Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 16

Part 16

Kemunculan V di chatroom benar-benar membuat Luciel meledak. Rheina yang hanya menjadi penonton saja ikut merasa tegang. Luciel benar-benar marah dan merasa tertipu. Bagaimana tidak, Saeran yang menurut Luciel dijaga oleh V ternyata berubah menjadi seorang hacker yang menuntun si MC masuk ke apartemen dan orang yang berusaha menghack sistem RFA. Ditambah V terlihat tidak mempercayai kepatuhan Luciel dengan menyebut-nyebut soal laci.

"Well... jika aku jadi Luciel aku pasti akan langsung mematikan seluruh sistem keamanan di apartemen dan membuka seluruh laci," gumam Rheina sambil memandang ke layar. Terlihat Luciel sedang beragumen dengan MC karena masalah V.

Tiba-tiba handphonenya berbunyi, Rheina melihat siapa yang menelepon. Nomor tak dikenal. Bersikap waspada, dia menyambungkan handphonenya ke tracer id sehingga dia bisa mengetahui siapa yang menelepon dan darimana dia menelepon.

"Halo? Siapa ini?" tanya Rheina pura-pura. Matanya tetap awas menatap layar menunggu proses tracer selesai.

"Halo, apa ini betul Rheina Wong?" tanya suara diseberang. Terdengar suara laki-laki, Rheina seperti pernah mendengar suara ini disuatu tempat.

"Sepertinya aku tidak bisa mengkonfirmasi siapa diriku jika aku tidak tahu siapa yang menelepon," ucap Rheina mengulur waktu. Pencarian sudah hampir 100%. Sebentar lagi dia akan tahu siapa yang menelepon.

"Oh.. maaf atas ketidak sopananku. Namaku Jihyun Kim. Tapi kau bisa memanggilku V," sapa V. "Sekarang apakah aku bisa mengetahui apakah ini betul Rheina atau bukan?"

"Wow... ada urusan apa meneleponku? Darimana kau mendapatkan nomor ini?" selidik Rheina.

V? Untuk apa dia meneleponku? Darimana dia mendapat nomor privat ini? Tanya Rheina dalam hati. Pencarian tracer berhasil. Yang menelepon benar bernama Jihyun Kim. Terlihat data pribadi V dan lokasi meneleponnya ada suatu tempat di selatan, sebuah pegunungan tinggi. Kenapa dia menelepon dari sana? Dia mencurigakan.

"Maaf Rheina. Aku mengetahui kalau kau dulu sempat mengenal Luciel. Karena itu aku ingin meminta tolong kepadamu jika kau tidak keberatan," pinta V.

Rheina ingat siapa V. Dulu saat dia bertemu dengan Sei di pesta RFA, dia sempat melihat V dan Sei mengobrol. Rheina juga sempat berbicara dengannya singkat hanya sekedar mencari informasi tentang RFA. Orang ini penuh dengan misteri dan cara dia memandang Rika, tunangannya, seperti orang yang buta akan segalanya. Rheina harus berhati-hati.

"Jika kau tahu siapa aku, tentu kau tahu kalau aku tidak bisa sembarangan memberi pertolongan kepada seseorang meskipun aku pernah mengenal orang itu," ucap Rheina. "Kalau tidak salah kau adalah ketua RFA dan seorang photografer terkenal. Luciel adalah orang yang sangat kompeten dan genius dibidangnya. Kenapa kau tidak meminta bantuannya saja? Aku yakin bantuan yang kau maksudkan sangat berbeda dari pekerjaan yang biasa aku kerjakan disini." Aku ahli membunuh bukan mengurusi organisasi kemanusiaan, gumam Rheina dalam hati.

"Justru karena itu, aku ingin meminta bantuanmu," ucap V. "Aku sempat mengenal Joker saat pertama kali aku memasukkan Luciel ke agensinya. Karena itu sedikit banyak aku bisa memperkirakan apa pekerjaanmu. Aku akan membayarmu sesuai bayaran tapi aku minta agar kau merahasiakan ini dari Joker. Aku ingin kau mengawasi Luciel,"

Tidak diminta pun sebenarnya aku sedang mengawasinya, gumam Rheina dalam hati sambil melirik layar komputer. Luciel terlihat sibuk bekerja di depan laptopnya sementara MC duduk di sebelahnya. "Kenapa aku harus mengawasinya? Kau mencurigainya berkhianat dari RFA? Kenapa tidak memintaku untuk membereskannya. Aku lebih ahli untuk itu."

"Tidak. Tidak. Aku tidak ingin kau melakukannya," tolak V cepat. "Aku tidak mencurigai Luciel berkhianat. Dia sangat loyal dan sangat menyayangi RFA jadi aku bisa yakin kalau Luciel tidak akan berkhianat,"

"Lalu untuk apa aku mengawasinya?" tanya Rheina.

"Aku yakin dia akan melakukan sesuatu yang berbahaya dan mungkin hal itu akan membahayakan nyawanya," jawab V. " Aku tahu ini permintaan sulit. Tapi, bisakah kau mengawasinya dan memastikan dia tidak membahayakan nyawanya?"

"Jadi kau ingin aku memastikan dia tetap hidup? Kenapa kau bisa yakin dia akan membahayakan nyawanya? Kau terlalu berbelit-belit V," seru Rheina. "Kau tahu apa yang akan terjadi jika kau berbohong kepadaku. Dan aku serius bisa melakukannya dengan mata tertutup."

"Maaf aku tidak bisa menceritakannya sekarang Rheina," suara V tetap terlihat tenang meskipun diancam. "Tapi suatu saat aku berjanji akan menceritakannya kepadamu jika aku bisa memastikan bahwa Luciel akan tetap hidup."

"Baiklah. Tapi aku perlu akses ke tempat tinggal Luciel sehingga aku bisa memasang kamera pengawas," ucap Rheina basa-basi.

"Dia tidak ada di rumahnya. Sekarang dia ada di apartemen tunanganku," jelas V. "Aku akan mengirimkan alamat dan uang kepadamu. Setelah itu aku serahkan kepadamu bagaimana cara mengawasinya. Aku yakin kau lebih ahli daripada aku,"

"Cukup adil. Aku akan mengirimkan no rekening lain untukmu setelah itu kau bisa mengirimkan alamatnya," ucap Rheina.

"Terima kasih Rheina," setelah itu V menutup teleponnya.

Rheina segera mengirim no rekening kepada V. Lima menit kemudian, bukti transfer dan alamat apartemen Rika dikirim ke handphonenya.

"Aneh... kenapa dia tidak menyebut-nyebut soal Saeran?" gumam Rheina. "Apa sebaiknya aku menyelidik letak dia menelepon tadi ya? Tapi jika aku keluar terlalu lama, Joker akan curiga dan semua yang sudah kukerjakan akan sia-sia."

Rheina mengecek citra satelit. Ada sebuah sebuah titik putih di atas gunung tersebut. Jika dilihat dari bentuknya, sepertinya sebuah bangunan besar. "Bangunan besar di tengah gunung. Sudah pasti isinya hal-hal yang tidak menyenangkan. Meskipun V terlihat seperti orang baik-baik, dia sendiri juga menyimpan banyak rahasia. Tidak banyak yang bisa kutemukan soal dia. Mungkin besok aku bisa mengirim beberapa drone hantu untuk mengeceknya dari luar."

***

Rheina terbangun tiba-tiba. Dia tertidur di depan komputer setelah berbicara dengan Lily soal V dan kecurigaannya. Dia tidak memberitahu Lily kalau sebenarnya dia sudah mengawasi Luciel sejak lama. Setelah menimbang beberapa kemungkinan, Lily juga sepakat untuk mengirim drone hantu untuk mengawasi bangunan tersebut. Dia sendiri yang akan keluar dengan membawa empat buah drone. Rheina menyerahkan pengawasan drone tersebut ke Lily.

'PRANG!!!'

Mata kantuk Rheina langsung terjaga mendengar suara benda pecah di headphonenya. Dia menatap layar, terlihat Luciel menghancurkan robot kucing hingga berkeping-keping.

'Sepertinya ini rusak, bolehkah aku membetulkannya?' tanya Yungjie.

'Tinggalkan saja. Itu tidak berguna,' jawab Luciel dingin. 'Aku akan membuangnya nanti. Dan aku akan pergi tak lama lagi, jadi cukup lupakan saja tentang aku.'

Luciel marah? Kenapa? tanya Rheina dalam hati.

'Aku yakin kau hanya kesal karena Yoosung, bersemangatlah,' pinta Yungjie berusaha.

'Bukan urusanmu bagaimana perasaanku!' teriak Luciel. 'Kau mungkin tidak tahu, tapi inilah yang aku rasakan. Tidak ada hari dimana aku tidak depresi. Tidakkah kau melihat bahwa semua itu hanya kebohongan?! Candaan, lelucon, tertawaan itu! Jangan kau pikirkan tentang aku! Cukup pikirkan bagaimana melindungi dirimu sendiri!!'

Rheina melepas headphonenya, "Aku seharusnya tidak mendengarkan ini," dia pergi ke dapur dan mulai membuat sarapan yang terlambat.

Dia memasukkan roti ke panggangan dan memasak air panas untuk membuat teh. Meskipun samar, berkat pendengarannya yang tajam, dia masih bisa mendengar apa yang terjadi di layar monitor.

'Aku bahkan tidak bisa melindungi satu-satunya saudaraku dan aku harus melepaskan orang yang sangat aku cintai. Hidupku kosong!' seru Luciel. 'Aku tidak ingin melibatkanmu kedalam kehidupan yang seperti ini. Kenapa kau tidak bisa memahamiku?'

'Aku suka Luciel yang berada di depan mataku. Betapa pun rumitnya kehidupanmu, aku ingin tahu,' seru Yungjie bersikeras.

'Yungjie... tolong jangan lakukan ini. Aku mohon...' pinta Luciel. 'Aku... aku.. aku ingin menyayangimu... membuatmu bahagia... tapi aku tidak bisa! Kenapa kau mau bersama denganku ketika aku sangat berbahaya?! Kenapa kau sangat menyukaiku?!'

'Tidak ada alasan. Aku hanya menyukaimu. Itulah yang aku rasakan!' ujar Yungjie bersikeras.

'...Kau ini tidak masuk akal Yungjie... kau sangat aneh...' kata Luciel tak yakin. 'Aku sepertinya juga merasa aneh. Kenapa kau tidak menyerah saja?! Kenapa kau tidak merasa sakit dan mengabaikanku?! Apa yang akan kau lakukan jika sesuatu terjadi kepadaku karena aku?'

'Aku baik-baik saja dengan itu.. aku tidak menyesal mempunyai perasaan ini kepadamu..' ucap Yungjie.

"Tsk!" Rheina mematikan kompor dan langsung keluar menuju danau. Dengan sengaja membanting pintu kaca dengan keras. Dadanya sakit dan matanya terasa panas. Dia bisa merasakan kalau dia siap menangis kapan saja jika dia membiarkan perasaan itu meluap. Dia harus mendinginkan kepalanya sebelum semua itu terjadi.

Dia menceburkan diri ke danau, berusaha berenang ke tepi danau yang hanya selebar dua kilometer. Dia ingin memompa paru-parunya hingga kelelahan sehingga tidak ada ruang baginya untuk menangis.

Rheina berenang tanpa istirahat hingga sampai ke ujung, dia bisa melihat Lily sudah siap dengan handuk tebal di tangannya.

Saat sampai, Lily mengulurkan tangan untuk membantu Rheina keluar dari danau. Mau tak mau Rheina menerima uluran tangan tersebut.

"Terima kasih," kata Rheina.

"Jadi, apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Lily sambil melingkarkan handuk kering ke tubuh Rheina yang basah. "Kau hanya berenang jika suasana hatimu sedang sangat buruk dan menghindari perasaan untuk menangis."

"Kau mengawasi isi rumahku?" selidik Rheina.

Lily memancarkan mata meminta maaf kepadanya, "Aku hanya khawatir karena kau bersikap aneh sejak pulang dari Jepang. Karena itu aku diam-diam memasang bugcam disana,"

Rheina ingin marah tapi saat ini perasaan itu tidak sekuat perasaan yang sedang dia rasakan saat ini. "Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan terhadapmu..."

Lily meretangkan kedua tangannya, "Mungkin sebuah pelukan? Dengan begitu aku bisa tahu kau memaafkanku atau tidak."

Rheina menghela nafas berat, "Baiklah..." dia menurut dan maju untuk memeluk Lily.

Lily memeluk Rheina erat dan mengusap kepalanya, "Tidak apa-apa jika kau ingin menangis Rheina," bisik Lily lembut. "Perasaan itu adalah hartamu yang paling berharga saat ini. Menangislah sampai kau merasa lega. Jangan mematikan hatimu."

"A-aku tidak mau menangis," ucap Rheina gugup. Dia bisa merasakan matanya kembali terasa panas. "I-ini konyol Lily.."

"Kau sudah berusaha keras Rheina," ucap Lily lembut sambil terus mengusap kepala Rheina lembut. "Tidak apa-apa jika ingin menangis. Aku akan tetap disini menemanimu. Kau tidak sendirian. Aku yang akan menjagamu."

"A-aku ba-baik saja..." berlainan dengan ucapannya, air mata Rheina mulai tumpah perlahan. "A-aku... tidak apa-apa..."

"Aku tahu itu...." kata Lily lembut. "Aku tahu Rheina..."

"Ugh... a-aku sendiri yang memutuskan..." isak Rheina. "Ta-tapi kenapa... kenapa..."

Air mata Rheina tumpah. Dia menangis di pelukan Lily sejadi-jadinya sementara Lily hanya diam sambil terus mengusap kepala Rheina dengan lembut.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro