Part 26
Part 26
Rheina menatap jam tangan, satu menit sebelum dirinya masuk dan bergabung dengan tim A. Tugas mereka adalah menyusup ke gedung utama di kota bawah tanah tempat Joker bersembunyi. Agent lain bertugas membersihkan jalan karena yang bertugas membereskan Joker adalah Rheina. Semua orang tahu, hanya Rheina yang bisa mengalahkan Joker.
Dia bergerak sendiri seperti yang sudah biasa dia lakukan di setiap misi. Dia mendengarkan agent lain lewat earphone. "Rheina!" Charlie memanggil dari earphone.
Sekarang! Rheina masuk ke dalam gedung. Seluruh jalan masuk sudah bebas. Dia menyusup dengan gesit, menghindari lift dan lebih memilih naik melewati tangga. Dia berjalan cempat sebari mengendap-endap. Meskipun sepertinya aman, tidak ada yang tahu pasti. Apalagi jika Joker mengirim pulang seluruh assasinnya. Yang ada akan ada pertumpahan darah dari kedua pihak.
Tebakan Rheina terbukti. Bau amis darah mulai tercium dari tangga di hadapannya. Rheina berjalan lirih agar tidak menginjak darah yang berceceran. Berantakan dan terkesan brutal. Gaya membunuh ini hanya ada beberapa orang dan Rheina tahu dia pasti sedang menunggu di atas sana.
Terdengar senandung merdu dari tangga atas, Rheina mengintip. Musuh yang tidak pernah ingin dia temui seumur hidup. Flower! Gadis ramping dengan rambut hitam bob. Mata cokelatnya memancarkan hawa kebencian dan membunuh karena trauma masa lalu pada setiap orang. Mesin pembunuh yang sulit dikendalikan.
"Aku tahu kau ada di bawah sana Rheina. Keluarlah," ucap Flower tiba-tiba. "Aku bosan menunggumu datang karena itu kubunuh mereka semua."
Tidak ada waktu untuk bermain petak umpet sekarang, pikir Rheina. Dia berjalan tenang menaiki tangga dan di ujung tangga di hadapannya, Flower masih duduk santai di atas salah satu mayat agent sambil bermain-main dengan daggernya.
"Kau kemana saja? Joker mencarimu tapi tidak bisa. Dia marah-marah dan menyuruhku pulang untuk memberimu pelajaran," ucap Flower dengan nada mengejek.
"Aku sudah bosan menjadi boneka Joker, aku ingin hidupku sendiri," ucap Rheina mantap. Matanya sibuk menganalisis area mereka dan kemungkinan senjata yang tersembunyi. "Bukankah kau seharusnya senang karena posisiku diberikan kepadamu?"
Flower tertawa mengejek, "Dan aku mendapatkan kehormatan untuk menghabisimu disini sekarang." Dia mulai berdiri, otomatis Rheina mundur selangkah memasang kuda-kuda. "Ayo kita bermain Rheina!!!" Flower menyerang.
Flower langsung maju dengan dagger di tangan kanan. Rheina juga mengeluarkan daggernya. Hal ini membuatnya teringat saat dia dan Flower berlatih bertarung di arena latihan. Mereka berusaha saling menusuk tapi Rheina selalu berhasil menangkis. Flower selalu memasang wajah putus asa agar bisa melukai tubuhnya. Saat ini pun mereka melakukan hal yang sama. Flower tetap berusaha menusuk dirinya tapi kali ini, wajah Flower memancarkan aura kegilaan dan napsu membunuh.
"Aku sangat membencimu! Kenapa Joker memilihmu! Kenapa hah!!" Flower berteriak sambil terus melancarkan serangan dengan dagger dan tinju kosongnya.
Rheina tetap diam dan berkonsentrasi untuk menangkis dan mencari titik lemah. Bertarung di area sempit dan tangga yang berlumuran darah tidak akan membuat keuntungan jika dia berbuat kesalahan. Lantai juga licin karena darah mulai mengalir membasahi area tersebut. Aku harus cepat! Gerutu Rheina dalam hati.
"Bahkan setelah kau berkhianat, dia masih mencarimu! Dasar kau pengkhianat!" Flower berusaha meninju tapi Rheina mengambil kesempatan tersebut untuk menarik tangannya dan menancapkan dagger ke jantung Flower.
"Aku memang pengkhianat sejak awal Flower," bisik Rheina. Dia menarik dagger dari tubuh Flower yang sudah tak bernyawa. Seragam hitamnya terciprat sedikit darah tapi dia tidak peduli. Dia terus naik ke atas, dua lantai lagi agar bisa sampai ke tempat Joker.
Saat sampai, Rheina mengecek pintu masuk menuju ke dalam ruangan. Kosong. Dari lift tidak terlihat ada yang berusaha naik atau turun. Saat dia mengecek jalur menuju kantor Joker, terlihat kosong dan sepi. Jebakan kah? Hanya itu yang terlintas.
Rheina berjalan mengendap-endap menuju kantor Joker. Dia tidak tahu siapa lagi yang akan dikirim Joker untuk membunuhnya. Foxtrot dan Flower sudah dibereskan. Hanya ada beberapa assasin tersisa yang kemampuannya hampir menyamai Rheina. Selain itu mereka hanya pembunuh kelas teri. Sambil terus berpikir, Rheina sudah sampai ke depan pintu kantor Joker. Dia mengintip ke dalam. Dia hanya melihat satu laki-laki sedang duduk santai di ruang kerja sambil meminum segelas wine. Joker.
Apa yang dia lakukan? Apa dia menungguku? Rheina berpikir di dalam hati. Tidak ada waktu untuk main-main. Tapi bagaimana jika ini jebakan? Joker tidak akan mungkin membiarkan dirinya yang sedang dikepung menunggu tanpa ada penjagaan.
Sebuah memori menghantam Rheina. Dia ingat apa yang dikatakan Joker kepadanya. Waktu itu dia baru sembuh dan datang melapor sekaligus meminta maaf karena membiarkan anak laki-laki yang seharusnya mati tapi dibiarkannya hidup.
'Jika kau sampai benar-benar mengkhianatiku Rheina, akulah yang akan membunuhmu dengan tanganku sendiri. Setelah itu aku akan membunuh orang-orang yang menyayangimu. Termasuk Luciel dan Lily yang sangat kau sayangi'
Sekarang semuanya jelas, Joker memang menunggunya. Tidak ada waktu untuk bermain-main. Ini memang misi yang harus dia lakukan sendirian. Rheina membuka pintu perlahan. Dia masuk dengan santai. Di hadapannya, terlihat duduk dengan santai sambil meminum wine. Joker tersenyum ramah melihatnya.
"Kau lama sekali Rheina," sapa Joker. "Aku sudah lama menunggumu. Kenapa kau baru datang? Padahal aku sangat merindukanmu,"
"Merindukanku?" tanya Rheina dengan nada mengejek. "Merindukanku tapi kau mengirim Shadow untuk melukaiku dan membuatku harus berhadapan dengan Foxtrot. Apa itu yang namanya merindukanku?"
Joker tertawa, "Bukankah Shadow sudah mengatakannya kepadamu bahwa kau harus pulang tapi kau tidak menurut. Karena itu aku mengirim mereka semua untuk membereskan semua yang menganggumu. Kesalahanku karena hanya mengirim Foxtrot, kemampuan mereka jauh dibawahmu,"
Rheina merasakan kebencinan terkumpul di hatinya. Dia memang sudah mengetahui sejak awal bahwa dia hanyalah alat. Joker tidak pernah menganggapnya spesial. Joker menganggap dia seperti yang lain, tapi Rheina menutup mata. Rheina merasa terikat karena Jokerlah yang menyelamatkannya, Joker yang membesarkan dia, Joker yang melatihnya. Seluruh perhatian itu membuat Rheina buta siapa sebenarnya Joker. Bagi Joker, Rheina hanyalah boneka yang akan melakukan apa saja untuk menyenangkan masternya. Rheina terikat oleh ikatan yang dia buat sendiri. Inilah yang menghancurkan hubungannya dengan Luciel. Inilah yang membuatnya menolak ajakan Sei untuk hidup normal. Dia sendiri yang menarik diri. Dia sendiri yang merantai tubuhnya dan memberikan kendali serta kunci rantai tersebut ke Joker.
Tanpa Rheina sadari, tiba-tiba Joker sudah berada di hadapannya dengan sebuah pistol mengarah ke kepalanya. Dengan gesit Rheina menghindar sebelum peluru tersebut melubangi dahinya. Joker menggunakan kesempatan tersebut untuk menendang pinggang Rheina dengan keras. Rheina terpelanting membentur tembok dengan keras.
"Kau terlalu banyak berpikir Rheina," Joker kembali menembak tapi Rheina berhasil berguling dan bersembunyi di balik meja.
"Sial... aku benar-benar tidak bisa mengendalikan otakku," bisik Rheina. Pinggang kanannya terasa nyeri karena tendangan Joker.
"Keluarlah Rheina," Joker mulai menembaki meja tersebut secara bertubi-tubi untuk membuat Rheina keluar. "Apa yang kau lakukan dengan bersembunyi? Ini bukan cara bertarungmu yang biasanya."
"Tsk..." Rheina tidak bisa bergerak karena Joker menembak tanpa jeda dan cepat. Salah prediksi tubuhnya sendiri akan tertembak. Dia harus menunggu Joker kehabisan peluru. Dia mengintip dari lubang. Pistol yang dibawa Joker berisi sepuluh peluru. Dia sudah menembak sebanyak dua kali di awal dan lima kali saat Rheina bersembunyi. Tiga kali lagi sebelum Rheina bisa keluar dari tempat persembunyian.
Tiga... dua.. Rheina menghitung di dalam hati sisa peluru yang di tembak. Satu! Rheina segera keluar dari balik meja dengan cepat.
"Ahk!!"
Rheina terdorong ke belakang karena Joker berhasil menembak lengan kirinya. Hitungan Rheina meleset. Setelah tembakan ke sepuluh, Joker dengan cepat mengambil pistol yang lain dan menunggu Rheina keluar dari balik meja.
"Rheina... Rheina... Rheina..." panggil Joker dengan nada mengejek sambil berjalan mendekat, "Aku yang melatihmu sejak kecil. Aku yang mengajarkanmu cara bertarung. Aku tahu bagaimana otakmu bekerja saat membunuh. Apa kau pikir aku tidak tahu apa yang kau pikirkan saat kau bersembunyi di balik meja dan menghitung berapa kali aku menembak agar kau bisa keluar dari persembunyian sebelum balik menyerangku?"
"Kyaaaa!!!" Joker menginjak lengan Rheina yang tertembak dengan sengaja. Rheina menatap dengan penuh kebencian.
"Ah... aku suka matamu saat ini Rheina," ucap Joker. "Penuh rasa sakit dan kebencian. Sungguh disayangkan jika harus membunuhmu langsung. Aku ingin menikmati setiap teriakan rasa sakit dan putus asamu. Aku penasaran dengan siapa yang akan kau panggil saat kau sudah berada di ambang kewarasanmu,"
"Ahk!!"
Joker menembak kaki kanan dan kiri Rheina sehingga membuatnya tak bisa bergerak. Darah mengalir segar ke lantai. Dengan santai Joker mengambil dagger, pistol mini dan kotak racun milik Rheina.
"Kau berniat membunuhku tapi lihat," Joker memperlihatkan pistol mini dan kotak racun yang baru saja dirampasnya, "Kau membiarkan aku mengambil semua senjatamu dengan mudah.
Apa aku akan mati disini? Pikir Rheina. Apa aku akan mati dan membiarkan Joker membantai Lily dan Luciel?
Rheina melihat Joker membuka kotak racun dan membuang semua jarum ke lantai.
"Senjata ini selalu menjadi favoritmu sejak dulu," ejek Joker sambil menginjak-injak jarum tersebut hingga patah. "Kau tidak akan membutuhkan mereka lagi Rheina. Semua sudah berakhir,"
Rheina bisa merasakan air matanya mengalir. Apakah benar semuanya sudah berakhir? Apa aku akan mati disini?
'Rheina!! Kau tidak boleh mati!!'
Luciel berteriak lewat earphone. Rheina terkejut dan tak bisa berpikir. Apa tadi benar-benar Luciel atau hanya imajinasinya saja karena berharap Luciel akan muncul.
'Rheina!! Kau tidak boleh mati!! Kau sudah janji kepadaku untuk terus melindungi kan?! Kalau kau mati siapa yang akan melindungiku dan Saeran?!'
Benar-benar suara Luciel. Dia tidak bermimpi. Dia benar-benar mendengar suara Luciel. Dia ingat kalau dia berjanji kepada Luciel untuk melindunginya dan Saeran. Dia tidak boleh mati.
Rheina memperhatikan keadaan sekitar dengan cepat. Tubuhnya tidak bisa bergerak dengan mudah tapi jika memaksakan diri dia bisa menarik tubuhnya maju. Satu tangannya masih bisa digerakkan tapi seluruh senjatanya sudah dilucuti habis. Apa yang bisa dia lakukan untuk membunuh Joker?
"Kau terlihat manis dengan semua luka dan darah itu Rheina," ucap Joker kembali mendekat. Dia membawa pistol silver Rheina yang berisi peluru kejut listrik dan menembak lengan kiri Rheina.
"Kyaaaaa!!!!" Rheina langsung merasa seluruh tubuhnya digigit seribu semut secara bersamaan. Tubuhnya berguling cepat karena efek kejut di seluruh tubuhnya.
Joker tertawa melihat Rheina, "Teriakanmu sangat manis Rheina. Aku ingin mendengarnya lagi. Hahahahaha!!!"
Rheina berhasil mengatasi rasa kejut listrik dengan susah payah. Detak jantungnya berdegup sangat cepat. Dia tak tahu berapa lama jantungnya bisa bertahan jika terus ditembaki peluru listrik tersebut. Dia kembali melihat ke hadapannya dan disana, hanya berjarak sepuluh senti dari tubuhnya, jarum racun yang sudah terbelah menjadi dua tergeletak.
Ini kesempatanku. Rheina harus cepat mengambil jarum tersebut sebelum Joker kembali menghampirinya. Dia hanya punya satu kali kesempatan. Tubuhnya yang membelakangi Joker memberinya keuntungan karena tangan kanannya yang tertindih menjadi lebih mudah bergerak karena terhalang oleh punggungnya.
"Aku ingin mendengar teriakan itu lagi Rheina," Joker mendekat perlahan. Kali ini dia membuat kesalahan dengan berdiri tepat di belakang punggung Rheina.
Dengan cepat Rheina menusuk kaki Joker dengan jarum racun yang berhasil dia ambil. Kejadiannya begitu cepat sehingga Joker hanya bisa memasang wajah terkejut sebelum tubuhnya ambruk.
Berkat latihannya dengan Rheina saling meracuni satu sama lain, Joker belum sepenuhnya mati tapi tubuhnya tak bisa bergerak.
"Ka-kau pintar sekali..." Joker berusaha tertawa lirih.
Rheina berhasil bangkit dan duduk. Tangan kanannya dia paksa untuk mengambil jarum-jarum racun yang lain dan menancapkannya ke leher Joker.
"Aku berhasil membunuhmu..." bisik Rheina. Dia melihat tubuh Joker melemah kepalanya terjatuh ke pangkuan Rheina.
Joker menggunakan sisa tenaganya untuk mengangkat tangan kanannya dan membelai pipi Rheina. "Benar... kau berhasil membunuhku..."
Rheina bisa merasakan air matanya mengalir dan membasahi wajah Joker. Meskipun dia membiarkan Joker memanfaatkan dirinya, dia tetap merasa Joker adalah penyelamat hidupnya. "Maafkan aku..."
Joker berusaha tersenyum, "Anak... pin...ta..." tangan kanannya terkulai lemah.
Tangis Rheina meledak, dia menangis dengan keras sambil memeluk Joker dengan erat. Orang yang sangat dia sayangi dan benci sudah tidak ada lagi bersamanya. Seluruh kenangan indah saat dia kecil terulang kembali di kepalanya seiring dengan suara tangisannya yang tak kunjung reda.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro