Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 21


Part 21

Sudah dua jam berlalu sejak Rheina sampai di area gedung Magenta. Dia mengecek sekali lagi senjata yang tersisa. Tidak mungkin dia membunuh orang-orang Magenta jadi dia mencari persediaan peluru bius.

"Rheina Gawat!" seru Lily di earphone.

"Ada apa?" tanya Rheina sambil memasukkan sekotak peluru bius ke kantong kecil di paha kirinya.

"Joker mengirim Foxtrot ke Magenta sekarang. Mereka akan sampai dalam waktu setengah jam." lapor Lily. "Ada hacker lain yang menyebar data-data yang sudah di hack Luciel ke publik. Dia marah besar!"

"Sial! Kenapa mengirim Foxtrot!! Mereka berenam sangat merepotkan!!" teriak Rheina kesal. Dia membongkar semua peralatan senjata yang sudah disiapkan. Kali ini dia perlu banyak peluru asli. Beberapa buah dagger dan jarum racun untuk memudahkan dia bekerja. "Bagaimana keadaan Luciel dan yang lain?"

"Mereka dikurung di dalam sel bawah tanah," jawab Lily. "Kau bisa masuk lewat gerbang bawah tanah di belakang bangunan. Disana penjagaannya tidak terlalu ketat. Apa yang akan kau lakukan? Kau tidak mungkin mengeluarkan mereka berempat sekarang."

"Foxtrot pasti berusaha masuk ke ruang informasi untuk mengambil seluruh data yang di hack dan menghabisi seluruh orang di gedung itu tanpa kecuali. Skenario lain mereka akan menghancurkan seluruh isi gedung ini tanpa tersisa sedikit pun," ucap Rheina. Dia memasukkan seluruh persediaan peluru. "Aku akan menjaga gedung tersebut sampai bantuan Jumin Han datang menyelamatkan Luciel dan yang lain."

"Jika Presiden mendengar hal ini, tamatlah kita," kata Lily.

"Lily, apa kau bisa menjemputku satu jam lagi? ada dokumen yang harus aku berikan ke Presiden," pinta Rheina sambil melirik amplop cokelat besar yang dia simpan di bawah tumpukan senjata-senjata.

"Dokumen untuk apa?" tanya Lily. "Oh, untuk berkas putih mereka bertiga? Baiklah. Aku akan kesana sekarang juga."

"Terima kasih," Rheina meletakkan dagger terakhir di balik pahanya. "Aku berangkat."

"Aku akan membantu mengawasimu. Mobil aku alihkan ke auto drive," kata Lily. "Tunggu aku sampai disana Rheina," ada nada khawatir dibalik kata-katanya.

Rheina menyunggingkan senyum yang dipaksakan, "Aku tidak akan bunuh diri. Ada orang-orang yang aku lindungi kan?"

"Aku tahu," desah Lily lega.

Rheina keluar dari mobil sambil mengendap pelan. Dia mendekati gedung dari samping untuk menghindari kamera pengawas. Ada kamera pengawas di atas gerbang menuju ruang bawah tanah. Mau tak mau Rheina harus mematikan kamera tersebut setelah membius dua penjaga yang menjaga gerbang tersebut.

Setelah berhasil menyelinap masuk, Rheina langsung menuju ke ruang informasi. Keberuntungan berpihak kepadanya karena hanya ada satu penjaga dan bisa dia lumpuhkan dengan mudah. Seluruh data yang diambil dari laptop Luciel berhasil dia amankan. Kemudian dia menuju ke ruang pengawasan untuk melihat apakah Foxtrot sudah tiba apa belum.

"Semua aman," Rheina mengecek seluruh kamera. Tidak ada tanda-tanda Foxtrot menyelinap.

"Siapa yang kau bilang aman Rheina?" terdengar suara centil perempuan di balik punggung.

Rheina berbalik cepat dan siaga, "Hai Mega. Kau sendirian?" di hadapannya berdiri perempuan berumur sebaya dengan rambut di kucir dua. Seluruh pakaiannya berwarna hitam, sebuah pistol diselipkan di pinggang.

"Kau seharusnya tahu kalau aku selalu datang terlebih dahulu daripada yang lain," Mega berjalan mendekat dengan santai. "Mereka berlima selalu terlambat jika ada pesta seperti hari ini untuk menyiapkan kembang api,"

Rheina memeriksa Mega dari atas ke bawah, gerakan tangannya sudah bersiap untuk menyerang. Tempat mereka sempit hanya berukuran 4 x 4 dan penuh dengan peralatan elektronik. Sulit bergerak tapi tidak masalah bagi dirinya. Tapi lengan kanannya yang terluka akan sedikit merepotkan.

"Sudah selesai mempelajari situasi?" tebak Mega. "Kau selalu seperti itu, sejak dahulu tidak pernah berubah Rheina."

"Kebiasaan lama sulit hilang kan?" Rheina harus bergerak cepat. Mega pasti mengincar lengannya yang terluka. Salah satu langkah dia akan mati.

"Memang," ucap Mega cepat.

Sekejap mata, Mega langsung menyerang Rheina tepat ke lengan kanannya.

"Ahk!!" Rheina mengerang karena Mega mencengkram erat lengannya yang terluka.

Rheina menggunakan kesempatan tersebut untuk menyerang tengkuk Mega dengan tangan kirinya. Mega berhasil menghindar dengan memutar badan.

Sekarang! Teriak Rheina dalam hati. Dia mengeluarkan pistol dan menembak tepat ketika Mega bersiap menyerang balik.

"DOR!!"

Mega terdorong ke belakang, tembakan Rheina tepat mengenai punggung kanannya.

"Sejak kapan kau kuat begini," Mega berusaha berdiri tapi Rheina lebih cepat. Dia membekap Mega dari belakang, tangan kanannya sudah memegang jarum beracun dan menusuknya ke leher Mega.

"Sejak aku mencintai seseorang," Rheina menusuk dengan cepat. Racun di jarum tersebut bereaksi cepat dan tubuh Mega langsung melemah tak bertenaga. Rheina mendorong tubuh Mega jatuh ke tanah. "Ukh..." Lukanya terbuka kembali karena cengkraman kuat Mega. Dia menyender ke pintu untuk mengumpulkan tenaga.

Di salah satu layar terlihat Luciel dan yang lain baru tiba di sebuah aula, banyak orang berkumpul di aula tersebut.

"Untuk apa mereka dibawa kesana?" gumam Rheina lirih. Di layar yang lain terlihat seseorang menyusup di ruang bawah tanah. "Disana kalian,"

"Rheina, Jumin Han akan sampai kira-kira setengah jam lagi," lapor Lily.

"Tinggal lima tikus lagi Lily. Semua akan beres sebelum dia datang," Rheina keluar ruangan dengan hati-hati.

Ruang bawah tanah terletak di ujung bangunan, Rheina harus membius para penjaga agar bisa lewat dengan mudah. Dia memperkirakan dimana kira-kira anggota Foxtrot yang lain. Dari sudut tembok, dia melihat punggung laki-laki tegap sedang sibuk dengan kabel-kabel. Tidak menyia-yiakan kesempatan, Rheina menyergap dari belakang dan menusuk leher laki-laki tersebut dengan jarum racun. Beberapa detik kemudian tubuh laki-laki tersebut langsung lemas tak bertenaga. Rheina menjatuhkan lelaki tersebut.

"Sayonara Klein," bisik Rheina. Tak lupa dia memotong sambungan kabel-kabel tersebut dan mematikan bomb yang sudah terpasang. "Empat lagi,"

Rheina menyisir jalan. Sepi, tidak ada satu orang pun yang berjaga. "Apa semuanya sudah di bereskan?"

Dave, salah satu anggota Foxtrot sangat tidak suka jika ada orang yang menganggu 'pekerjaan'nya. Dia tidak segan-segan membereskan siapa saja yang menghalangi. Yang ditakutkan Rheina adalah Dave sudah membantai seluruh penjaga. Benar saja, ketika Rheina menuruni tangga menuju lantai bawah tanah, dia melihat darah berceceran. Dave sudah membantai para penjaga.

"Beruntung Luciel dan yang lain berada di atas," bisik Rheina tenang. Dia melihat Dave sedang meletakkan bom di sebuah pipa gas. Gawat jika bom itu sampai jatuh, mau tak mau Rheina harus memaksa Dave meletakkan bom tersebut. Dia bergerak cepat dan menodongkan pistol ke belakang kepala Dave. "Turunkan itu Dave,"

Laki-laki yang dipanggil Dave menghentikan pekerjaannya, dengan perlahan dia meletakkan bom di kedua tangannya ke tanah. Tubuh kurusnya tidak sebanding dengan kegilaannya tentang darah. Jika orang baru melihatnya, dia pasti dikira orang kekurangan gizi. Tapi Rheina tahu, orang ini tidak kekurangan gizi melainkan sakit jiwa.

"Kau serius mau membunuhku disini Rheina," tanya Dave sambil tetap mempertahankan posisi jongkoknya.

Rheina menarik pelatuk ke belakang, "Tentu saja," Sial!

Gerakan cepat Dave berhasil membalik keadaan, pistol di tangan Rheina direbut paksa dan kini ada di tangan Dave. Dia memelintir tangan Rheina hingga pistol itu terjatuh. Beruntung Rheina berhasil menghindar sebelum tembakan Dave mengenai dirinya.

"Sepertinya gerakanmu melambat karena luka di lenganmu," ledek Dave. "Aku bisa menyembuhkannya dengan cepat jika kau mau,"

"Tidak, terima kasih," dengan hati-hati Rheina mengambil pistol lain dan kembali menembak.

Dave berhasil menghindar, saat itulah Rheina mengambil kesempatan untuk menerang Dave dengan tubuhnya. Dia sekarang duduk di atas tubuh Dave dengan tangan kirinya berhasil membekap mulut Dave. Gerakan cepat tangan kanannya langsung menusuk dada Dave dengan jarum racun. Tubuh Dave berhenti meronta dengan cepat.

"Tiga lagi," Rheina berusaha berdiri tapi keseimbangannya goyah. Dia menyenderkan tubuhnya sejenak ke tembok.

"Meskipun kau kebal dengan racun di jarum itu, tetap saja memegang jarumnya akan berefek kepada tubuhmu. Ditambah lagi sekarang kau terluka," keluh Lily. "Aku akan sampai lima belas menit lagi. bertahanlah Rheina,"

"Aku akan selesai saat kau tiba," Rheina berusaha bangkit. Dia menyusuri kabel bomb yang sudah dipasang Dave. Dia berhasil menemukan Sansan di dalam mobil dan berhasil menghabisinya tanpa perlawanan. Tersisa dua anggota Foxtrot.

"Jika aku jadi Nea, aku akan pergi ke ruang suplai gas," Rheina berbicara sendiri sambil berjalan. Sesuai dugaan, dia menemukan gadis kecil berkacamata tersebut sibuk merakit bom.

"Kau selalu berhasil menemukanmu," Nea menatap angkuh ke Rheina. Meskipun tubuh dan wajahnya seperti anak belasan tahun, umurnya jauh lebih tua dan kemampuan beladirinya tidak bisa dibilang remeh.

"Aku selalu tahu kau mengincar ruang suplai gas gedung yang akan kau hancurkan Nea," ucap Rheina berusaha memprovokasi. "Aku sudah hapal semua kebiasaan kalian. Tidak mudah untuk menemukan kalian satu persatu,"

"Hooo... jadi begitu," Nea menyerang dada Rheina siku tangan membuat Rheina jatuh terpelanting menabrak dinding.

"Ahk!!" punggung Rheina menghantam dengan keras, dia bisa merasakan beberapa tulangnya mungkin patah.

"Aku selalu tahu kalau kau akan menyerangku dengan jarum sialan itu. Karena itu aku harus secepatnya membereskanmu disini," Nea berjalan pelan mendekati Rheina. "Aku ada janji kencan dengan client baruku,"

"Cih... dasar tante girang," ledek Rheina. "Ahk!" Nea menendang perut Rheina membuatnya muntah darah.

"Aku ini masih tiga puluh lima tahun Rheina sayang," geram Nea kesal.

"Aku tahu itu," Rheina memasang wajah kemenangannya, saat Nea menendangnya tadi, tangan kirinya berhasil menancapkan jarum racunnya ke kaki tersebut.

"Ka-kau..." tubuh Nea langsung lemah dan jatuh ke lantai dengan cepat.

Rheina berdiri secara perlahan, "Sisa satu lagi," dia keluar dari ruang suplai gas. Target selanjutnya pasti menuju ke aula karena disana sedang banyak orang berkumpul, termasuk Luciel. "Aku tidak boleh terlambat,"

Rheina memaksakan diri untuk berlari menaiki tangga yang menuju ke ruang aula. Tepat sesuai dugaannya, dia melihat sosok kekar yang ia temui kemarin. Sosok yang membuat lengan kanannya terluka.

"Hai Rheina," Shadow tetap sibuk mengatur jaringan kabel di hadapannya dengan acuh.

"Hai Shadow," Rheina mengeluarkan jarum racunnya. Shadow mungkin terlihat acuh tapi dia adalah orang yang sangat waspada. Ditambah lagi, Shadow adalah guru bertarungnya saat kecil. Tidak mudah untuk mengalahkan orang ini tapi Rheina harus bisa.

Tanpa aba-aba, Shadow berbalik dengan cepat dan mulai menyerang Rheina tanpa ampun. Rheina berhasil menghindari setiap pukulan dan berusaha menyerang tapi Shadow selalu tahu ke arah mana Rheina akan menyerang.

Staminaku tidak akan bertahan lebih lama lagi, bisik Rheina dalam hati. Rheina menggigit bibir bawahnya, memaksakan seluruh otot ditubuhnya untuk bergerak lebih cepat. Dia juga memastikan tidak ada suara yang keluar karena jika tidak seluruh orang di aula akan tahu keberadaan Shadow. Mereka semua bisa dibantai dengan cepat.

"Kenapa tidak mengeluarkan pistolmu Rheina?" Shadow seperti membaca pikiran Rheina.

"Aku senang berolahraga seperti ini," Rheina berhasil menghindari pukulan Shadow. "Ahk!" Shadow berhasil mencengkram lengan kanan Rheina yang terluka. Kini lengan kanannya sudah basah karena darah yang mengalir. Beruntung Rheina berhasil mundur, tapi dia hampir jatuh terhuyung karena tidak bisa menjaga keseimbangan.

Satu kesempatan saja! Satu kesempatan saja! Rheina menggertakan gigi karena berusaha bangkit dan menyerang Shadow. Dia menendang dan memukul Shadow ke segala titik vital ditubuhnya tapi selalu berhasil ditangkis.

"Rheina! Mereka tiba!" teriak Lily di earphone, suaranya terdengar dekat.

"Hyaaa!!!" Rheina bergerak gesit memutar saat Shadow berusaha menendang perutnya. Rheina berhasil menancapkan jarum beracun tersebut ke leher Shadow dengan cepat.

"Ka-kau sudah jauh lebih cepat... se..karang..." Shadow ambruk ke lantai dengan cepat.

"Ukh..." tubuh Rheina terasa lemah, dia terhuyung jatuh ke lantai. Kesadarannya mulai menipis. Dari kejauhan dia bisa mendengar keramaian di ruang aula. "A-apa mereka selamat?"

Rheina ingin berdiri agar bisa mengintip dari kejauhan tapi dia tidak bisa menggerakkan badannya.

"Rheina!!!"

Dari sudut mata, Rheina melihat Lily berlari mendekat.

"Syukurlah kau selamat," seru Lily lega. "Kau berhasil menyelamatkan mereka semua. Aku berhasil menemukan tombol detonatornya," dia mengeluarkan sebuah kotak hitam dengan tombol berwarna merah di tenganya.

"Baguslah..." jawab Rheina lemah.

"Lily? Apa yang terjadi dengan Rheina?" terdengar suara laki-laki mendekat.

"Vanderwood! Bagaimana kau bisa tahu kami ada disini?!" Lily terkejut melihat Vanderwood mendekat. "Bukankah kau bersama dengan Luciel? Jumin Han datang menolong kalian kan?"

"Samar-samar aku mendengar suara teriakan Rheina saat orang-orang Jumin Han datang," jelas Vanderwood. "Mereka sudah membawa Luciel, Saeran dan Yungjie ke tempat aman. Aku bilang kepada mereka perlu membereskan sesuatu sehingga aku mengecek keadaan."

"Apa yang terjadi dengan Rheina?" tanya Vanderwood khawatir. "Kita harus membawanya ke rumah sakit,"

Rheina tidak mendengar apa yang Lily jelaskan kepada Vanderwood. Telinganya mulai terasa mendengung dengan keras dan pandangannya semakin kabur. Hal terakhir yang dia ingat adalah Vanderwood mengangkat tubuhnya sebelum tak sadarkan diri.

***


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro