Part 25
Part 25
Rheina bisa melihat raut wajah lega terpampang jelas di wajah Yungjie. Memangnya dia tidak sadar siapa aku sebenarnya? Kenapa justru merasa lega? Pikirnya.
"Aku Yungjie Kim yang meneleponmu saat tengah malam," Yungjie kembali memperkenalkan dirinya. "Senang sekali bisa melihatmu langsung Rheina,"
Rheina tersenyum mengejek. "Kau terlihat lega. Apa kau yakin kalau aku ini adalah Rheina? Bagaimana jika aku sebenarnya adalah orang lain dan Rheina asli sedang mengawasimu di suatu tempat?"
Yungjie tidak terlihat takut sama sekali, "Aku tidak akan tahu hal itu. Tapi aku sangat yakin kalau yang ada dihadapanku adalah Rheina yang asli. Kau seperti yang digambarkan Saeyoung."
Kali ini Rheina yang terkejut, "Luci- Saeyoung menceritakan tentang diriku?"
Yungjie tersenyum meminta maaf, "Mungkin lebih tepat jika dibilang aku yang memaksanya untuk menceritakannya tentang dirimu."
Rheina semakin terkejut dan heran, "Bagaimana? Kenapa?"
"Hmmm..." Yungjie sedikit menengadah ke atas menatap langit-langit seraya berpikir sebelum kembali menatap Rheina. "Karena aku penasaran tentangmu? Mungkin lebih tepatnya aku penasaran pada satu layar komputer yang selalu menyala di meja kerja Saeyoung."
Rheina tetap tidak mengerti, "Lanjutkan,"
"Di meja kerja Saeyoung ada beberapa layar komputer yang selalu menyala. Ada sekitar enam aku menghitung," jelas Yungjie. "Tapi dari semua layar, hanya lima layar saja yang selalu dia gunakan. Satu layar tetap dibiarkan saja. Dan di layar tersebut hanya menampilkan semacam peta dan satu titik merah yang berkedip. Saat aku bertanya apa itu, dia tidak pernah menjawab dan selalu berhasil mengalihkan topik pembicaraan,"
Rheina tahu apa arti titik merah tersebut. Itu pasti sinyal GPS seseorang. Tapi Rheina tetap diam dan mendengarkan.
"Akhirnya aku berhasil membuat dia membuka mulut. Dia tidak bercerita banyak kok," Yungjie cepat-cepat mengoreksi karena melihat raut wajah Rheina yang berubah kaku. "Dia hanya mengatakan kalau layar tersebut untuk mengecek keadaan temannya. Temannya itu suka menghilang dan selalu membuatnya khawatir. Karena itu dia pernah menghadiahkan sebuah kalung dengan GPS untuk mengetahui dimana keberadaan dia. Dia hanya menyebut namamu saja tapi tidak menceritakan apa-apa. Aku diam-diam mengecek nomor handphonemu saat Saeyoung tertidur dan akhirnya aku memberanikan diri untuk menghubungimu. Aku hanya ingin tahu siapa dirimu. Aku tidak berbohong dan tidak ada niatan untuk menipumu," tutup Yungjie malu.
Rheina menghela nafas lega. Apa yang sudah kupikirkan, ucapnya dalam hati. "Jadi, setelah kau bertemu denganku. Apa yang ingin kau lakukan?"
"Aku tidak tahu," jawab Yungjie polos. "Aku merasa lega sekaligus gugup. Aku tidak tahu,"
Rheina bingung menatap kepolosan Yungjie, "Kau tidak tahu?"
Yungjie menggeleng dan wajahnya bersemu merah.
Tawa Rheina meledak. Benar-benar gadis ini. Pantas saja Luciel sangat menyukainya. Rheina tertawa hingga perutnya sakit dan air mata mengalir.
"Maaf... maaf... bukan maksudku untuk menertawakanmu," ucap Rheina setelah tawanya mereda. "Aku jadi mengerti kenapa Luci-Saeyoung sangat menyukaimu,"
Wajah Yungjie memerah, "Kau boleh memanggilnya Luciel jika itu lebih membuatmu nyaman. Dan terima kasih atas pujiannya."
Rheina mengusap air matanya, "Astaga. Sudah lama aku tidak tertawa seperti tadi. Kau benar-benar lucu Yungjie."
Wajah Yungjie semakin memerah, "A aku merasa tersanjung kau memujiku terus Rheina. Terima kasih banyak,"
"Setelah kau puas melihatku, sekarang apa urusan kita sudah selesai?" tanya Rheina. "Masih ada pekerjaan yang harus aku bereskan."
"Tunggu!" cegah Yungjie saat melihat Rheina baru mengangkat pantatnya dari kursi. "Se-sebenarnya..."
Rheina kembali duduk, "Ada lagi?"
"Sebenarnya... ada satu pertanyaan yang ingin kutanyakan kepadamu," Yungjie menampilkan wajah khawatir dan takutnya. "Itu jika kau tidak keberatan menjawabnya."
Rheina menatap serius, "Dan apa pertanyaannya?"
Perlu beberapa menit bagi Yungjie untuk mengumpulkan kepercayaan diri menatap Rheina, "Sebenarnya, apa hubunganmu dengan Saeyoung? Aku tahu kau bukan teman biasa baginya. Tidak mungkin teman biasa terus diawasi sebegitu ketatnya."
"Kau dan dia sudah menjadi sepasang kekasih. Apakah pertanyaan hal itu penting untuk ditanyakan? Dia sudah menjawab bahwa kami hanya berteman. Seharusnya kau sudah puas dengan itu, kan? Untuk apa kau mengorek masa lalu? Kami hanya berteman seperti yang Luciel katakan. Tidak lebih," jawab Rheina dingin.
Yungjie merasa tidak puas tapi tidak berani untuk bertanya, dia mengalihkan pandangannya ke parfait yang sudah mencair. Dia terdiam cukup lama, sebelum akhirnya kembali menatap Rheina, "Aku tahu itu hanya masa lalu. Tapi jika aku mengingat kembali perjalanan bagaimana Saeyoung menerimaku, aku selalu merasa ada lubang menganga besar dan dalam di hatinya. Meskipun dia sudah menerimaku tapi aku sangat yakin, rasa cintaku masih tidak sanggup untuk menutup lubang besar itu. Lubang besar itu adalah kau Rheina," ucap Yungjie. "Salahkah aku jika mengasumsikan hubungan kalian seperti itu? Aku bisa menyadari dengan jelas bahwa kau sangat spesial bagi dirinya dan aku tidak akan pernah bisa menggantikan posisi itu dihatinya."
"Kenapa kau sangat ingin tahu siapa diriku? Bukankah kau sudah berbahagia dengan Luciel? Kenapa kau harus bersusah payah mengorek masa lalu yang bisa membbuat hubunganmu dengan Luciel retak. Tidakkah kau tinggal menutup diri dan tidak bertanya apa-apa tentang hubungan kami? Apa kau tidak bisa menerima pengorbanan Luciel agar bisa menerimamu?" cecar Rheina tak sabar.
"Aku...."Yungjie merasa ketakutan tapi dia tahu jika dia harus tahu atau dia menyesal, "Aku tahu kalau aku keras kepala. Aku tahu jika aku mengetahui hal ini bisa saja hubungan kami berdua menjadi retak. Tapi, aku tidak bisa menghilangkan perasaan tidak ini. Perasaan yang selalu aku rasakan setiap melihat Saeyoung sibuk bekerja sambil beberapa kali melihat ke layar itu. Aku merasa bahwa aku telah melakukan kejahatan yang besar. Aku hanya ingin tahu apa yang sudah aku lakukan kepada kalian berdua," pinta Yungjie.
Wanita ini benar-benar, keluh Rheina dalam hati. "Dengar Yungjie Kim. Aku dan Luciel hanya teman. Di masa lalu mungkin kami adalah partner tapi semua itu sudah berakhir. Dan kau tidak melakukan kesalahan apa pun. Kami sudah lama tidak saling menyapa sebelum kau muncul jadi tidak ada kesalahan yang kau buat. Dan jangan khawatirkan hubungan kami. Aku tidak pernah mencampuri urusanmu dan Luciel jadi aku harap kau juga melakukan yang sama,"
"Tapi.." Yungjie terlihat ingin membantah.
"Aku dan dia adalah masa lalu," jelas Rheina cepat. "Hubungan kami sudah lama berakhir dan kau tidak perlu takut aku akan merebutnya darimu. Kami sudah lama tidak pernah bertemu dan tidak akan pernah bertemu jadi kau bisa tenang. Kalau kau tahu siapa Luciel dulu tentu kau tahu seperti apa pekerjaan yang kukerjakan. Kalian sudah bahagia berdua jadi tolong berhenti mengurusi diriku. Kalau perlu, saat pulang nanti, hancurkan monitor itu agar hatimu merasa lega. Mengerti?!"
Kenapa dengan wanita ini? Kenapa dia harus mengorek masa lalu? Kenapa dia tidak diam saja dan hidup bahagia dengan Luciel? Kenapa dia harus ikut campur dengan masa lalu yang ingin aku lupakan? Menyebalkan!! Gerutu Rheina dalam hati.
Yungjie masih terlihat terkejut tapi dia menyunggingkan senyum manisnya, "Terima kasih kau sudah memberitahuku Rheina," ucapnya tulus.
"Apa?" Rheina tak mengerti maksud ucapannya. Dia melihat Yungjie berdiri dan tiba-tiba saja sudah berdiri di sebelahnya dan memeluknya dengan lembut.
"Terima kasih," ucap Yungjie lembut.
"A-apa yang kau lakukan?" tanya Rheina bingung.
Yungjie melepas pelukannya sambil menyunggihkan senyum polosnya. Dia tertawa kecil, "Tidak ada. Sekarang aku merasa lega," dia melihat jam tangan. "Oh! Aku harus pulang dan memasak makan siang. Sampai nanti Rheina!" Yungjie langsung berlari kecil keluar dari restoran meninggalkan Rheina yang masih duduk kebingungan.
"Kenapa dia?" gumam Rheina bingung. Belum habis rasa terkejutnya, handphonenya bergetar. Lily menelepon. "Ada apa?"
"Sudah hampir waktunya. Aku akan menjemputmu sekarang," ucap Lily.
Rheina melihat jam dinding di restoran, "Oh. Maaf aku lupa. Oke, aku akan bersiap-siap," dia segera menutup telepon dan kembali ke kamar.
Rheina mulai mengecek perlengkapan saat sudah di kamar. Dia mengecek pistol mininya sekali lagi. memastikan pelurunya terisi penuh. Dia membuka satu koper terkunci. Di dalamnya berisi dua pistol berwarna silver dengan peluru khusus. Satu pistol berisi peluru kejut listrik, cukup untuk membuat seseorang berhenti untuk beberapa detik. Satu pistol berisi peluru virus beku. Jika virus ini mengenai kulit, virus dengan cepat menyebar ke aliran darah, menyerang persedian dan membuat orang tersebut mati rasa selama beberapa menit. Kemudian Rheina mengambil kotak panjang seukuran buku notes, di dalamnya berisi beberapa jarum yang sudah dilapisi oleh racun, kombinasi dari beberapa racun terkuat yang digunakan untuk sekali pakai dan membunuh cepat. Semuanya dilakukan untuk membunuh Joker dari jarak dekat. Hanya itu peluang yang bisa didapatkan Rheina jika ingin membereskan Joker. Senjata jarak jauh tidak akan mempan untuk Joker.
Pandangan Rheina terhenti saat melihat kotak hitam yang ditaruh Lily di pojokan koper. Rheina tahu isi kotak tersebut. Ragu-ragu dia mengambil kotak tersebut dan membukanya. Kalung dengan liontin bertulikan 606 masih terlihat berkilau meskipun terbuat dari perak. Rheina bimbang. Dia tahu, dia baru saja mengatakan kepada Yungjie bahwa dia tidak akan menganggu hubungan Luciel dan Saeyoung. Tapi sekarang, dia ingin sekali Luciel tapi apa yang akan dia lakukan sekarang. Mungkin saja ini terakhir kali kalung tersebut akan berkedip tenang.
"Aku memang tak kalah keras kepala dan egois," rutuk Rheina. Dia mengambil kalung tersebut dan memakainya. Dia melihat tampilan dirinya di cermin, "Ini adalah misi terakhir. Kau harus berhasil Rheina," ucapnya pada diri sendiri.
Lima menit kemudian Lily menjemputnnya. Mereka berdua kemudian pergi ke pinggiran kota dengan mobil.
"Kau akan ikut tim A. Tim B dan C akan masuk dari samping. Tim D sudah bergerak mengamankan perimeter. Aku ada di tim navigasi untuk mengawasi," jelas Lily sambil tetap memfokuskan matanya mengemudi.
"Oke," jawab Rheina lesu. Dia memandang hampa ke jalanan kosong di depan mereka.
Lily melirik Rheina, menyadari kalung 606 melingkar di leher mungil gadis tersebut, "Kau akhirnya memakainya?"
Rheina reflek menunduk untuk melihat liontin 606 yang dipakainya, "Kau sudah dengar pembicaraan kami tadi kan? Aku harus memberikan servis terbaik untuk terakhir kalinya."
"Apa maksud perkataanmu Rheina?" selidik Lily. "Kau tidak berniat untuk bunuh diri, kan?"
"Bunuh diri? Entahlah. Aku tidak pernah memikirkannya. Aku hanya ingin misi ini segera selesai," ucap Rheina. "Mungkin aku merasa lelah. Aku ingin istirahat,"
Lily mengusap lembut kepala Rheina, "Aku akan mengajakmu jalan-jalan dan mungkin mengajukan surat pengunduran dirimu jika kau ingin lepas dari semua ini,"
"Terima kasih Lily," ucap Rheina lirih.
Mobil berbelok ke jalan sempit ke sebuah area gudang di pinggir hutan. Mereka masuk ke dalam. Kosong, Lily memencet suatu tombol dan tanah di hadapan mereka terbelah menampilkan lempengan besi. Mobil melaju ke atas lempengan besi tersebut dan membiarkan lempengan tersebut turun ke bawah tanah.
Lima menit kemudian, lempengan tesebut berhenti. Mobil kembali melaju beberapa meter. Di depan mereka sudah berjejer sepuluh mobil. Dan di depannya Rheina bisa melihat peralatan elektronik dan beberapa orang yang sibuk bekerja.
"Ayo kita bereskan ini dan aku akan membuatkan makan malam curry spesial untukmu," ucap Lily mantap sambil keluar dari mobil
"Dan es krim?" tanya Rheina mengikuti langkah Lily keluar mobil.
Lily tersenyum menatap Rheina, "Dan Eskrim Greentea kesukaanmu,"
"Asyik!!" Rheina tersenyum lebar. Dia dan Lily segera menghambur ke kumpulan orang-orang yang sibuk bekerja di hadapan mereka. "Agent Rheina siap bertugas!" serunya sambil memberi hormat.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro