Part 6
Part 6
Zen mengumumkan di messenger kalau dia akan menggunakan kesempatan conferensi pers nanti untuk menyatakan bahwa Yona adalah kekasihnya. Semua orang merasa senang, termasuk Seven. Tangannya tak bisa berhenti mengetik ucapan selamat di messenger.
"Setidaknya dia bahagia sekarang," desah Seven sambil meletakkan handphone.
Dia sudah menemukan bukti bahwa Zen tidak bersalah. Saksi juga sudah ditemukan, tidak jauh-jauh dari tempat tinggal Zen sendiri karena yang melihat kejadiannya adalah penjual roti ikan di depan apartemen Zen. Yoosung yang mengusulkan ide tersebut dan ternyata berhasil.
"Setelah ini seharusnya happy ending," gumam Seven lagi, dia menampilkan kembali hasil translate kode yang ada di kertas Yona. Seven sudah mengetikkan arti kata tersebut. Dia ingin menghapusnya tapi tangannya tak bisa bergerak memencet tombol delete di keyboard.
Dia membuka kembali kotak hitam berisi kalung bandul 707, pemberian Yona ketika mereka sama-sama satu kelas di SMA. Hanya satu tahun mereka bersama. Yona dalam misi untuk mencari informasi. Sementara dia berkesempatan untuk bersekolah normal layaknya anak seumuran dia dengan pengawasan vanderwood. Dunia mereka sudah berbeda sejak awal mereka bertemu.
"Yona... Rheina.. Yona... Rheina... hah... " ia berteriak keras hingga dadanya merasa lega.
"Kau gila ya?" tanya vanderwood.
"Aku memang sudah gila," jawab Seven menyetujui. Dia menatap layar CCTV. Terlihat Yona sedang menelepon seseorang, wajahnya ceria dan tertawa-tawa. Pasti Zen, gerutu Seven dalam hati.
***
Yona tidak bisa tidur semalaman, semenjak Zen mengatakan bahwa dia akan meresmikan hubungan mereka berdua, hatinya selalu merasa resah. Tapi dia tidak tahu apa yang membuatnya resah.
"Apa aku ini hanya merasa gugup saja?" desah Yona.
Saat membuka messenger, Yona dikejutkan dengan kabar dari seven bahwa sistem alarm khusus di apartemen telah di hack oleh unknown. Sebuah bom akan meledak jika ada seseorang yang masuk atau keluar apartemen. Seven berjanji akan segera memperbaiki sistem tersebut, karena itu Yona tidak perlu khawatir asalkan tidak keluar atau masuk apartemen untuk sementara waktu.
"Kenapa aku malah merasa santai-santai saja saat ada bom di apartemen ini akan meledak?" gumam Yona.
Dia menghabiskan waktu dengan membaca buku dan membuka internet. Kasus Zen semakin panas. Tapi ada beberapa artikel yang membantu memperbaiki citra Zen. Beberapa menceritkan bahwa Echo girl memang gadis yang sangat agresif, manja, selalu menggunakan kekuasaan ayahnya untuk mendapatkan sesuatu. Ada juga berita kalau sebenarnya Echo Girl memang fans fanatic Zen dengan memperlihatkan beberapa foto mirip Echo girl saat Zen sedang mengadakan pertunjukkan.
"PRANG!!!!"
Tiba-tiba saja salah satu jendela apartemen pecah. Seseorang menerobos masuk. Wajahnya ditutupi masker sehingga hanya terlihat matanya saja. Laki-laki ini berambut putih dengan mata biru tosca. Jaket kulit hitamnya terbuka memperlihatkan kaos merahnya.
"Siapa kau?" selidik Yona waspada.
"Hai Yona... aku datang menjemputmu," ujar orang tersebut.
"Kalau aku menolak?" mata Yona menjelajah mencari sesuatu sebagai senjata. Tapi hanya ada kertas-kertas berserakan di meja.
Orang tersebut membuka masker, "Kau mencari ini?" dia mengacungkan switcher bomb.
"Kau... ukh..." tiba-tiba saja sakit kepala menyerang Yona. Bayangan kelebatan dia pernah melihat orang tersebut di suatu tempat. "Si siapa kau... ugh..."
"Tenang saja Yona... aku tidak akan menekan tombol ini, seluruh isi di dalam apartemen ini berharga, begitu juga kau." Laki-laki tersebut mendekati Yona perlahan.
"Yona!!!" Zen tiba-tiba menerobos masuk.
Dengan cepat laki-laki tersebut membekap Yona dengan mudah karena kepalanya berdenyut-denyut, sakit kepalanya membuatnya tak bisa bergerak.
"Oh... kau datang untuk menyelamatkan gadis ini?" sindir laki-laki tersebut.
"Lepaskan Yona," gertak Zen. "Kau si unknown yang membawa dia kesini bukan? Apa maumu? Lepaskan dia!"
"Kalau aku tidak mau bagaimana?" unknown mengacungkan switcher. Zen mundur perlahan, "Jika aku menekan tombol ini, kita semua akan mati. Kau tidak mau itu terjadi kan Luciel?"
"Aku bukan Luciel, lepaskan Yona," seru Zen.
Yona menengadah, dia melihat Zen. "Zen... ugh..." Pikirannya kembali terfokus, dia harus lepas dari cengkraman unknown dan melarikan diri dari tempat ini. Sakit kepalanya harus menunggu.
"Jangan macam-macam Luciel," perintah unknown, "Kau harus ikut denganku jika ingin dia selamat,"
Yona menyiapkan tenaga. 1..2...3! dia menggigit lengan unknown dengan cepat.
"Akh!! Apa yang kau lakukan!!" teriak unknown kesakitan.
"Zen! Lari!!!" Yona menarik tangan Zen dan membawanya kabur.
"Awas kalian!!" unknown tanpa sengaja memencet tombol bomb. Seketika itu juga bom aktif.
"DOOOAAARRRRRRR!!!!!!!"
Sebuah ledakan hebat menghancurkan apartemen Rika. Yona berhasil menggeret Zen keluar dari gedung tepat waktu. Zen menggunakan badannya untuk melindungi Yona dari ledakan.
"Kyaaaaaaa!!!!!" sakit kepala Yona semakin menyiksa. Bayangan dia mengendarai sebuah mobil dengan kecepatan tinggi kemudian dia jatuh ke jurang dan mobil tersebut meledak berkelebat di kepalanya.
"Yona!!!! Apa yang terjadi!!!!" teriak Zen panik.
***
Seven seperti orang tolol melihat kepergian Zen setelah dia berhasil memaksa Seven untuk memberitahukan alamat apartemen Rika gara-gara sebuah mimpi buruk.
"Mimpi buruk apanya..." gerutu Seven. Dia berbalik menghadap ke layar komputer. Dia melihat layar CCTV, terlihat Yona sedang menjelajah internet dengan santai. Tapi entah kenapa, perasaan tidak enaknya semakin kuat. Dia merasa takut apa yang dimimpikan Zen menjadi kenyataan. Dia tahu seperti apa Yona sebenarnya sehingga dia pasti baik-baik saja. Tapi saat ini dia hilang ingatan.
"Tsk!!" seven segera mengambil kunci mobil, dia memakai Lamborghini putihnya agar bisa melesat cepat mengejar Zen. Dia membawa seluruh peralatannya tak lupa menghubungkan salah satu laptopnya dengan transmitter agar terkoneksi dengan CCTV di apartemen Rika.
Selama perjalanan, konsentrasinya terbagi antara jalan dan layar monitor, mengecek keadaan Yona. Benar saja dugaan Zen, dia melihat Yona menghadap ke salah satu sisi. Sepertinya seseorang berhasil masuk ke apartemen tersebut. "Brengsek!!" dia menekan gas hingga dalam, melajukan mobil hingga kecepatan tinggi agar cepat sampai ke apartemen.
"DOOOAARRRRR!!!!"
Seven melihat ledakan tersebut, dia cepat-cepat memarkir mobil dan berlari menuju apartemen. Hatinya lega sekaligus ketakutan saat melihat Zen dan Yona di halaman. Zen tidak terluka tapi dia melihat Yona merintih kesakitan memegang kepalanya.
"Zen!!!" dia berlari mendekati mereka berdua. "Apa yang terjadi?! kalian baik-baik saja?!" dia segera menelepon ambulance.
"Aku baik-baik saja, tapi kita harus segera membawa Yona ke rumah sakit," jelas Zen panik. "Yona... kau bisa mendengarku?"
Seven melihat Yona menengadah menatapnya. Pandangan mata Yona seperti seseorang yang melihat hantu, dia kembali berteriak kesakitan sebelum akhirnya jatuh pingsan.
"Yona!!!!"
***
014
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro