Bab 7
Menatap penuh kasih sayang pada dua ponakannya yang berbaring di dalam box, Amber tidak dapat menahan rasa haru. Dua bayi mungil adalah hal paling berharga yang hadir dalam keluarganya. Perjuangan Siera tidak mudah saat mengandung bayi kembar, dan kelak bayi-bayi itu akan menjadi penerus keluarga Monterva.
Demi kelancaran Siera melahirkan, mereka mengosongkan satu lantai. Pasien yang semula ada di sini, dipindahkan ke tempat lain yang tidak kalah nyaman. Sebenarnya Siera menolak perlakukan istimewa seperti ini tapi River menerangkan kalau semua demi keselamatan bersama.
"Saat ini banyak musuh keluarga Orieska yang sedang mengicar kita. Kalau sampai mereka tahu kamu ada di sini, kasihan para pasien yang lain."
Amber memastikan kalau rumah sakit dijaga dengan ketat, tidak boleh ada sembarangan orang yang datang ke lantai ini. Demitri menjadi pimpinan penjagaan bersama Levin. Mereka pernah bekerja sama sebelumnya dan menjaga rumah sakit dari ancaman orang luar bukan tugas mudah. Anak buah River yang lain seperti Atoki dan Flint, pun turut membantu. Berjaga dengan penuh kegembiraan karena lahirkan pangeran dan puteri yang sudah mereka tunggu.
Terdengar langkah kaki mendekat. Suara ketuka sepatu beradu dengan lantai rumah sakit memecah keheningan. Amber tidak bergerak saat sang mama berdiri di sampingnya. Keduanya berdiri berdampingan menatap dua bayi yang tertudur pulas di dalam box. Ada dinding kaca yang memisahkan bayi-bayi itu dari mereka. Meskipun Amber ingin menggendong dan membuai dua ponakannya tapi menahan diri untuk tidak melakukannya sampai waktunya tiba.
"Kenapa kamu masih di sini?"
"Memangnya kenapa Mommy, aku masih ingin melihat si kembar."
"Amber, kamu sudah menikah."
"Iya, lalu?"
"Ini malam pertamamu."
Amber memutar bola mata. Tidak menyangka sang mama datang hanya untuk mengatakan hal seperti malam pertama. Jujur saja itu hal terakhir yang ingin dilakukannya dalam hidup adalah malam pertama bersama Jesse. Sampai sekarang mereka bahkan tidak pernah membahas akan tinggal di mana. Karena bagi Amber pernikahan ini tidak lebih dari formalitas. Tetap saja ia ingin menjalani kehidupan sendiri, yang jauh dari glamournya kehidupan Jesse.
"Mommy, bisa nggak kita bahas masalah itu? Kita sedang bahagia, ada dua cucu Mommy yang lucu dan menggemaskan."
Judy tersenyum, menatap kedua cucunya dengan bangga. "Mereka sangat menggemaskan. Verman bahkan tidak berhenti menangis saat melihat cucunya lahir dengan selamat."
"Mommy juga menangis."
"Memang, kebahagiaan datang bertubi-tubi hari ini." Teingat sesuatu Judy melotot pada anak perempuannya. Amber sudah berganti pakaian dari gaun pengantin kini memakai setelan hitam berupa blazer dan celana panjang. "Kenapa kamu masih di sini? Cepat pulang!"
Amber menoleh heran. "Pulang kemana?"
"Tentu saja ke rumahmu, maksudku rumah kalian berdua."
"Mulai kapan aku dan Jesse punya rumah pribadi?"
"Sekarang mungkin belum, karena rumah untuk kalian sedang dalam tahap renovasi. Untuk sementara kamu akan tinggal di penthouse Jesse."
"Bagaimana mungkin aku tinggal di penthouse?"
"Apanya yang tidak mungkin?"
"Mommy, bagaimana dengan anak buahku? Tidak mungkin mereka terpisah dariku!"
Judy memiringkan kepala, berkacak pinggang ke arah anak perempuannya. Amber yang pekerja keras, tidak pernah peduli urusan lain. Tidak pernah dekat dengan laki-laki kecuali saudara dan anak buahnya. Tidak heran kalau sekarang Amber kesulitan memulai hidup baru. Sebagai mama, sudah semestinya Judy mengarahkan jalan Amber.
"Kamu bukan hanya pemimpin, tapi juga seorang istri. Kenapa tidak berunding soal ini dengan suamimu?"
"Aku—"
"Jesse menuggu di lobi, sebaiknya kamu turun dan pulang sekarang. Bukan madu bisa kalian atur sesuai dengan jadwal Jesse. Ingat Amber, jangan sampai aku melihatmu pulang tanpa suami!"
Amber tidak habis pikir dengan sikap sang mama. Semena-mena mengusirnya dari rumah, dan memintanya tinggal bersama Jesse. Sedangkan ia tidak pernah serius dalam menikah. Memutuskan untuk pulang sebelum sang mama membunuhnya karena terus menerus membantah, Amber menyusuri lorong rumah sakit dengan lesu. Melewati deretan anak buahnya yang berjaga bersama Levin, dan mereka semua membungkuk ke arahnya.
"Dimitri, Amy, Uttu, kalian ikut aku turun!"
Perintah Amber dipatuhi oleh Dimitri yang berambut putih, Amy yang berambut hijau terang, serta Uttu yang botak. Tanpa kata mereka mengiringi langkah Amber. Lift berhenti di lobi yang sudah sepi, Amber mencari sosok suaminya dan merasa lega karena tidak menemukan Jesse. Berharap agar laki-laki itu menghilang entah kemana dengan begitu, malam ini ia bisa bebas.
"Miss, Tuan Jesse menunggu Anda di tempat parkir."
Pesan yang disampaikan Demitri saat mereka mencapai teras rumah sakit membuat Amber mendesah. Mau tidak mau ia melangkahkan kaki menuju tempat parkir. Jesse bersembunyi dari bayang-bayang, dengan berdiri di tempat yang tidak terlalu terang. Memakai kacamata, masker, serta topi yang menutupi muka. Amber mendengkus keras saat melihat penampilan suaminya.
"Apakah kamu tahu dengan berpenampilan begitu justru terlihat sangat mencurigakan?"
Jesse mengangkat bahu. "Sudah terbiasa. Kalian sudah selesai?"
"Yeah, aku bisa pulang sekarang. Jadi, bisa nggak kalau kita berpisah di sini?"
"Tidak! Kakek dengan keras memperingatkanku agar mengajakmu ke penthouse. Anak buahmu bisa membantumu merapikan barang-barangmu."
Amber menjentikkan jari, ketiga anak buahnya serta merta mundur beberapa langkah. Dengan tenang ia menghampiri Jesse dan berbisik.
"Aku terbiasa hidup bersama anak buahku. Pagi bangun, sampai menjelang tidurpun kami selalu bersama. Menurutmu apakah aku bisa tinggal bersama laki-laki lemah sepertimu?"
Mata Jesse melotot dari balik kacamata saat mendengar ejekan Amber. "Lemah? Kamu mengatakan aku lemah?"
"Tentu saja. Memangnya kamu bisa menggunakan senjata api atau pisau? Tidak bisa bukan? Sedangkan pekerjaanku mengharuskanku berjibaku dengan senjata dan kekerasan. Seharusnya demi keselamatanku, akan lebih aman dan nyaman kalau aku tinggal bersama anak buahku dan bukan kamu!"
Jesse menatap istrinya lekat-lekat. Sikap dan ucapan Amber yang meremehkan membuatnya kesal. Kalau bukan karena perintah si kakek, ia dengan senang hati akan meninggalkan istrinya di sini. Sayangnya kakeknya bukan hanya orang tua panutan tapi juga investor untuk proyek barunya. Kalau ingin masa depan serta karirnya selamat, ia harus patuh dan tunduk pada kakeknya. Termasuk menyerahkan masa muda dan kebahagiaannya dengan menikahi perempuan keras kepala serta arogan. Ia tahu kalau Amber adalah pewaris dari keluarga Monterva yang kaya raya dan berkuasa, tetap saja ia tidak suka dilecehkan seperti ini. Tersenyum kecil ia merogoh ponsel dari saku dan mengangkatnya ke hadapan Amber.
"Kalau begitu, kamu bicara langsung dengan Mommy. Karena baru saja dia meneleponku untuk mengajakmu pulang. Bagaimana istriku, Sayang? Apakah kamu ingin pulang dengan tenang atau Mommy yang akan menggotongmu?"
Amber mengepalkan tangan. "Omong kosong!"
"Oh ya? Bukankah ini nomor Mommy? Lihat, aku sudah menyimpannya."
Tidak salah lagi, nomor yang tertera di ponsel Jesse memang milik sang mama. Amber mendesah, merasa kalah oleh keadaan. Sekarang ini River dan Siera sedang bahagia, tidak elok kalau dirinya membuat keributan yang akan menghancurkan kebahagiaan mereka. Saat ini Amber sangat ingin memukul wajah tampan Jesse yang tertutup masker, tapi memilih untuk menahan diri.
Ia membalikkan tubuh, membero tanda pada ketiga anak buahnya untuk mendekat. "Demitri, aku akan tinggal di penthouse. Kau cari cara untuk tetap dekat denganku."
Dimitri membungkuk dengan kedua tangan berada di depan tubuh. "Miss boleh tenang. Kami sudah mendapatkan tempat tepat di samping Tuan Jesse."
"Hah, cepat sekali gerakan kalian?"
"Maaf, Miss."
Amber yakin kalau Dimitri sudah mendapat informasi sebelumnya dari sang mama. Tidak heran kalau bisa bertindak sigap tanpa menunggu perintah darinya.
"Amy!"
"Siap, Miss!" Perempuan berambut hijau membungkuk.
"Kau bawa beberapa orang mengawasi gang itu, aku yakin masih banyak anak buah Black Eagle berkeliaran di sana."
"Baik, Miss."
"Uttu, untuk sementara kau bantu Amy. Cukup Dimitri yang ada di sampingku. Ingat, jangan bertindak gegabah. Esok hari jemput aku, kita ke pelabuhan bersama!"
Jesse menatap dengan tercengang pada istrinya yang sedang memberikan perintah. Ia nyaris kehilangan kata-kata hingga Amber membalikkan tubuh dan membuka pintu mobil.
"Ayo, kita pulang!"
Satu-satunya kendaraan yang mengiringi mereka adalah milik Dimitri. Jesse melirik istrinya dari balik kemudi. Amber terpejam dengan kepala bersandar pada kursi. Mungkin tertidur karena kelelahan, Jesse tidak ingin menganggunya. Semua tanya yang ada di benakanya, akan diungkapkan nanti kalau waktunya pas.
Mata Amber mendadak terbuka, menatap tajam ke arah Jesse yang secara kebetulan sedang memandangnya. "Apakah kamu tahu siapa aku?"
Pertanyaan yang tidak disangka-sangka itu membuat Jesse kebingungan. "Maksudmu apa?"
"Kamu tahu aku dari keluarga Montera tapi apakah kamu tahu apa yang sebenarnya aku lakukan?"
Jesse berdehem kecil lalu mengangguk. "Iya, aku tahu kamu kepala gangster."
"Lalu?"
"Mafia daerah Barat."
"Oke, lalu?"
"Punya ribuan anak buah yang tersebar di penjuru kota dan negeri."
"Siapa yang mengatakanya padamu?"
"Kakek, dari sebelum menikah aku sudah tahu."
"Apakah semua keluargamu tahu?"
"Tidak. Kakek bilang yang tahu hanya kami berdua. Aku wajib tahu karena sebagai suami sudah kewajibanku melindungimu."
Amber memutar bola mata, kata-kata Jesse terdengar sangat lucu baginya. Ia terbiasa mandiri dengan pengawal ahli bertempur yang melindungi. Bagaimana bisa bergantung pada laki-laki tampan yang lebih suka bersolek dari pada memegang senjata?
"Aku tidak yakin kalau kamu mengerti dari ucapanmu barusan. Jesse, aku tekankan sekali lagi kalau aku tidak butuh dilindungi olehmu!"
Jesse menatap jalanan yang mulai sepi tanpa senyum. Menjawab serius pernyataan istrinya. "Aku yakin kalau kamu lebih dari mampu menjaga dirimu sendiri. Sayangnya kita berdua harus terikat dalam situasi yang tidak menyenangkan ini demi keluarga kita. Aku rasa kamu pun ingin hal yang sama denganku, Amber. Menjaga agar Mommy dan Kakek tetap tersenyum bahagia dan itu akan terjadi kalau pernikahan kita baik-baik saja."
"Setahun, aku rasa cukup untuk kita berdua."
"Tidak masalah, setahun harusnya lebih dari cukup untuk kita saling mengerti kalau sebenarnya kita tidak ditakdirkan bersama."
Amber menyetujui perkataan suaminya. Pernikahan mereka adalah impian dua keluaga, dan ia tidak akan merusak kebahagiaan sang Mommy dengan keegoisannya. Satu tahun ini, ia akan bertahan untuk menjadi istri dari penyanyi sekaligus artis terkenal, Jesse Livingston
.
.
Bab baru di Karyakarsa tayang malam ini.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro