Part 8
Part 8
Luciel menatap shock ke arah Zen. "I itu tidak seperti yang kau pikirkan,"
Zen menghela nafas panjang, "Aku tidak marah. Aku hanya membaca pesan yang sudah kau selesaikan di komputermu. Kau membiarkan layar bagian itu terbuka. Aku tidak sengaja,"
Luciel berpaling menatap ke arah lain, "Bukan maksudku untuk menyembunyikan hal tersebut. Itu hanyalah bagian dari masa lalu. Kami hanya sebatas sahabat pena. Dia mencintaimu Zen. Semua orang tahu itu. Kau juga sangat mencintainya. Kalian berdua cocok,"
"Kau mau bertaruh?" tanya Zen. "Aku tidak tahu apa pekerjaannya tapi aku bisa yakin bahwa dunianya sama dengan duniamu. Aku memang mencintainya. Tapi aku juga tahu bahwa kalian berdua saling mencintai. Instingku itu selalu benar dan terbukti. Hari ini pun kau juga datang ke apartemen Rika mempercayainya kan?"
Luciel diam tak menjawab hingga dokter keluar dari ruangan. Mereka berdua segera masuk, terlihat Yona sedang memandang keluar jendela.
"Yona, bagaimana keadaanmu?" tanya Zen, dia masuk diikuti Seven dari belakang.
"Aku baik-baik saja Zen," jawab Yona sekilas dia melirik Luciel.
"Baguslah kalau begitu," gumam Zen. "Bagaimana dengan sakit kepalamu? Apakah sekarang masih sakit?"
Yona terdiam sejenak, dia memandang Zen sejenak sebelum menunduk," Soal itu... sepertinya ingatanku sudah kembali... aku ingat siapa diriku," dia melirik Seven dari sudut matanya.
"Ingatanmu kembali?! wow selamat!!" seru Zen senang. "Sekarang kau bisa mengingat siapa dirimu sebenarnya. Itu bagus!! Kita harus merayakan hal ini!! Bagaimana jika setelah conferensi pers kita adakan pesta kesembuhan?"
Wajah Yona berubah murung, "Zen... aku...." Dia memandang Luciel tapi Luciel membuang muka. Akhirnya dia memilih kembali menunduk mengamati tangannya. "Tentang conferensi pers setelah pesta..."
"Yah? Ada apa? Apakah kau menjadi gugup karena aku akan mengumumkan secara resmi bahwa kau adalah kekasihku?" goda Zen.
Yona menutup mata, air matanya mengembang, dia tidak tahu bagaimana mengungkapkan perasaan di dadanya sekarang, dia menggengam dadanya dengan erat. Apa yang harus aku katakan, bisik Yona dalam hati.
"Kau baik-baik saja Yona? Dadamu sakit?" tanya Zen panik. Seven diam tapi dia bergerak mendekat.
Yona menggeleng, air matanya tumpah, "Aku baik-baik saja... sungguh... tapi..."
Pandangan Zen melembut, dia mengusap kepala Yona dengan lembut, "Yona... sampai kapan pun aku akan tetap mencintaimu. Tapi aku tahu kau sudah memiliki ksatriamu sendiri," dia menatap Luciel sekilas. "Aku tidak akan memaksamu,"
Yona menatap Zen tidak percaya, "Zen... bu bukan itu maksudku..."
Zen memasang senyum malaikatnya, "Kau mencintaiku, aku sadar itu Yona. Aku sangat senang sewaktu kau setuju bahwa kau mau jadi kekasihku. Aku benar-benar lelaki paling beruntung di dunia ini." Dia kembali menatap seven yang akan beranjak dari kursi. Menahan jaketnya dan memintanya duduk kembali.
Yona tak menjawab, matanya bertemu dengan mata seven tapi seven langsung memalingkan wajah. Dada Yona langsung merasa sakit.
"Tapi kau juga mencintai seven jauh sebelum aku mengenalmu," gumam Zen. "Sekarang kau tidak tahu apa yang harus kalu lakukan karena kau mencintai kami berdua, Aku benar, kan?
Yona hanya bisa memandang Zen, mulutnya terkunci.
Zen memasang senyum malaikatnya, dia menatap Luciel sejenak sebelum berpaling menatap Yona, "Jika suatu saat aku dan Seven terperangkap di sel bawah tanah, siapa yang akan kau selamatkan lebih dulu?"
Yona kembali terkejut, "Zen... I ini tidak adil...." Air matanya kembali mengalir. "A aku... aku tidak bisa..."
Zen membelai kepala Yona lembut. "Terima kasih kau pernah mencintaiku Yona. Aku benar-benar merasa beruntung pernah menjadi seseorang yang penting dihatimu. Tapi aku tahu, kau lebih mencintai Seven daripada aku."
Yona menunduk, dia tidak bisa membantah perkataan Zen, dia hanya bisa menangis. Zen tetap mengusap lembut kepala Yona selama beberapa saat. "Maafkan aku Zen... maafkan aku... maafkan aku...."
"Zen... Kau tidak boleh melakukan ini... Yona lebih bahagia bersamamu," pinta Seven. "Dia lebih aman bersamamu,"
Zen memandang Seven dengan tatapan jengkel, "Aku sudah patah hati karena Yona menolakku. Sekarang kau ingin membuat Yona patah hati juga?"
"Dia mencintaimu Zen," jelas Seven.
"Tapi dia lebih mencintaimu," balas Zen. "Kau harus sadar posisimu sekarang. Yona akan tetap menjadi pengagumku tapi tidak akan menjadi kekasihku."
Yona hanya terdiam, dia menyadari bahwa dia telah melukai dua orang yang sangat dia cintai. Tapi di dalam hati kecilnya, dia berharap bahwa Seven mau menerima cintanya. Dia menutup mata sambil menarik nafas panjang untuk menenangkan diri.
"Zen..." panggil Yona. "Terima kasih karena kau sangat mencintaiku... Aku akan tetap menjadi fans nomor satu untukmu. Semoga kau bisa menemukan wanita yang lebih hebat dariku. maafkan aku..."
Zen memasang senyum malaikatnya lagi, "Aku memang orang yang beruntung karena pernah mencintaimu Yona," dia melirik Seven. "Kalian berdua pasti baik-baik saja selama kalian bersama. Aku yakin itu. Instingku itu selalu benar, hari ini aku sudah membuktikannya."
Mau tak mau Yona tersenyum, "Kau benar, terima kasih Zen. Sebagai hadiah, aku akan memberitahumu sesuatu,"
"Apa itu?" Zen terlihat sangat bersemangat.
"Nama asliku Rheina, aku mata-mata, codenameku 606," jelas Yona. Seven dan Zen sama-sama terkejut.
"Kau.. memberitahunya?" tanya Seven tak percaya.
"Ini ucapan terima kasihku untuk idolaku," seru Yona.
"Ini serius?" seru Zen tidak percaya. "Aku kira kau bercanda Yo.. maksudku Rheina?"
"Ini serius," jawab Yona. "Aku mohon kau merahasiakannya dari yang lain. Aku memberitahumu karena kau special,"
Wajah Zen langsung tersenyum lebar, "Aku tidak kalah darimu Seven. Dengar, kan aku ini juga special,"
"Jangan tergoda, dia itu pintar merayu," Seven memberi peringatan.
Yona menatap Zen dan Seven yang tertawa bersama-sama. Dia senang ingatannya kembali dan Zen memaafkannya. Tapi sekarang, bagaimana hubungan dia dengan Seven? Dia kembali merenung.
Jumin, Jaehee dan Yoosung muncul tak berapa lama kemudian. Mereka terkejut karena mengetahui Ingatan Yona telah kembali. Merasa lega karena dia dan Zen tidak terluka sama sekali saat bom meledak.
"Syukurlah ingatanmu kembali Yona," seru Yoosung senang. "Jadi untuk acara conferensi pers besok pasti bisa berjalan lancar,"
"Ah... mengenai itu," Zen tiba-tiba berdiri. "Ada beberapa perubahan. Yoosung kau harus membantuku," dia berbalik dan mengedip ke arah Yona. "Ayo kalian bertiga ikut aku. Aku ingin menunjukkan sesuatu kepadaku. Seven, tolong jaga Yona untukku sebentar,"
"Eeeehhhh... menunjukkan apa?" protes Yoosung. Tapi tetap saja mengikuti Zen.
"Kalau begitu aku pergi dulu, senang mengetahui kau baik-baik saja Yona," pamit Jumin.
"Terima kasih Jumin," Yona berusaha tersenyum.
"Sampai besok Yona," pamit Jaehee.
Sekarang hanya tertinggal Yona dan Seven di dalam ruangan tersebut. Yona tetap diam, dia meraih handphone, memencet tombol tertentu.
"Lily, ini aku," ucap Yona setelah nada tersambung. "Yah... maafkan aku. Aku berhutang nyawa padamu karena menutupi kasus amnesiaku ke Joker. Aku akan segera menyelesaikan misi ini dan pulang. Joker tidak perlu tahu dan jangan sampai tahu kalau kita berdua ingin hidup. Bilang saja bahwa aku pura-pura amnesia untuk mendapatkan informasi,"
Seven diam tapi tetap memandang Yona dengan tatapan tak percaya.
"Tidak, tidak. Amnesiaku justru membantuku mendapatkan teka-teki terakhir.... Yah.. aku akan membawanya juga. Dia juga perlu tahu soal ini." Yona memandang Seven sekilas. "Aku tidak akan lari! Anggap saja aku menembak dua burung sekaligus, kau tidak perlu khawatir. Akan kuhubungi lagi jika semuanya sudah siap. Jangan lupa awasi si hacker." Yona segera menutup teleponnya.
"Misi apa? Kau ingin membawaku kemana?" tuntut Seven.
Yona terdiam sejenak, kepala berpikir bagaimana cara yang terbaik untuk menjelaskan. "Aku tahu siapa hacker yang membawaku kesini dan siapa dalang dari semua kekacauan ini. Dan... aku melihat saeran..."
"Saeran!!! Dimana kau melihatnya??" tanya Seven.
***
2oM4Q)L
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro