Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 11

Part 11

Satu tahun terasa lambat bagi Rheina. Dia tidak terlalu berkonsentrasi dalam bekerja sehingga beberapa kali Lily harus memberinya peringatan. Meskipun Rheina pulang dalam keadaan hidup, selalu saja ada bagian dari tubuhnya yang terluka atau tertembak. Misi singkat ini menjadi misi yang riskan di sela misi penyamaran sebagai siswa Ouri Gakuen. Akan sangat mencurigakan jika setiap minggu ada luka baru yang di perban di tubuh Rheina.

"Siswa lain mulai curiga kau mengidap kelainan jiwa Rheina," gerutu Lily sambil memperbaiki perban di lengan kanan. "Kau harus lebih berhati-hati untuk misi besok. Aku tidak bisa terus berpura-pura tidak mengetahui apa yang terjadi padamu. Joker bisa marah besar."

Rheina memandang jendela sekolah dengan tatapan kosong, "Biar saja dia marah. Toh semua pekerjaanku selesai."

Lily menghela nafas berat. Percuma saja berdebat jika suasana hati Rheina sedang buruk. "Apa perlu aku menghubungi Vanderwood untuk menanyakan kabar Luciel?"

Rheina langsung menatap Lily marah, "Kau ingin aku membunuhmu sekarang juga?" tantangnya marah. "Aku tidak butuh Vanderwood untuk mengetahui kabar Luciel. Aku tahu dia masih hidup di Korea. Aku tidak ingin mengetahui yang lain,"

Lily kembali menghela nafas sambil menggeleng, "Aku sudah selesai membalut lukamu. Kembalilah ke kelas. Disini aku berperan sebagai dokter klinik dan kau adalah siswa sekolah ini."

Wajah Rheina berubah cemberut, "Baiklah sensei," dia kembali memakai cardigan seragamnya. Saat itulah dari bawah halaman, dia melihat laki-laki berambut merah memasuki gerbang sekolah.

Luciel! Dengan cepat Rheina berlari keluar klinik dan menuruni tangga dengan cepat menuju pintu gerbang sekolah. Wajahnya menunjukkan kegembiraan yang meluap-luap. Jika ini mimpi dia tidak ingin bangun. Luciel datang kesini! Teriaknya senang dalam hati.

"Kyaaaaa!!!"

Rheina menabrak seseorang hingga hampir terjatuh. Beruntung tubuhnya ditarik ke pelukan orang tersebut dengan cepat.

"Te-terima kasih," ucap Rheina sambil menengadah untuk melihat siapa penolongnya. Deg! Seketika mimpi indahnya hancur. "Sei... chan... apa yang kau lakukan disini?"

"Aku dengar kau sedang berada disini, jadi aku menyempatkan diri untuk berkunjung," ucap Sei. Dari balik punggungnya terlihat Mika tersenyum ramah.

Bukan Luciel... bukan Luciel... kenyataan tersebut menghantam kepala Rheina. Tanpa sadar air matanya tumpah.

"Rhe-Rheina?! Apa yang terjadi? Kenapa kau menangis?" tanya Sei panik.

Rheina tak menjawab melainkan membenamkan diri dipelukan Sei. Bukan Luciel, bukan Luciel, bukan Luciel, ulang Rheina di dalam hati.

Sei membawa Rheina ke dalam mobil van putih yang terparkir di belakang halaman sekolah. Dia tidak tahu apa yang terjadi dan meminta bantuan Mika untuk bertanya ke Lily sementara dia berusaha menenangkan Rheina.

"Kita hanya berdua disini," ucap Sei. "Kau mau menceritakannya kepadaku?"

Rheina kembali menggeleng, dia masih belum melepas dekapannya. Air matanya masih belum bisa berhenti.

Sei menggaruk belakang kepalanya dengan bingung. "Hikari-chan, jika kau tetap diam seperti ini, Kai dan Ken pasti akan tertawa puas mengejekku karena mengira aku mulai bermain-main dengan wanita lain."

Rheina tetap tak bergeming. Dia tetap membenamkan kepalanya di pelukan Sei.

"Apa ini karena laki-laki berambut merah bernama Luciel?" selidik Sei.

Tubuh Rheina seperti tersengat listrik, dia menengadah menatap Sei dengan tatapan tak percaya.

Sei tersenyum meminta maaf, "Aku harus mengetahui siapa saja yang berhubungan denganmu Hikari-chan. Memastikan dia tidak membahayakan dirimu. Kau mau memaafkanku?"

Kali ini Rheina melepas pelukannya dan beranjak duduk di sisi Sei, "Maaf Sei-chan aku terlalu terbawa emosi. Hal ini tidak akan terulang lagi,"

"Jadi benar ini tentang Luciel?" tanya Sei sekali lagi.

Rheina mengangguk, "Tidak ada gunanya juga menyembunyikan ini dari Sei-chan," dia mengusap air matanya, "Aku hanya merindukannya. Saat Sei-chan masuk ke gerbang sekolah. Aku kira dia datang menemuiku. Aku ini bodoh ya," Rheina memaksakan diri untuk tertawa.

Sei mengusap kepala Rheina dengan lembut, "Maaf aku membuatmu mengingat sesuatu yang buruk,"

Rheina tertawa, "Tidak buruk kok. Aku dan dia sudah memilih jalan sendiri-sendiri. Asalkan kami berdua tetap hidup itu sudah cukup. Aku masih bisa melihatnya dari kejauhan. Aku bisa tetap menyebut atau memanggil namanya jika aku merindukannya. Ini lebih baik daripada salah satu dari kami mati konyol karena perasaan kami."

Sei tersenyum, "Jika suatu saat kau butuh bantuanku, katakan saja. Aku tidak takut dengan Joker. Aku akan sangat senang jika Hikari Mai kembali hidup,"

"Aku baik-baik saja disini Sei-chan," ucap Rheina memaksakan diri sambil tersenyum. "Mungkin aku hanya meminta tolong untuk menjaganya dari bahaya. Memastikan Luciel tetap hidup apa pun yang terjadi,"

"Hmmm... itu permintaan yang agak sulit," Sei memasang dagu sambil berpikir. "Tapi demi Hikari-chan aku akan mencobanya,"

"Terima kasih," Rheina memeluk Sei dengan erat.

Tak berapa lama Mika muncul dengan Lily. Keduanya terlihat heran karena Sei dan Rheina tengah asyik bercanda.

"Kau bilang Rheina sedang menangis Mika," gumam Lily bingung.

"Mungkin sudah selesai," seru Mika ikut bingung.

"Kalian berdua kenapa bengong di depan pintu?" tanya Rheina.

Lily dan Mika memegang dahi mereka sambil menghela nafas berat,

"Maaf Lily-san. Aku kira ini sesuatu yang gawat," keluh Mika.

"Tidak apa-apa Mika. Aku sudah mengira hal ini mungkin terjadi," balas Lily tak kalah lesu. "Rheina cepatlah masuk ke kelas. Jam pelajaran kelima sudah dimulai,"

Rheina mengecek jam di tangan Sei, "Gawat! Hiro sensei itu killer! Aku pergi dulu! Bye Mika! Sei-chan!" Dia langsung berlari cepat keluar mobil kembali ke kelasnya di lantai dua.

Lily menatap punggung Rheina sampai hilang masuk ke dalam gedung sekolah. "Terima kasih sudah membuatnya ceria lagi Sei-sama," ucapnya tulus. "Sejujurnya saya kewalahan karena dia terus saja menyakiti dirinya sendiri."

"Apa tidak ada cara untuk menyatukan mereka berdua?" tanya Sei.

Lily menggeleng, "Joker sudah membuat pencegahan jauh sebelum Rheina menyadari betapa mendalamnya dia mencintai Luciel. Dia mengurung Rheina selama satu minggu di rumahnya. Hal itu membuat Rheina sangat ketakutan."

Sei meninju dinding mobil, "Lelaki tua itu!" geramnya. "Jika bukan karena Rheina, aku pasti akan menghancurkan kerajaannya,"

"Saya hanya berharap Rheina bisa merelakan perasaan cintanya sebelum dia menyakiti dirinya lebih jauh lagi," kata Lily. "Luciel pun sepertinya sudah menyadari bahwa dia dan Rheina tidak akan mungkin bersatu."

Sei menggaruk belakang kepalanya, "Aku tidak pernah mengerti jalan pikiran wanita,"

"Saya permisi kalau begitu," ucap Lily sambil menunduk hormat ke arah Sei sebelum berbalik menyusul Rheina.

***

Rheina baru sampai di rumahnya. Dia menurunkan headphone dan mulai membereskan barang-barangnya. Pekerjan sebelumnya dia menyamar sebagai seorang mahasiswi jurusan psikologi di universitas Amerika untuk mengawasi salah satu dosen yang dicurigai menjual informasi negara.

Tiba-tiba handphonenya berbunyi. Dengan cepat dia segera mengangkatnya.

"Vanderwood?" tanya Rheina.

"Aku hanya ingin mengecek apa yang sedang kau kerjakan sekarang," sapa vanderwood.

"Aku baik-baik saja disini," jawab Rheina. "Apa maumu?"

"Aku hanya ingin melaporkan kepadamu kalau mobil yang kau pesankan untuk Luciel sudah tiba dirumahnya hari ini," lapor Vanderwood. "Dia sangat menyukai mobil barunya tersebut. Dia ingin berbicara denganmu untuk berterima kasih tapi aku melarangnya sehingga aku mewakilinya untuk mengucapkan terima kasih."

Dada Rheina langsung terasa nyeri, "Tidak apa-apa. Terima kasih sudah memberitahuku." Ucap Rheina. "Aku harus mengejar masuk pesawat. Sampai nanti," dia langsung menutup telepon.

Beberapa detik kemudian ada pesan email masuk. Vanderwood mengirimkan gambar kepadanya. Saat dibuka, ternyata foto Luciel sedang berpose memegang handphonenya dengan latar belakang mobil lamborghini putih.

Rheina memperhatikan foto tersebut. Luciel memakai kemeja berwarna hijau dengan lengan digulung, wajahnya menunjukkan bahwa dia merasa bingung kenapa dia difoto sementara headphonenya masih terpasang di kepala. Kacamata fancy tidak terlihat melainkan kacamata cokelat besar. Dua tahun hampir tak bertemu tapi Luciel sudah banyak berubah.

Ada pesan kecil di bawah foto tersebut. [Aku harap kau tidak marah karena aku mengirim foto ini kepadamu. Aku benar-benar minta maaf atas apa yang terjadi dahulu kepadamu].

Air mata Rheina tumpah. Semenjak bertemu Sei, dia tidak pernah lagi berusaha mengingat Luciel atau penasaran apa yang dia lakukan. Dia mempercayakan semuanya kepada Sei dan belajar untuk merelakan perasaannya. Tapi ternyata itu semua hanya kedok semata. Hatinya kembali terasa sakit menatap foto di layar handphonenya.

Dia jatuh terduduk di dapur, menyenderkan kepalanya ke tembok. Dia menatap area dapur, tempat dia dan Luciel pernah saling berpelukan dan berciuman sebelum akhirnya mereka berpisah.

"Kenapa kau tidak datang menjemputku..." isak Rheina pedih. Dengan tangan gemetaran dia memandang layar handphonenya sekali lagi, memencet tombol delete untuk menghapus foto yang muncul di layar. "Sayonara...."

***

q�x��>ύz�

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro