Part 27
Part 27
Rheina menatap kolam di hadapannya. Ada beberapa bebek yang berenang dengan riang. Di satu sudut dia melihat induk angsa sedang berenang dengan anaknya. Siang yang cerah bagi para burung tersebut untuk menikmati matahari dan mencari makan tanpa merasa takut akan ada predator yang memakan mereka.
"Bagaimana keadaanmu?" tiba-tiba seseorang duduk di sebelah Rheina.
Rheina melihat ke samping, orang ini masih sama dengan terakhir Rheina melihatnya. Senyuman di wajah orang tersebut memberikan ketenangan bagi Rheina, tapi jika dia melihat rambut beruban orang tersebut, Rheina tahu bahwa orang ini sudah tua dan sebentar lagi pemerintahannya akan berakhir.
"Saya sudah lebih baik, terima kasih presiden," ucap Rheina sopan.
Dia teringat saat tim A menemukan dirinya. Menurut Lily, dia pingsan karena kehilangan banyak darah dan rasa shock atas kematian Joker. Perlu waktu satu minggu untuk membuatnya pulih secara fisik tapi kondisi mentalnya sedikit terganggu. Tidak ada orang yang diijinkan untuk menemuinya bahkan Lily sekalipun. Rheina menolak untuk bertemu siapa pun. Tapi dia terpaksa menerima kunjungan dari Presiden dan saat itulah, dia menangis di pelukan presiden seperti anak kecil.
Setelah keluar dari rumah sakit, Lily dan Rheina diperintahkan untuk menemui presiden untuk memberikan laporan tentang misi mereka. Lily meminta ijin agar dia saja yang memberi laporan dan membiarkan Rheina menunggu diluar.
Karena itu Rheina menunggu di kursi taman yang menghadap ke kolam bebek, merenungkan apa yang terjadi hingga Presiden datang menemuinya.
"Apa benar kau ingin mengajukan pensiun?" tanya Presiden lembut.
"Benar Presiden," jawab Rheina. "Saya mungkin mulai merasa lelah dan kehilangan semangat saya untuk tetap bekerja dibawah perintah Presiden. Saya..." Rheina tidak menemukan kata-kata yang tepat sehingga dia tidak meneruskan perkataannya.
Presiden mengusap kepala Rheina dengan lembut, "Aku mengerti. Lily sudah menceritakan semuanya kepadaku," ucapnya sambil tersenyum.
"Maafkan saya..." Hanya ucapan itu yang keluar dari mulut Rheina.
"Lebih baik kau jalan-jalan ke central park, aku dengar akan ada pertunjukan kembang api disana nanti malam," kata Presiden sambil berdiri. "Aku akan membereskan pekerjaanku dan menyiapkan berkas putih untukmu dan Lily, jadi bersenang-senanglah sekarang."
Rheina mengangguk sambil tersenyum, "Terima kasih Presiden,"
Rheina keluar dari area white house lewat jalur rahasia. Keberadaannya saja sudah merupakan rahasia dan tidak boleh diketahui oleh orang lain. Karena itu dia harus tidak terlihat sampai berada di tempat umum.
Rheina menghela nafas panjang saat dirinya sudah berada dijalanan umum, "Hah... rasanya menyenangkan jika menjadi warga biasa," keluhnya lirih.
Jalanan kota New York terlihat sibuk seperti biasanya, Rheina melihat para pejalan kaki sibuk dengan handphone mereka. Dia sendiri melangkahkan kaki menuju central park dengan santai. Mencari bangku taman kosong agar bisa menikmati pemandangan taman hingga malam hari.
"Setelah ini apa yang harus aku lakukan..." bisik Rheina lirih.
***
Rheina tak ingat sejak kapan dia tertidur. Saat bangun suasana taman sudah gelap dan ada seseorang yang menyelimutinya dengan sebuah selimut abu-abu.
"Siapa?" Rheina mencari sekeliling tapi tidak terlihat orang yang dia kenal. Orang-orang juga terlihat cuek dan sibuk dengan acara mereka masing-masing. Mereka sibuk berpesta dan menggelar karpet karena malam ini ada acara pesta kembang api.
Saat melihat ke kirinya, saat itulah pandangan Rheina tertuju pada laki-laki berambut merah berkacamata fancy yang menggenakan kemeja hitam dan celana jins gelap. Terlihat laki-laki tersebut sedang berkonsentrasi membawa dua buah minuman panas di tangan kanan dan donat di tangan kiri.
Pandangan mereka bertemu, laki-laki tersebut tersenyum lebar dan tetap berkonsentrasi pada kedua tangannya. Agar minumannya tidak tumpah.
"Ambil satu minuman dan satu donat," perintah laki-laki tersebut saat sudah duduk di sebelah Rheina.
Rheina menurut tapi pandangannya masih menatap tak percaya ke lelaki yang sekarang duduk di sebelahnya. Laki-laki tersebut menyadari kalau dia masih dipandangi oleh Rheina.
"Ada remah gula di wajahku?" tanya Luciel heran sambil meraba pipinya.
Rheina menggeleng. "Kenapa?" hanya itu yang ingin dia tanyakan.
"Oh... aku tadi makan satu donat disana karena penjualnya memberiku bonus. Menjagamu itu membuat perutku keroncongan. Aku tidak tahu kalau kau juga bisa tidur dimana saja dengan mudahnya," jawab Luciel santai.
Rheina menggeleng keras, "Kenapa kau bisa ada disini? Apa yang kau lakukan disini?"
Luciel memasang wajah bingung, "Tentu saja menjagamu yang tertidur sembarangan di taman. Memangnya apa lagi?"
Rheina menatap kesal. "Bukan itu! Untuk apa kau disini?! Bukankah kau sudah bahagia dengan Yungjie?! Kenapa kau ada disini?!"
Wajah Luciel berubah serius, "Apa aku tidak boleh menemuimu sekarang? Aku sudah tahu semuanya. Kaulah yang menjaga kami saat aku dan Vanderwood melarikan diri. Kaulah yang membereskan para Foxtrot saat mereka berniat menghancurkan gedung Magenta. Apa aku tidak boleh menemuimu dan berterima kasih?" dia menatap wajah Rheina.
Rheina tak tahu apa yang harus dia katakan. Matanya terasa panas dan yakin sebentar lagi dia akan menangis, "Kenapa kau lakukan ini kepadaku? Kenapa kau tidak membiarkan diriku melupakanmu? Kenapa kau selalu muncul ketika aku sudah ingin menyerah?"
Luciel tersenyum, "Tentu aku akan selalu muncul. Bukankah kau sudah berjanji akan menjagaku dan Saeran? Apa kau ingin melanggar janjimu?"
Rheina tak menjawab, dia lebih memilih untuk menundukan kepala. Dia sangat yakin jika dia tetap menatap wajah Luciel, rasa cintanya akan kembali berbunga dan dia akan menangis. Dia tidak boleh merebut Luciel dari Yungjie.
Luciel mengusap kepala Rheina dengan lembut, "Hei.... aku sudah jauh-jauh datang ke New York untuk menemuimu. Apa kau tidak ingin memeluk dan mengatakan betapa kau sangat merindukan diriku?"
"Untuk apa aku melakukan itu kepada kekasih orang lain?" ucap Rheina lirih. "Kau sudah bersama Yungjie. Kenapa kau malah justru datang kesini?"
"Apa aku belum mengatakan kepadamu kalau aku dan Yungjie sudah tidak menjadi kekasih?" tanya Luciel polos.
"Apa?!" Rheina menegakkan kepala menatap Luciel saking terkejutnya. "Ke-kenapa? Apa yang terjadi?"
Luciel menggaruk belakang kepalanya, "Bagaimana ya menceritakannya? Mungkin karena saat aku melihat GPS di kalungmu bergerak ke kota bawah tanah, lalu aku panik dan berniat langsung menyusulmu. Yungjie berusaha menahanku dan memintaku untuk tinggal bahagia bersamanya tapi aku malah menolaknya. Dan saat aku kembali, Yungjie menamparku dan mengatakan kalau aku ini lelaki bodoh karena sudah meninggalkanmu hanya karena Joker menentang hubungan kita. Saeran tidak membantuku sama sekali dan bahkan ikut memarahiku,"
"Yungjie menamparmu?" tanya Rheina tak percaya.
"Dia menceramahiku seharian penuh dan mengatakan kalau dia tidak akan memaafkanku kalau sampai sesuatu terjadi kepadamu. Dan dia mengatakan aku bodoh," Luciel menghela nafas panjang, "Aku ini seorang genius tapi dia mengatakan aku ini bodoh selama seharian. Bahkan Saeran juga ikut mengatakan kalau aku ini kakak yang bodoh," dia menutupi wajahnya dengan kedua tangan. "Harga diriku hancur,"
"Pfft..." mau tak mau Rheina tertawa lirih mendengar cerita Luciel, "Kau memang bodoh," ucapnya.
"Kau bahkan mengatakan kalau aku ini bodoh," ucap Luciel pura-pura terluka. "Harga diriku hancur sudah. Hu hu hu hu..."
Rheina menatap Luciel sesaat, "Katakan yang sebenarnya. Apa yang kau lakukan disini? Kenapa kau ada disini? Untuk apa kau kembali?"
Luciel menatap Rheina dengan pandangan serius, "Aku memang bodoh Rheina. Aku sangat mencintaimu tapi aku membiarkan kelemahanku mengambil alih. Bahkan aku tak berdaya saat kau mengusirku. Saat itu aku pikir kita memang tidak ditakdirkan untuk bersama. Tapi... bahkan setelah Yungjie muncul, aku tidak bisa melepaskan pandanganku dari layar monitor dimana aku bisa mengecek keberadaanmu lewat GPS dari kalung yang pernah kuberikan untukmu. Setiap aku bekerja, aku pasti akan memandangi layar itu. Yungjie pernah memaksaku untuk mengatakan apa maksud dari layar monitor itu tapi aku hanya bisa menjawab bahwa GPS yang aku lacak adalah milik seorang teman. Hanya itu yang bisa aku ucapkan."
Rheina mengingat kembali saat Yungjie tiba-tiba muncul untuk menemuinya. "Jadi kau ditinggalkan Yungjie?"
Luciel tertawa, "Secara kasarnya ia. Tapi kalau secara halus, dia memang sempat menahanku dan membuatku harus memilih antara dirinya dan kau. Saat itu aku sempat bingung dan tidak tahu mana yang harus aku pilih. Aku sama-sama menyayangi kalian berdua. Aku tidak tahu apakah aku bisa memilih salah satu dari kalian."
"Lalu?" tanya Rheina penasaran.
"Lalu tiba-tiba saja Yungjie menamparku dan memarahiku. Mengatakan aku bodoh karena sebenarnya aku sudah memiliki jawabannya. Dia menarikku ke meja kerja dan menunjukkan layar monitor yang berisi GPSmu. 'Sejak dulu kau selalu melihat ke layar ini dan kau masih bertanya tidak bisa memilihku atau Rheina? Kau bodoh Saeyoung!' begitu katanya,"
Kali ini giliran Rheina yang tertawa, "Jadi begitu ceritanya. Jadi itu maksud kenapa dia tiba-tiba menemuiku. Jadi begitu..."
Luciel ikut tertawa, "Benar... jadi begitulah ceritanya..." dia mengusap kepala Rheina sebentar sebelum menarik tubuhnya agar bisa memeluknya dengan erat. "Jadi sudah jelas kan kenapa aku ada disini?"
Rheina bisa merasakan wangi tubuh Luciel, dia bisa merasakan detak jantung Luciel yang berdegup kencang. Dia bisa merasakan hawa panas di tubuh Luciel. Dia sekarang berada di dalam pelukan Luciel. Kesadaran tersebut membuat air matanya mengalir deras. Dia tidak bermimpi. Luciel yang sekarang memeluknya adalah nyata.
"Maaf karena aku terlambat menyadari perasaanku sendiri," bisik Luciel lembut. "Maafkan aku Rheina... maafkan aku..."
Rheina hanya bisa menggeleng lirih, dia tidak bisa menghentikkan air matanya bahkan saat Luciel menarik wajahnya agar mereka saling menatap. Dari kejauhan mereka bisa mendengar suara kembang api meledak di atas langit Central Park.
"Aku mencintaimu Rheina... aku sangat mencintaimu..." ucap Luciel lirih sebelum dia mengecup lembut bibir Rheina.
Aku juga sangat mencintaimu Luciel. Sangat... sangat... sangat mencintaimu... ucap Rheina dalam hati.
---The End---
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro