Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 2

Pengaturan tempat duduk berubah saat Amber datang. River yang semula berada di samping Jesse kini berpindah ke sisi luar. Amber menggantikan posisi River, duduk di antara Siera dan Jesse yang kaku. Ia melirik calon suaminya yang bersikap seakan tidak mengenal. Tidak masalah baginya, karena ia pun tidak ingin mengenal Jesse lebih jauh. Lebih menyenangkan mengintai dan membantai musuh dari pada duduk bersama laki-laki berwajah kaku.

Di meja panjang, dua keluarga duduk berhadapan. Raven di samping sang mama, sedangkan Jesse datang bersama sang kakek dan juga kedua orang tuanya. Wajah-wajah mereka menunjukkan keramahan dan senyum cemerlang, sungguh berbeda dengan sikap si anak yang terlihat sangat tertekan. Jesse rupanya terlahir dari keluarga cemara yang bahagia.

Siera mendekat dan berbisik lembut. "Kak, jangan marah tapi baumu seperti bubuk mesiu bercampur anyir darah."

Mengendus bahunya, Amber bisa mencium bau yang campur aduk dari tubuhnya. "Baru bunuh orang. Kamu merasa mual?"

Siera mengangguk. "Sedikit."

"Maaf."

"Nggak apa-apa, aku tutup hidung pakai tisu."

Amber tidak menyadari wajah Jesse yang berubah aneh saat melihatnya duduk menyilangkan kaki. Ujung gaun yang pendek tersingkap dan menunjukkan paha serta betis yang tertutup stoking hitam. Bisa jadi aroma tubuhnya yang membuat laki-laki itu memucat. Amber tidak peduli, bersiap untuk mengambil minuman kala mendengar teguran sang mama.

"Amber, kamu nggak ganti pakaian?"

"Nggak bawa ganti," jawab Amber acuh tak acuh.

"Kamu baru datang dari mana?" Yang bertanya adalah laki-laki tua berumur kurang lebih 75 tahun dengan rambut putih dan tubuh kurus tinggi. Wajahnya yang berkeriput mempunya kemiripan dengan Jesse.

Tidak ingin membuat laki-laki itu terkena serangan jantung, Amber menjawab sambil tersenyum. "Bekerja, Kek."

"Oh, begitu rupanya. Calon cucu mantuku ternyata perempuan pekerja keras."

Laki-laki itu tertawa diikuti yang lain. Amber menahan diri untuk tidak memutar bola mata. Ia baru saja mengejar penjahat, membunuh mati beberapa orang, dan mereka membicarakan tentang pertunangan serta pernikahannya. Sungguh hari yang aneh bagi Amber. Ia menatap River, berharap mendapatkan dukung tapi adiknya sibuk bicara dengan sang istri. Mengalihkan pandangan pada Raven, nyatanya adik bungsunya justru menunduk seakan enggan bicara dengannya. Mereka bersekongkol untuk mengabaikannya.

"Maafkan anakku Pak Nino. Memang Amber ini kalau sedang bekerja suka lupa diri."

Si kakek yang bernama Nino tertawa keras dengan menunjukkan wajah gembira. "Tidak masalah Madam. Saya suka dengan Amber dari dulu. Anak perempuan yang baik dan pandai bekerja. Dia akan membawa kebahagiaan dalam rumah tangga bersama cucu saya, Jesse."

"Semoga pernikahan mereka kelak akan aman, tentram, dan juga mempererat hubungan kelurga antara Monterva dan Livingston."

Amber menatap si kakek, berusaha mengingat-ingat di mana pernah bertemu laki-laki tua itu. Kenapa Nino mengatakan menyukainya. Ia merasa tidak mengenal laki-laki itu. Kalau Jesse, sesekali melihat di layar televisi. Saat rencana pertunangan tercetus pertama kali, ia sudah menolak tapi keinginan sang mama tidak dapat diganggu-gugat. Terbukti dengan adiknya River, yang juga menurut saat harus menikah dengan Siera. Tidak ada yang tahu dari mana sang mama punya ide untuk menikahkan anak-anaknya dengan pasangan yang bukan dari kalangan mafia. Kehidupan mereka sangat keras, bukankah lebih cocok kalau berpasangan dengan orang yang juga kuat? Amber tanpa sadar menggeleng bingung.

Atoki muncul dengan kotak besar di tangan. Saat melihat kehadiran anak buahnya, River bicara pada sang kakak.

"Sebaiknya kamu ganti pakaian, Kak. Atoki sudah membawa gaun untukmu."

Amber menggeleng. "Tidak perlu."

"Harus! Kamu ganti sekarang, kami menunggu di sini!" perintah Judy.

Meskipun sangat kesal tapi Amber tidak dapat menolak perintah sang mama. Ia bangkit dari kursi, tanpa sadar tangannya menyenggol lutut Jesse. Laki-laki itu tidak mengatakan apa pun, hanya menatap sekilas seolah tidak tidak peduli dan Amber cukup tahu diri dengan tidak berusaha bersikap ramah. Ia sudah punya rencana untuk perjodohan ini. Tidak masalah kalau bertunangan, dan semoga saja tidak ada pernikahan. Kalau pun ada pernikahan, ia berencana mengajak Jesse rundingan. Satu tahun harusnya waktu yang cukup untuk sebuah pernikahan tanpa cinta.

Masuk ke dalam toilet dengan membawa kotak berisi gaun baru, Amber mencuci muka. Untungnya Siera membawa perlatan make up. Setelah mencuci muka, buang air, serta membasuh tubuh. Berdiri di kaca besar ia menyisir dan memoles wajah dengan bedak. Membuka pakaian kotornya dan mengganti dengan gaun hitam panjang yang sudah disiapkan. Gaun shimmer tanpa lengan dengan panjang mencapai mata kaki membuat tubuh Amber main terlihat langsing dan tinggi. Membuang pakaian bekas ke dalam tong sampah. Setelah melihat penampilannya lebih rapi, ia keluar dan di lorong berpapasan dengan Jesse yang sepertinya juga baru selesai dari toilet.

Mereka saling pandang, Amber mendekati calon tunangannya. Laki-laki itu tanpa sadar mundur dan Jesse menghimpitnya di dinding dengan satu tangannya terangkat, menempel di dekat kepala Jesse.

"Kenapa, Sayang? Takut sama aku, hah?"

Jesse mengedip, mengamati Amber yang terlihat cantik dalam balutan gaun hitam. "Tidak. Untuk apa aku takut."

"Oh, ya? Tapi aku melihatmu mengkerut saat melihatku. Apa kamu takut aku memperkosamu di sini?"

"Jangan bicara sembarangan, mana ada pikiran seperti itu dari seorang perempuan."

Amber makin mendekatkan tubuhnya dan kini menempel satu sama lain. Wangi yang menguar dari tubuh Jesse sedikit menggelitiknya. Fakta kalau Jesse ternyata lebih tinggi darinya cukup mengejutkan. Lengan kokoh, mata tajam, dengan wajah yang terbilang tampan, sosok Jesse ternya cukup menarik. Mungkin itu yang membuat banyak perempuan gila-gila padanya.

"Jesse, kamu tidak tahu apa yang bisa dilakukan para perempuan di dunai kami. Paham bukan apa arti dunia kami?"

Meneguk ludah Jesse mengangguk. Ingin mendorong Amber menjauh tapi tidak tega. Meskipun bergelar sebagai salah satu pimpinan ganster yang disegani ternyata Amber cukup cantik dengan tubuh sexy dan lembut. Jesse tadinya mengira akan bertemu dengan perempuan bertato, bicara kasar, dan bertubuh gempal tapi semuanya salah. Dengan tubuh langsingnya, Amber bisa jadi model alih-alih seorang gangster. Mereka mempunyai dunia yang bertolak belakang satu sama lain, entah apa yang mendasari sang kakek melakukan perjodohan ini.

Jesse menyingkirkan tangan Amber dari sisi kepalanya. Mengulurkan tangan untuk mengusap pinggang Amber, tersenyum saat perempuan itu melotot.

"Dunia kalian memang keras, sangat berbeda dengan duniaku yang bersinar. Aku setuju kita berbeda satu sama lain, lalu kenapa kamu tidak menolak pernikahan ini?"

"Aku sudah menolak. Kamu pikir aku akan terima begitu saja menikah dengan laki-laki cantik sepertimu?"

Cemooh Ambar membuat Jesse kesal. Baru kali ini ada yang mengatakan dirinya cantik. Biasanya para perempuan memujanya tampan, ganteng, atau gagah. Tidak pernah tercetus kata cantik dari bibir mereka. Amber punya penilaian yang sangat aneh. Demi membalas kekesalan Amber, ia dengan sengaja mengusap pinggang lalu turun ke pinggul. Menekan Amber agar lebih dekat dengan dirinya. Trik seperti ini harusnya bisa membuat perempuan mana pun merasa malu dan terhina, tapi sayangnya tidak berlaku untuk calon tunangannya.

Jemari Jesse membelai dengan posesif pinggul Amber dan berbisik di telinganya. "Laki-laki cantik ini mampu membuatmu berteriak puas. Bagaimana kalau kita coba? Di dalam toilet pun tidak masalah."

Bisikan Jesse yang merayu dan mengundang membuat Amber tertawa lirih. Ia membalas perbuatan laki-laki itu dengan meniup telinga Jesse. "Hanya berteriak puas? Semua laki-laki mampu melakukannya. Gigolo yang aku bayar pun bisa. Lalu apa istimewanya dirimu?"

Wajah Jesse menggelap, jemarinya naik ke atas dan kini membelai punggung Amber. "Oh, jadi kamu terbiasa dengan para gigolo?"

"Kenapa tidak? Mereka dibayar untuk membuatku berteriak puas seperti yang baru saja kamu katakan. Bedanya adalah tidak ada komitmen yang meresahkan atau pun pernikahan yang tidak menyenangkan. Aku juga tahu kalau kamu terpaksa dengan pernikahan ini, jadi jangan menyangjung dirimu terlampau tinggi. Seorang superstar, tidak peduli kalau kamu punya banyak penggemar, bukan jenis laki-laki yang ingin aku tiduri!"

"Kamu pikir aku akan mengajakmu bercumbu? Terus terang, aku suka perempuan lembut dengan sikap yang manis dan manja. Seorang gangster bukan jenis perempuan yang ingin aku ajak bercinta!"

Mereka saling pandang dengan penuh permusuhan. Dua tubuh saling melekat satu sama lain, dan memercikan sikap segan dengan intensitas permusuhan yang tinggi. Menyadari kalau pernikahan hanya berdampak buruk bagi keduanya tapi tidak ada yang bisa menolak. Sama seperti Amber, Jesse sendiri tidak menyukai ini tapi kesehatan dan perintah sang kakek sangat penting dibandingkan hidupnya sendiri.

"Ehm, aku sarankan kalau kalian ingin berciuman atau saling melumat satu sama lain, lakukan di dalam!"

Teguran membuat Jesse dan Amber menoleh dan saling melepaskan pelukan dengan cepat. Raven berdiri dengan satu alis terangkat menatap kakaknya yang tertangkap basah sedang menghimpit seorang laki-laki di dinding. Pemandangan yang langka, sayangnya Raven tidak membawa ponsel untuk mengabadikan itu.

Amber mendengkus, mendorong tubuh Jesse menjauh dan tanpa kata meninggalkan lorong. Saat melewati Raven, ia berujar nyaring.

"Awas, di toilet ada hantu. Kamu takut hantu bukan?"

Raven tertawa lirih menatap sang kakak. Melanjutkan langkah ke toilet dan berhenti di depan Jesse yang mematung.

"Brother, semoga kamu kuat menghadapi kakakku. Bisa aku pastikan dia perempuan yang tangguh, tapi sangat baik hati. Kamu tidak akan menyesal menikahinya."

Jesse mematung di lorong yang sunyi, setelah dua bersaudara Orieska meninggalkannya. Memikirkan apa yang baru saja terjadi dan menyesel di awal karena tidak bisa menolak perjodohan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro