Part 10
Part 10
Luciel akhirnya berhasil membujuk Rheina agar menuruti perintahnya. Dia meminta agar Rheina tidak menggunakan kemampuannya. Jika dia ingin jujur, sebenarnya dia tidak ingin Rheina turun tangan karena saeran adalah masalahnya. Tapi dia akan merasa aman jika Rheina ikut bersamanya.
Luciel memang tidak terbiasa bekerja lapangan dan Rheina tentu lebih berpengalaman. Tapi dia tidak ingin melihat Rheina membunuh orang-orang tersebut karena hal tersebut pasti hanya akan membuat Rheina merasa dirinya semakin buruk. Tidak, dia ingin mengurangi rasa bersalah Rheina. Demi Luciel, Rheina berjanji tidak akan berbuat macam-macam dan akan menuruti semua perintahnya.
"Sekarang kita bertiga tertangkap dan kau tertembak," gerutu Rheina. "Jika aku tidak berjanji menuruti perintahmu, aku pasti sudah membereskan mereka semua."
Luciel tertawa getir, "Aku senang kau menuruti perintahku. Jumin sebentar lagi pasti datang. Aku berhasil mengirim koordinat kita ke messenger,"
"Kalian berdua benar-benar terlihat santai," keluh vanderwood. "Aku harap kau tidak berbohong tentang berkas putih untukku Rheina."
"Joker tidak keberatan menambahkan namamu," seru Rheina. "Jika kita selamat, kalian sudah resmi menjadi warga sipil biasa,"
"Entah kenapa aku suka mendengar istilah itu," gumam Luciel, "Warga sipil biasa,"
Luciel terkejut saat melihat the savior adalah Rika. Sementara itu V seperti otang tak berdaya yang menuruti seluruh perintahnya. Keadaan berbalik saat saeran justru berusaha membunuh Luciel. Rika menggiringnya ke ruang terapi tapi Luciel justru berlari mencegahnya. Rheina bisa saja melepas ikatannya dan membereskan seluruh kekacauan tapi karena janjinya dengan Luciel, dia hanya bisa berdoa bahwa Luciel akan berhasil.
Beruntung tak lama kemudian pasukan rahasia Jumin datang, mereka menangkap para anggota. Saeran dan Luciel dibawa ke rumah sakit.
***
Rheina memandangi taman belakang rumah sakit tanpa minat. Sepertinya sudah lama dia tidak merasakan suasana tenang dan damai, tanpa ada hiruk pikuk dan suara sirine dimana-mana.
"Apa yang kau pikirkan?" tiba-tiba Luciel duduk di sebelahnya. dia sudah sembuh. Mereka dirumah sakit untuk mengecek keadaan saeran.
"Suasana sepi," jawab Rheina. Dia memandang dua anak kecil berlarian dengan ceria di hadapan mereka. "Apa kau ingat saat aku pertama kali bertemu denganmu di gereja?"
"Aku ingat," jawab Luciel. "Aku tidak pernah menyangka kita sekarang duduk dengan damai disini,"
"Aku juga," Rheina menghela nafas. Dia mengeluarkan amplop cokelat besar yang sudah dia siapkan sebelumnya, menyerahkannya ke Luciel. "Ini hadiah untukmu,"
"Apa ini?" Luciel menerima dengan bingung. Dia membuka amplop tersebut, ternyata berisi data kependudukan dia, saeran dan vanderwood. "Joker yang mengirimkan ini?"
"Dia tidak pernah melanggar janjinya," seru Rheina. "Sekarang kau hanyalah seorang warga sipil biasa bernama Saeyong Choi, tinggal berdua bersama adik kembarmu Saeran Choi."
Luciel terdiam sesaat, "Lalu kau sendiri?"
Rheina tersenyum getir menatap Luciel, "Aku harus pulang. Joker ingin menemuiku,"
Luciel tersentak, dia langsung menggenggam tangan Rheina, "Kau tidak boleh pergi. Apa yang akan dia lakukan kepadamu nanti? inikah yang harus aku bayar demi berkas putih itu?"
Rheina menggeleng. "Kau tidak membayar apa pun. Aku yang meminta mereka. Lagipula aku punya jimat keberuntunganku," dia menggunakan tangan yang bebas untuk memainkan bandul 606nya. Tiba-tiba saja air matanya mengalir. "Eh? kenapa?"
Luciel langsung memeluk Rheina dengan erat. Hal tersebut justru semakin membuat air mata Rheina mengalir lebih deras.
"Luciel... bawa aku kabur dari sini... aku tidak mau pergi... tolong aku..." isak Rheina.
"Rheina..." bisik Luciel.
Luciel memeluk Rheina cukup lama, sebelum dia melepasnya. Dari kejauhan terlihat seorang wanita setengah baya berjalan mendekat. Memakai kacamata hitam dan berpakaian sangat modis. Rambutnya di potong bob, berjalan lurus menuju bangku tempat Rheina dan Luciel duduk.
"Selamat siang," sapa wanita tersebut.
"Aku tidak perlu dijemput Lily, aku tidak akan kabur," dengus Rheina. Dia segera berdiri dan membetulkan pakaian. "Aku harus pergi," dia menatap Luciel sambil tersenyum. "Sayonara.
Luciel ikut berdiri, dia langsung memeluk Rheina dengan erat, "Kau harus kembali kepadaku. Aku menunggumu," bisiknya lirih. Rheina hanya mengangguk.
Sebelum pergi, Rheina mencium pipi Luciel. "Kau hutang satu ciuman untukku," godanya.
"Aku akan berikan lebih dari sekedar ciuman jika kau mau," balas Luciel tak mau kalah.
***
Satu tahun berlalu sejak Rheina pergi meninggalkan Luciel. Sekarang dia dan adiknya membuka usaha robocat dan robodog, bekerjasama dengan Jumin. Meski pun sudah menjadi warga sipil biasa, Luciel tetap menjaga salah satu keahliannya untuk mengecek posisi seseorang. Hanya satu orang.
Kalung yang dia berikan tidak pernah menyala sehingga lokasi Rheina tidak pernah diketahui. Dia juga tidak pernah menerima pesan kode dari Rheina. Setiap malam dia berusaha meretas informasi apa pun di internet dan menghack beberapa informasi untuk mencari keberadaan Rheina tapi nihil.
"Dimana kau Rheina..." gerutu Luciel kesal.
"Luciel.. kalungmu berkedip-kedip daritadi," gumam Saeran dari balik punggung.
Luciel memandangi kalungnya, "Oh! Kau benar!" wajah Luciel berubah-rubah antara panik dan senang. Pasalnya hanya ada satu arti kenapa Rheina menekan tombol di kalungnya. SOS! Rheina dalam bahaya!
Dia mengetik dengan cepat di keyboard untuk mencari lokasi tersebut dan memindai area di sekitarnya.
"Kau akan pergi mencarinya?" tanya Saeran.
"Tentu saja," jawab Luciel cepat. Dia menekan tombol enter. Terkejut melihat dimana Rheina mengirimkan lokasi SOSnya. "Hutan perbatasan?" dia mengecek citra satelit. "Pesawat ini bergerak aneh? Astaga!! Pesawatnya bisa meledak jika menabrak!!"
Luciel segera melakukan kalkukasi perhitungan dimana kira-kira pesawat tersebut akan jatuh, kemudian setelah mengambil beberapa peralatan penyelamatan dia langsung melesat menuju koordinat yang dimaksud dengan mobil putihnya. Dia menekan pedal dalam-dalam, berusaha sampai sebelum waktu estimasi tabrakan. Waktu dia hanya satu jam untuk sampai sebelum pesawat yang ditumpangi Rheina meledak.
"Apa yang dia pikirkan? Pesawatnya dibajak sehingga dia tidak bisa kabur melarikan diri? Tidak. Tidak. Dia bisa mengurus pembajak itu seorang diri," gumam Luciel panik. Dia berusaha menghubungi Rheina tapi tidak tersambung. "Sial! Jangan-jangan dia terperangkap dan tidak bisa menyelamatkan diri sendiri!"
Hutan sudah terlihat. Luciel mencari-cari pesawat yang dimaksud. "Itu dia!" pesawat tersebut terlihat di horizon. Melaju dengan kecepatan tinggi, bersiap menghantam tanah. "Ini terlalu cepat!" dengan kecepatan tinggi Luciel mengejar laju pesawat. Tidak akan sempat! Sial! Bagaimana ini! Luciel mengutuk diri sendiri. "Kau tidak boleh mati Rheina! Tidak sampai kau memenuhi janjimu untuk kembali ke sisiku!"
"DOOOAAARRRRR!!!!!!!"
Pesawat meledak dengan hebat satu kilometer di depan Luciel. Dia mendadak menghentikan mobil. Menatap nanar ledakan pesawat tersebut. "Ti tidak mungkin... tidak..."
Selama beberapa detik dia terpaku melihat awan hitam membumbung tinggi ke langit, api berkobar dengan hebat. Kemudian dia sadar bahwa sinyal kalung Rheina masih berkedip. Jika masih berkedip artinya kalung tersebut tidak ikut meledak. Artinya si pemilik kalung masih hidup. Dengan sigap Luciel melaju ke arah ledakan.
"Dimana! Dimana! Dimana! Dimana!" Luciel menyisir hutan. Saat tidak mungkin menggunakan mobil, dia langsung mengambil ranselnya dan mulai melakukan pencarian dengan jalan kaki. Dia mengecek koordinat kalung Rheina. Jaraknya 500 meter dari tempat dia berdiri dan aman dari area ledakan pesawat. "Dia harusnya selamat. Tapi dimana?" Dia menyisir hutan dengan teropong tapi tidak terlihat tanda-tanda Rheina. Jejak darah atau kaki juga tidak terlihat.
Luciel berdiri tepat di sebuah pohon besar. Koordinat kalung tersebut berhenti tepat di pohon ini. Dia mengelilingi pohon tersebut, kosong. Dia mengecek ke atas, tidak terlihat tanda-tanda benda atau orang tersangkut di pohon. "Dimana dia?"
"Kau mencariku?" Rheina tiba-tiba sudah berada di belakangnya.
Luciel langsung berbalik. "Kau! Apa yang terjadi?! Kau baik-baik saja?!"
Rheina mundur beberapa langkah sambil meretangkan badan, "Silahkan di cek," dia mengedip nakal. Luciel bisa melihat kalung Rheina masih berkedip-kedip.
Luciel mendesah lega. Tentu saja dia selamat, dia tidak mungkin mati hanya karena terperangkap di dalam pesawat. Kendalikan dirimu Luciel, gerutunya dalam hati. "Jadi.. apa yang sebenarnya terjadi disini? Kenapa kau bisa ada di pesawat?"
Rheina mendekat, dia melepas kalung 606nya dan mematikan sinyal SOS, "Hadiah kejutan dari Joker tapi tidak berhasil. Dia benar-benar tidak rela kehilanganku,"
"Hadiah kejutan? Pesawat itu?!" tanya Luciel tidak percaya.
"Hmm... lebih tepatnya aku jatuh ke perangkap dia. Joker berhasil membuatku minum racun dan pingsan. Lalu aku diikat di dalam pesawat itu. Begitu sadar, pesawat sudah hampir menabrak hutan. Saat berusaha melepas ikatanku, tanpa sengaja aku menyalakan sinyal SOS di kalung ini. Tapi aku berhasil keluar sebelum pesawat itu jatuh," jelas Rheina. "Lihat, aku baik-baik saja kan?"
Luciel kembali memeriksa Rheina. Memang dia terlihat baik-baik saja. Tapi dia baru menyadari bahwa Rheina mandi keringat. Wajahnya sedikit pucat dan nafasnya cepat. Ada beberapa luka gores di tubuhnya. Luciel segera mendekat dan memeluk tubuh mungil tersebut dengan erat, "Syukurlah kau selamat..."
"Lu...Ugh... " pandangan Rheina sedikit kabur. Luciel yang menyadari hal tersebut langsung mendudukan Rheina di salah satu akar pohon. Dia merogoh tas Rheina untuk mencari kotak obat.
"Ini... kau terlihat berantakan," Luciel menyerahkan kotak obat tersebut dan sebotol air mineral.
"Tapi itu sepadan kok," Rheina mengambil beberapa obat tertentu kemudian meminum habis air mineral tersebut. "Terima kasih." Dia merogoh tas dan mengeluarkan sebuah amplop cokelat. "Hadiah untukmu,"
Luciel menerima amplop tersebut dan mengambil isinya, "Ini berkas kependudukan milikmu?! Joker benar-benar melepasmu?!"
Rheina tertawa senang, " Cek amplop putihnya,"
Luciel menurut. Dia membuka amplop putih yang berukuran lebih kecil. Langsung saja tawanya meledak, "Dia benar-benar menyayangimu ya?! Ahahahaha!! Astaga... aku benar-benar tidak menyangka dia memberi kita surat ijin mengikuti penerbangan NASA ke stasiun luar angkasa bulan depan. Apa ini artinya dia merestui hubungan kita?"
Rheina mengangkat bahu, "Entahlah... jika dia merestui hubungan kita. Berarti lelucon perpisahanku dengan dia itu benar-benar tidak lucu. Tega-teganya membuat anak kesayangannya harus bersusah payah kabur dari ledakan pesawat! Akan kubalas dia nanti!"
Luciel hanya bisa menggeleng. Sejak dulu dia hanya diberitahu bahwa Joker memiliki kekuasaan tinggi, perintahnya adalah absolute dan selalu menuntut hasil kerja yang bersih dan sempurna. Dia bahkan tidak segan-segan menghukum Rheina jika pekerjaannya tidak memuaskan. Tapi bercanda dengan berusaha membunuh Rheina adalah sesuatu yang baru.
"Aku memang tidak pernah bertanya. Tapi Joker ini, siapa sebenarnya dia?" tanya Luciel penasaran. Dia punya beberapa kandidat tapi tidak ada yang cocok sesuai apa yang digambarkan Rheina. Pasti si Joker sangat pandai berakting di depan umum dan memiliki hacker yang lebih hebat darinya.
"Kau ingin tahu?" selidik Rheina. "Akan kubisikan namanya, kau tidak boleh membocorkannya atau kau mati."
"Aku tahu itu," jawab Luciel. "Jadi siapa dia?"
Rheina mendekat, Luciel sedikit membungkuk. "Dia itu, presiden A-"
"Presiden A?" ulang Luciel "Aw!!" tiba-tiba saja Rheina mengigit telinganya. "Apa yang kau lakukan?!"
Rheina mundur sambil tertawa geli, "Maaf, aku tidak bisa memberitahumu. Kau harus memaksaku untuk membuka mulutku," dia mengedip nakal.
Luciel menyeringai lebar, "Kau menantangku? Menikah di stasiun luar angkasa tinggal satu bulan lagi," dia menarik Rheina ke pelukannya kemudian berbisik, "Akan kubuat kau menyesal karena sudah menggoda calon suamimu,"
Rheina tertawa, "Aku tidak takut,"
Luciel langsung membopong Rheina dan membawanya ke mobil. "Ayo kita buat pesta pertunangan. Aku akan melamarmu disana untuk menghukummu. Akan kubuat hatimu meleleh dengan kekuatan cintaku,"
Rheina mencium Luciel kilat, "Aku bilang aku tidak takut,"
----The End----
JVJ�0b=p7
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro