Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 10


Part 10

Rheina bisa melihat pandangan kecewa dan terluka di mata Luciel. Tapi jika itu bisa membuat mereka berdua hidup, dia tidak peduli.

"Kau tidak serius, kan?" tanya Luciel.

"Aku serius," jawab Rheina, dadanya terasa ngilu saat mengatakannya. "Aku tidak pernah sekali pun mencintaimu. Perasaan seperti itu tidak pernah terlintas dipikiranku."

Luciel tertawa, "Aku tahu kau berusaha melindungiku dari Joker. Tapi percuma saja Rheina, matamu tidak bisa membohongiku. Kau benar-benar mencintaiku. Akui saja,"

Aku lupa kalau orang ini sangat keras kepala, "Aku ini mata-mata Luciel, tentu saja aku pintar berakting. Berpura-pura jatuh cinta kepada seseorang adalah keahlianku untuk mendapatkan informasi. Tidakkah kau menyadari itu? Aku hanya memanfaatkanmu untuk mencapai tujuanku. Sejak awal aku tidak pernah mencintaimu. Aku hanya berjanji akan melindungimu tapi bukan berarti aku juga mencintaimu,"

Luciel terlihat mengepal kedua tangannya, berusaha menahan gemuruh di dadanya. "Aku lupa kalau kau itu benar-benar orang yang sangat keras kepala,"

"Kau juga sangat keras kepala," Rheina berusaha tegar, "Aku hanya ingin kau hidup. Buang jauh-jauh perasaan cintamu kepadaku atau kita berdua mati. Kau lebih tahu apa yang akan terjadi kepada kita berdua jika kau mengumbar perasaan konyolmu itu,"

Senyum mengembang di wajah Luciel, "Aku tahu sekarang. Aku tahu! Aku tahu! Kau ju-!!"

Rheina langsung membekap mulut Luciel dengan cepat. "Ja-ngan-te-ri-ak!" bisik Rheina kesal. "Kau ingin membunuh kita berdua?!"

Tiba-tiba Luciel menjilat telapak tangan Rheina yang digunakan untuk membekap mulutnya.

"Kyaaaaa!!!" Rheina langsung melepas tangannya. "Apa yang kau lakukan?!"

Luciel mengedip, "Kau juga mencintaiku. Aku tahu itu," bisiknya tanpa suara, hanya menggerakkan bibir.

Percuma saja, keluh Rheina dalam hati. Dia menarik telapak tangan Luciel dan menuliskan kode disana. [Rumahku jam 03.00]

Luciel menarik tangan Rheina untuk membalas [Oke]

"Apa yang kalian lakukan?" tanya Lily sambil membawa nampan berisi makan siang.

"Lily... aku butuh bantuanmu," pinta Rheina. "Ini yang terakhir kalinya."

Lily memandang bingung tapi kemudian dia paham apa maksud Rheina. "Baiklah. Aku akan kerumahmu nanti sore. Setelah makan ini kau sudah diijinkan keluar. Cepatlah makan, Joker menunggu di kantor,"

Wajah Rheina langsung berubah murung, "Aku mengerti,"

"Kalau begitu aku pergi dulu," Luciel beranjak dari tempat duduknya. "Sampai nanti,"

Luciel segera keluar dari ruang perawatan dengan berdendang ringan. Rheina menatap punggung Luciel beberapa saat hingga menghilang dari balik pintu.

"Kau yakin?" tanya Lily. "Jika Joker tahu, tidak hanya kau, tapi Luciel juga akan mati,"

"Karena itu aku meminta bantuanmu Lily," jawab Rheina. "Ini terakhir kalinya aku akan egois. Dia harus hidup. Itu yang terpenting buatku."

Lily menghela nafas berat, "Baiklah... setidaknya kau masih bisa melihatnya dari kejauhan,"

Rheina tak berkomentar. Dia segera memakan makan siangnya dalam diam sementara Lily keluar mengambil pakaian ganti untuknya. Setelah makan, Rheina berganti baju dengan pakaian yang sudah Lily siapkan. Dress musim panas berwarna putih selutut dan cardigan berwarna biru. Pistol mini dan dagger terselip di kedua pahanya. Dia tidak tahu apa yang akan Joker lakukan kepadanya. Meskipun dia pasti kalah, setidaknya dia tidak akan menyerah begitu saja.

"Kau sudah siap?" tanya Lily.

Rheina mengangguk, "Ayo kita bereskan masalah ini,"

Rheina berjalan terlebih dahulu diikuti Lily di belakangnya. Mereka naik mobil lamborghini merah milik Rheina menuju bangunan tertinggi di kota bawah tanah tersebut.

Saat sampai, Rheina termenung sejenak, bangunan sepuluh lantai ini seperti monster yang bersiap akan mengurungnya hidup-hidup. Kedua tangan monster tersebut menggapai liar ingin mencengkram Rheina dengan erat.

"Tenangkan dirimu Rheina," Rheina menutup mata dan mengambil nafas panjang untuk menenangkan diri. "Ayo,"

Dia dan Lily segera masuk ke dalam lift menuju lantai teratas. Saat pintu terbuka, mereka berpapasan dengan Vanderwood. Rheina tak menyapa tapi mereka hanya saling menatap selama beberapa detik.

Pintu yang dituju adalah pintu besi sejajar dengan pintu lift. Dari kaca buram terlihat pergerakan seseorang. Rheina berhenti sejenak di depan pintu, menaruh jari telunjuknya pada scanner.

[Rheina Wong, Agent 606, confirmed]

Pintu terbuka dengan sendirinya. Rheina dan Lily masuk, mereka langsung melihat Joker sedang duduk santai di sofa sambil meminum wine merah.

"Kau sudah sadar?" tanya Joker santai. Dia memberi isyarat agar Rheina duduk di sebelahnya.

"Seperti yang kau lihat," Rheina menurut untuk duduk di sebelah Joker, dari balik jas hitamnya, Rheina bisa melihat pistol silver tersemat aman.

"Maaf aku harus mengurungmu selama seminggu," ucap Joker. "Kau tentu tahu bagaimana rasa kecewa yang aku terima jika anak kesayanganku berbuat nakal. Aku harus mendisiplinkannya. Kau tentu tidak ingin mengecewakanku, kan?"

"Tentu tidak, maafkan aku," ucap Rheina waspada. "Aku hanya ingin melihat apa yang kau berikan kepadanya. Aku takut kau lebih sayang kepadanya daripada aku,"

"Rheina... Rheina... Rheina..." panggil Joker sambil berdiri mengintari sofa. "Tentu saja aku lebih sayang kepadamu. Jika tidak sayang, aku tidak akan repot-repot untuk menghukummu seperti kemarin. Kau bahkan tidak akan berada disini sekarang bersamaku,"

"Aku tahu itu. Terima kasih sudah menghukumku. Aku sekarang sudah sadar kalau ternyata kau lebih sayang kepadaku," ucap Rheina, kedua matanya mengikuti pergerakan Joker. "Aku masih lelah. Bolehkah aku pergi beristirahat? Aku harus bersiap untuk misiku selanjutnya."

Joker meletakkan gelas winenya, "Oh tentu saja. Kemarilah sebentar, biarkan aku memelukmu sebentar saja," dia meretangkan kedua tangannya.

Rheina menutup mata sejenak sambil menghela nafas, "Aku ini sudah dewasa Joker," ucapnya tapi dia tetap maju dan memeluk Joker.

Joker balas memeluknya erat, dia mendekatkan mulutnya ke telinga Rheina agar bisa berbisik. "Jika hal ini terulang lagi, kau dan laki-laki yang kau cintai itu tidak akan melihat matahari lagi. Aku bisa pastikan itu terjadi dengan kedua tanganku sendiri,"

Rheina bergidik, dengan cepat dia melepas pelukannya. Wajah ketakutannya berbanding terbalik dengan wajah Joker yang terlihat bingung.

"A-aku pergi dulu," Rheina segera keluar dari pintu tanpa menoleh sedikit pun. Lily mengikutinya dengan tergesa-gesa.

"Rheina! Rheina!" panggil Lily tapi Rheina tidak berhenti.

Lift langsung terbuka begitu Rheina dan Lily sampai di depan pintu lift. Keduanya segera masuk. Setelah tertutup barulah Rheina jatuh terduduk, kakinya seperti kehilangan tenaga.

"Rheina! Apa yang terjadi?!" tanya Lily khawatir. "Apa yang dia ucapkan?"

"Lily..." ucapan Rheina lebih seperti bisikan. "Dia akan membunuhku dan Luciel... aku tidak boleh membiarkan hal itu terjadi... dia tidak boleh membunuh Luciel..."

***

Rheina membuka jendela yang mengarah ke danau untuk Luciel yang bersembunyi di dekat pohon. Dengan sigap Luciel menyelinap masuk sebelum sensor deteksi menangkap sinyal keberadaannya.

"Huff.... lebih sulit daripada mencuri data," keluh Luciel.

Rheina terkikik, "Anggap saja ini latihan untuk misimu berikutnya,"

Luciel mengikuti Rheina ke dapur. Sekilas dia melihat bekas dagger dimana-mana. Dia penasaran akhirnya menyusuri seluruh dapur, ternyata hampir semua tempat terdapat bekas dagger.

"Rumah ini seperti bekas pembantaian," gumam Luciel, "Apa yang terjadi?"

"Kau tidak ingin mengetahuinya. Percayalah padaku," ujar Rheina menghindar. "Kopi? soda?"

Luciel menahan tangan kanan Rheina, "Aku ingin tahu,"

Rheina mendesah, "Aku hilang kendali, itu saja."

"Pemicunya?" tanya Luciel tak puas.

Rheina menyenderkan diri ke sisi dapur, Luciel berdiri di depannya menanti jawaban. "Apa kau tahu kalau aku harus rutin meminum obatku setiap hari?"

"Aku tahu," jawab Luciel.

"Jika sehari tidak meminumnya kepalaku akan pusing, jika dua hari kepalaku mulai sakit. Jika tiga hari aku tidak mendapatkan obatnya..." ucapan Rheina terhenti sejenak, dia berbalik memandang ke arah danau. "Aku akan menggila karena sakit kepala. Aku tidak mengingat jelas apa yang terjadi tapi yang kurasakan hanya satu. Aku ingin sakit kepalaku menghilang. Bekas-bekas dagger itu karena aku berusaha mencari obatnya. Itu tahap awalnya. Tahap akhirnya, aku mungkin akan menyakiti diriku sendiri jika tidak menemukan obatnya. Lily dan Joker yang selalu mengawasi keadaanku. Paling buruk mungkin aku berusaha menebas atau melubangi kepalaku sendiri dengan semua benda yang bisa aku temukan. Karena itu, tidak ada alat makan alumunium disini" Rheina membuka laci dapur. Tidak ada pisau atau benda tajam lain. Hanya ada alat makan plastik dan benda-benda dari kertas lainnya.

Luciel terlihat shock, "Jadi kenapa kau ada dirumah sakit hari ini?"

Rheina mengangguk, "Ini hukumanku karena aku melanggar peraturan Joker. Karena itu..." Rheina mengambil pistol dari balik roknya dan mengarahkannya ke Luciel.

Luciel langsung berubah waspada, dia mengangkat kedua tangannya, "Apa maksud semua ini Rheina?"

"Aku hanya menegaskan apa yang aku ucapkan tadi siang," ucap Rheina dengan wajah dingin. "Aku tidak mencintaimu. Jadi berhentilah bermimpi aku akan kabur bersamamu,"

"Jika aku tetap menolak?" tanya Luciel. "Apa kau akan membunuhku disini?"

"Jika itu membuatmu sadar, aku tidak akan segan-segan melubangi jantungmu," Rheina mulai menarik pelatuk pistolnya.

"Kalau begitu lakukan saja," ucap Luciel sambil mendekat. Kali ini tidak ada jarak antara lubang peluru dengan dadanya yang bidang. "Aku tidak keberatan mati ditanganmu,"

Rheina menatap shock, sanggupkah dia membunuh Luciel? Dia hanya tinggal menarik tangannya ke dalam dan peluru tersebut akan menembus dada Luciel. Tangannya mulai gemetaran. Baru kali ini dia takut untuk membunuh seseorang.

Dia menurunkan pistolnya seraya menundukkan kepala, air matanya tumpah, "Kenapa kau tidak mengerti juga..." isaknya. "Jika kau terus bersamaku, kau akan mati. Aku hanya ingin kau hidup... jika begini caranya..." dia mengangkat pistolnya dan menekan pistol tersebut ke pelipisnya. "Jika begini apakah kau bersedia melepasku?" dia menarik pelatuknya.

"JANGAN!!!" teriak Luciel panik.

"DORR!!!"

Beruntung Luciel langsung mengarahkan tangan Rheina ke atas sehingga peluru tersebut menembak langit-langit rumah.

"Apa kau sudah gila!!!" omel Luciel, dia merebut pistol di tangan Rheina dan melemparnya. "Kau bisa mati!!"

Rheina tak menjawab, air matanya masih terus mengalir deras. Dia membiarkan Luciel memeluknya.

"Hah...Inikah rasanya ditolak oleh wanita yang kucintai demi keinginan bodohnya..." desah Luciel. "Baiklah... aku menyerah Rheina... aku menyerah..."

Tak ada jawaban, Rheina masih tetap berada di posisinya.

"Rheina?" panggil Luciel bingung. "Kau baik-baik saja?"

"Satu kali ini saja," gumam Rheina.

"Satu kali?" ulang Luciel bingung. "Huwaaa!!!" tiba-tiba saja Rheina memeluknya dengan erat.

"He-hei! Hei! Hei! Apa maksudnya ini?!" seru Luciel kebingungan. "Kau sudah menolakku tapi kenapa memelukku seperti ini?"

"Ini perpisahanku denganmu. Jadi aku ingin berbuat egois satu kali ini saja," gumam Rheina, dia masih menundukkan kepalanya. "Setelah ini aku tidak akan menemuimu. Setelah ini Joker tidak akan macam-macam denganmu. Setelah ini kau akan terus hidup. Karena itu... satu kali ini saja, biarkan aku berbuat egois."

Luciel memegang keningnya, dia menghela nafas berat. "Ini tidak adil namanya," keluhnya. "Kalau begitu aku juga akan berbuat egois untuk terakhir kalinya. Rheina, lihat aku,"

Rheina menengadahkan kepalanya, saat itulah Luciel menarik dagunya dan mendaratkan ciuman ke bibirnya. Mereka tetap berpelukan sementara lidah mereka saling berkait dalam ciuman tersebut. Rheina bisa merasakan air matanya mengalir kembali.

Untuk kali ini saja, bisik Rheina dalam hati.

Luciel baru melepas ciuman mereka saat keduanya mulai kehabisan nafas. Dia menyunggingkan senyuman manisnya, "Lebih baik daripada tidak sama sekali,"

Mau tak mau Rheina tertawa, "Kau ini benar-benar keras kepala,"

"Kau juga keras kepala," ujar Luciel tak mau kalah. "Hah.... jadi begini rasanya ditolak wanita. Tapi aku yakin kau pasti akan menyesal karena menolak cintaku,"

"Aku akan sangat menyesalinya," ucap Rheina jujur. "Aku akan mengawasimu, aku akan melihat apakah ada wanita yang berani mendekatimu."

"Apa kau akan cemburu jika aku menemukan wanita lain yang aku cintai selain dirimu?" goda Luciel.

"Aku akan sangat cemburu hingga mungkin aku akan membunuhnya," kata Rheina. "Tapi jika dia bisa membuatmu bahagia dan memastikan kau hidup, aku harus merelakanmu. Yang penting adalah kau hidup dan bahagia. Itu sudah cukup buatku."

"Aku juga akan sangat cemburu jika muncul laki-laki lain yang mampu menarikmu keluar dari dekapan Joker," seru Luciel. "Saat ini aku tidak bisa. Tapi aku ingin, suatu saat aku yang menarikmu keluar,"

"Aku tidak akan berharap," kata Rheina.

"Aku juga tidak akan berjanji," Luciel memeluk Rheina dengan erat.

"Asalkan kau hidup aman dan bahagia, itu sudah cukup buatku," ucap Luciel dan Rheina bersamaan.

Luciel melepas pelukan dan mengusap kepala Rheina lembut, "Boleh aku menciummu satu kali lagi? Aku janji ini yang terakhir,"

Rheina mengangguk. Luciel mulai mendekat hingga bibir mereka hanya satu senti saat intercome di rumah Rheina berbunyi.

"Ekhem! Maaf menganggu kesenangan kalian," terdengar suara nyaring Lily. "Tapi Luciel kau harus segera pergi karena sensor keamanan yang kumatikan akan kembali aktif dalam waktu lima menit."

Rheina dan Luciel tertawa mendengar ucapan Lily.

"Aku hanya butuh waktu tiga menit saja Lily," ucap Luciel setelah itu dia langsung melumat bibir Rheina dengan ganas.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro