat. Joker bisa marah kalau mereka sampai berhasil mengetahui isi kepalaku. Untunglah trainingku berguna." Dia memaksakan diri untuk tertawa.
"Kau ini aneh," gumam Luciel, dia menegadahkan kepalanya ke atas, menatap langit malam. "Kenapa juga kita harus ke atap malam-malam begini. Kau bisa melihatnya dari jendela kamarmu kan? Lagipula sekarang musim dingin. Fisikku bisa bertahan karena aku menyamar sebagai pegawai disini."
"Ini kan malam terakhir kita disini. Aku hanya ingin menikmatinya dengan santai," Rheina terkikik senang, "Kenapa kau jadi mengkhawatirkanku? Aku bisa jatuh cinta kepadamu kalau kau terus-terusan mengkhawatirkan aku."
Wajah Luciel langsung bersemu merah, "Ma-mana mungkin! Aku tidak mungkin jatuh cinta kepadamu. Kau tahu sendiri kita tidak boleh melibatkan emosi dan perasaan kita selama kita bekerja. Lagi pula, Joker bisa membunuhku jika aku macam-macam denganmu."
Rheina tertawa, "Sayang sekali. Padahal aku sedikit mengharapkannya. Ugh..." kepalanya tiba-tiba terasa sakit.
"Ayo, sebaiknya kau kembali ke kamar," Luciel langsung membopong Rheina dengan dua tangan.
Wajah Rheina bersemu merah, "A-apa yang kau lakukan? Turunkan aku,"
"Tidak mau," jawab Luciel sambil tersenyum licik. "Ha! Ha! Ha! Sekarang giliran aku balas menggodamu. Rasakan kau,"
"Aku tidak ak-Ukh!" kepala Rheina semakin terasa ditusuk-tusuk pisau. Dia menggenggam baju Luciel dengan erat.
"Kita ke Dokter Kim saja," kata Luciel panik.
"Ja...ngan..." Rheina berusaha berkonsentrasi pada rasa sakit di kepalanya, menekannya dengan sugesti, beberapa kali menarik nafas panjang. Rasa sakitnya perlahan-lahan menghilang. "Turunkan aku. Aku sudah tidak apa-apa,"
"Kau yakin?" tanya Luciel khawatir.
Rheina memaksa turun, dia memegang pundak Luciel untuk menjaga keseimbangan sejenak sebelum melepasnya. "Aku sudah baik-baik saja. Lagi pula, tujuan misi ini sudah hampir tercapai. Aku tidak ingin merusaknya karena tindakan konyolku. Jam berapa kita akan bergerak?"
"Main sistem akan restart jam tujuh pagi. Saat itu security system akan down selama 10 menit. Saat itulah kita bergerak," jelas Luciel.
"Oke," ucap Rheina. "Aku akan mengalihkan perhatian dan mengambil blueprint sementara kau menghack data mereka."
Luciel mengangguk. "Jangan membunuh," pesannya.
Rheina tersenyum menyeringai, "Akan kuusahakan,"
***
"Kenapa jadi seperti ini?" Rheina mencoba menganalisa apa yang terjadi. Dia dan Luciel berhasil menyusup ke sistem pertahanan dan awalnya semuanya berjalan dengan lancar. Tapi saat akan kabur, entah kenapa keamanan dari laboratorium sudah menghadang mereka. Rheina mengalihkan perhatian sementara Luciel keluar terlebih dahulu. Tapi sekarang justru dia terjebak, dia di hadang oleh lima orang bersenjata. Sebenarnya bisa saja dia membereskan mereka, tapi karena tubuhnya belum pulih dari efek obat, badannya tak bisa bergerak sesuai keinginan. Dia tertangkap dan dimasukan ke dalam ruang khusus. Dia hanya berharap Luciel sudah keluar dengan aman.
"Padahal aku sangat senang mendapat pasien sepertimu Rheina," gumam Dokter Kim. "Kenapa kau harus menjadi mata-mata. Kenapa tidak bekerja saja kepadaku?"
Rheina sekarang terikat di dinding, kedua tangannya dirantai di atas kepala sementara kaki kanan dan kiri di rantai terpisah. Dokter Kim melumpuhkannya dengan peluru bius dan sekarang tubuhnya terasa lemah.
"Aku tidak mau," ucap Rheina. "Kau tidak akan mendapat apa-apa dariku Dokter Kim, percuma saja kau menyiksaku. Buang-buang waktu. Kenapa kau tidak membunuhku saja sekalian,"
Dokter Kim tertawa, "Kau memang lebih memilih mati daripada memberiku informasi," dia mendekat dan membelai pipi Rheina. "Sayang jika gadis manis sepertimu harus mati. Bagaimana jika kita bekerja sama?"
Sekarang Rheina yang tertawa, " Kau lucu sekali Dokter Kim. Apa kau pikir aku akan mau bekerja sama denganmu? Semua temuanmu tidak ada yang berguna sama sekali. Untuk apa aku mau bekerjasama dengan ilmuwan bodoh sepertimu."
"Kau?!" Dokter Kim mengangkat tangannya untuk menampar pipi Rheina tapi tertahan di udara. Detik berikutnya dia memilih untuk menurunkan tangan tersebut sambil menghela nafas berat. Dia tersenyum menyeringai, "Kalau begitu kau akan mendapat kehormatan untuk mencoba temuan baruku."
Dokter Kim membuka laci lemari di dekat pintu. Sebuah koper aluminium mini diambil dari laci tersebut dan diletakkan di laci. Dari koper tersebut dia mengambil botol kecil berisi cairan berwarna biru transparan. Dengan kasar dia meminumkan cairan tersebut ke mulut Rheina.
Rheina terbatuk-batuk karena meminum cairan tersebut. Detik berikutnya dia mulai merasakan hawa panas mengaliri tubuhnya. Bersamaan dengan itu, kepalanya terasa sakit berdenyut-denyut dan pusing. Methanol! Dia berusaha mencuci otakku! Seru Rheina dalam hati.
Meskipun Rheina sudah dilatih sejak kecil agar kebal terhadap segala jenis obat-obatan, pengaruh tubuhnya yang lemah dan dosis methanol yang tinggi membuatnya kepalanya seperti berputar, pusing dan rasa sakit yang berdenyut-denyut. Mimpi buruk yang selalu menghantuinya setiap malam muncul di hadapan matanya.
"Kyaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!"
***
Luciel berhasil menemukan tempat bersembunyi di ruang pemanas. Setelah memastikan dirinya aman, dia mulai mengecek benda-benda yang berhasil dia bawa. Blueprint dan data-data lain aman di dalam tasnya. Dia hanya perlu menunggu hingga suasana sepi agar bisa menyusup keluar.
"Apa Rheina berhasil keluar?" dia mengecek radar khusus yang ada di jam tangannya. Terlihat titik berwarna hijau berada di suatu ruangan di laboratorium. "Dia tertangkap? Bagaimana ceritanya?"
Tapi dia tak punya banyak waktu untuk berpikir karena dia mulai mendengar beberapa orang memasuki ruang pemanas, dia langsung bersembunyi ke tempat yang lebih dalam dan lebih panas. Berharap para pengejar tidak akan mencarinya. Aku akan bersembunyi disini hingga mereka semua pergi, setelah itu aku akan menolong Rheina, janji Luciel dalam hati.
***
Tubuh Rheina akhirnya bisa beradaptasi dengan obat baru yang diminumkan paksa oleh Dokter Kim. Berkat didikan Joker selama bertahun-tahun, tubuhnya telah menciptakan sistem imun terhadap segala jenis racun.
Susah payah dia berhasil mengambil jepit rambut kawat di rambutnya, dengan hati-hati membuka borgol di kedua tangannya setelah itu kaki. Beruntung saat ini adalah tengah malam dan tidak ada orang yang menjaganya. Dia mengecek sekeliling.
"Sepertinya aman," gumam Rheina. Dia menyelinap keluar dan bersembunyi di gudang peralatan kebersihan untuk sementara. Meskipun tubuhnya bisa beradaptasi, tapi rasa sakit di kepalanya tak juga mereda akibat dia tidak meminum obatnya. "Berapa hari aku dikurung sebenarnya,"
Rheina mengecek tanggal di jam tangannya, "Tiga hari?! Oh iya Luciel! Dimana dia?" dia mengecek radar khusus di jam tangannya. "Ruang pemanas? Jangan-jangan!!"
Tanpa pikir panjang Rheina langsung menuju ruang pemanas yang berada di lantai dasar. Ada beberapa penjaga yang berpatroli, dengan cepat Rheina membereskan mereka, tak lupa dia melucuti senjata mereka. Jika dugaannya benar, saat ini Luciel pasti bersembunyi disana untuk menghindari para pengejar. Masalahnya adalah sudah berapa lama dia disana. Rheina harus cepat atau Luciel dalam bahaya.
"Kau tidak boleh mati Luciel, kau harus hidup," gumam Rheina. "Tidak akan kubiarkan kau mati."
Dia membereskan para penjaga tanpa ampun, tak membiarkan mereka berteriak atau mencari pertolongan. Tubuhnya terasa lemah dan kepalanya semakin berdenyut-denyut. Aku mohon sampai aku bisa membawa Luciel keluar dari sini, doa Rheina dalam hati.
Setelah membereskan penjaga di ruang pemanas, dia mencari dimana Luciel bersembunyi.
"Luciel?!!!" Rheina menemukan Luciel bersembunyi di sudut dalam dekat pemanas ruangan, bibirnya sudah pecah-pecah dan kondisi tubuhnya lemah meskipun dia masih terjaga.
"Rhei..na... tubuhmu... mandi darah..." bisik Luciel lirih.
"Kita harus pergi dari sini," Rheina membantu Luciel berdiri. Dia tidak bisa membopongnya karena itu dia hanya bisa menggelayutkan lengan kanan Luciel dan sedikit menggeret tubuh Luciel. "Satu hal. Aku minta kau tutup matamu sampai aku ijinkan kau membuka mata.
"Kenapa?" tanya Luciel tak mengerti.
"Aku mohon kau turuti saja perintahku," pinta Rheina.
"Baiklah," meskipun bingung, Luciel menuruti permintaan Rheina untuk menutup mata.
Sedikit banyak akhirnya Luciel paham apa maksud Rheina memintanya menutup mata. Sepanjang perjalanan yang mereka lewati tercium bau amis darah dan sedikit bau bekas tembakan. Rheina telah membantai seisi bangunan.
Keluar dari bangunan, mereka segera bersembunyi ke hutan di dekat gedung untuk sementara waktu hingga Lily datang menjemput mereka.
"Apa aku sudah boleh membuka mataku?" tanya Luciel.
"Oh! Maaf aku lupa," seru Rheina. "Sekarang sudah boleh. Lily akan datang setengah jam lagi. Kau baik-baik saja?"
"Selain dehidrasi sepertinya aku baik-baik saja," jawab Luciel. "Kau sendiri? Dari tadi kau memegangi kepalamu. Apa yang terjadi?"
"Maaf... aku hanya tidak meminum obatku karena Dokter Kim berhasil menangkapku dan memaksaku meminum obat baru mereka," jelas Rheina. "Aku tidak apa-apa... ugh..."
"Rheina!!!"
Rheina bisa mendengar Luciel berteriak memanggilnya, tapi pandangan matanya berubah gelap dan suara Luciel semakin menjauh.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro