Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

reconciliation

Kehangatan menyelimuti kedua insan yang kini berteduh di dalam rumah. Heater ruangan Mona nyalakan, tak lupa membawa handuk menuju sang tamu tidak diundang yang berdiri di depan pintu. 

Dirinya reflek membungkus kepala Yamato, berniat mengeringkan rambutnya. Tangannya berhenti mengingat hubungan mereka saat ini. Mona menunduk. Niat menghentikan diri hilang seketika merasa tangan dingin milik Yamato. 

Hangat. 

Semburat merah tipis terbentuk saat tangannya meletakkan kembali tangan Mona di atas kepalanya. Bibir sang perempuan merengut, seakan kesal dalam diam sembari melanjutkan kegiatannya. Yamato meliriknya saat tangan Mona berhenti. Kekehan kecil terdengar saat Mona tampak cemberut, respon favorit Yamato. 

"K-keringkan dirimu dulu, n-nanti sakit! A-aku tak mau mendengar berita leader Idolish7 sakit dikarenakan diriku…"

Senyuman tipis tak dapat ditahan, Yamato segera mengacak rambutnya acuh. Penglihatannya tiba-tiba kabur, spontan dia mendongak. Kacamatanya kini diambil Mona dengan ekspresi khawatir. 

"M-mau mandi dulu?"

Pria berambut hijau tua itu mendekatkan wajahnya ke wanita berambut hitam yang pipinya memerah secara berkala. 

"Di mana? "

"S-sendiri! "

Menyadari jawaban yang tidak berhubungan dengan pertanyaan, pipi Mona semakin merah. Kekehan kecil terdengar kembali, Yamato mengalihkan pandangan menuju arah yang ditunjuk Mona. 

Jejak langkah basah dari ruangan yang dituju menarik perhatiannya. Yamato terkesiap sejenak beralih menatap Mona. Dia membalikkan handuknya, berganti mengacakㅡmengeringkan rambut Mona. 

"Sepertinya kamu harus mandi duluan. "

Dia yang terperangah dengan pipi merahnya menggeleng pelan, menunduk kembali. 

"Nanti, kau malah pulang lebih dulu…" tukasnya pelan

Yamato mendekatkan wajahnya kembali, menangkup pipi Mona dan tersenyum. 

"Aku tidak akan kemana-mana, oke? "

Yamato merasa lebih rileks setelah keluar dari kamar mandi. Bibirnya tergigit pelan, kembali mengumpulkan niat yang hampir terlupakan melihat sisi khusus Mona. Kakinya melangkah menuju ruang tengah yang tersambung dengan dapur, Mona tampak mengaduk kopi di counter dapur. Memandangi isi rumah, interior sederhana juga minimalis berwarna coklat pastel dan sebuah tanaman rumah di sudut ruangan.

Akalnya tanpa sadar berbayang, betapa cocoknya jika aksen hijau— warnanya sendiri, di ruangan ini. 

"Yamato-kun, duduklah. "

Mona sudah duduk di sofa seberang, dua gelas kopi di meja. Dia menyeruput kopinya gugup, sesekali menatap jendela kecil. Hujan masih mengguyur. 

Yamato melangkah perlahan, duduk berhadapan dengan Mona. Tanpa sadar tangannya meraih gelas kopi yang belum disentuh Mona dan meminumnya. Hangat. 

Semuanya terasa familiar bagi Yamato. 

Bunyi hujan yang samar mengiringi, baik Mona maupun Yamato tidak ingin mengeluarkan suaranya. Keduanya tenggelam dalam pemikiran, menyusun kata yang tepat untuk menyampaikan isi hati. 

"Yamato-kun. " "Mona."

Mata sedikit membola, tawa bersamaan menemani deras hujan. 

"Baiklah, kau dulu, " Yamato tersenyum pasrah. 

Mona menunduk, tangannya bergerak gelisah tanpa suara kuku beradu. Dia menarik napas perlahan, lalu mengembuskannya dan menatap Yamato. Bibirnya tersenyum, agak tertahan.

"Ayo katakan bersama. " 

Mengangguk pelan, Yamato bersusah payah mengabaikan suara-suara untuk pamit, tidak ada yang perlu dikatakan dan melangkah pergi. Jarinya terangkat, bersamaan menghitung dengan Mona. 

Satu jari, dua, tiga. 

" "Aku minta maaf. " "

Keduanya menunduk. 

"Maafkan aku tidak mempercayaimu, menyimpulkan segalanya sendiri sampai berkata tentangmu yang tidak-tidak. "

Dia berpikir keras, membiarkan rasa yang sang pria berkacamata tolak kuat-kuat selama dua bulan ini kembali lepas. 

"Maaf aku telah menghindarimu selama dua bulan ini bukannya memperjelas segalanya. Maaf aku masih mencintaimu—"

Tangannya yang mulai dingin digenggam. Yamato mendongak, Mona sudah menatapnya dengan berkaca-kaca. 

"M-mona? "

Yamato ingin bertanya kenapa, namun genggaman di tangannya semakin erat. 

"Udah? "

"Eh, ah, iya, " Yamato memalingkan wajahnya, malu. 

Aneh melihat pria yang selalu menggodanya kini terlihat lebih malu dari biasanya, tapi Mona paling mengerti dari siapapun maksud ini.

"Yamato-kun, l-lihat aku, " pinta Mona lirih. Yamato menoleh, mendapati wajah Mona yang juga sangat memerah. Bibirnya spontan berceletuk.

"Kaya tomat kalau gitu. "

"E-eh— Mou! " 

Ah, benar. Yamato merindukan sikap tsundere Mona yang eksklusif miliknya. 

"Yamato-kun. "

Yamato tersenyum. 

"Aku, juga minta maaf. Aku harusnya memberitahumu terlebih dahulu dan kita bisa menghindari kesalahpahaman ini. "

Mona merasakan genggamannya berbalas. 

"Tidak, aku juga mengerti jadi aku yang—"

Bibirnya berhenti menyadari manik emas itu menatapnya intens. 

"Jadi, kita impas, ya? Tidak ada penolakan."

Terkejut, Yamato tidak mengira Mona akan berkata demikian. Apa Mona tahu bahwa dirinya akan membalas jika itu bukan salah Mona dan membebankan padanya sendiri? 

Tidak peduli, hatinya sudah bertekad untuk menyelesaikan segalanya. 

"Baiklah, jika kau berkata begitu. "

Mona tidak tahan untuk tersenyum lebar. Hatinya berdegup kencang, tapi Yamato yakin kali ini bukan rasa takut. Bukan lagi. Dia menatap penuh afeksi kedua tangan yang saling menggenggam. 

"Aku takkan melepaskanmu lagi."

Yamato mengecup punggung tangan yang tak lelah menggenggam erat tangannya sendiri ini.

"Karena aku mencintaimu, sangat mencintaimu, dan akan tetap mencintaimu, Mona. "

Kekehan tak bisa ditahan melihat Mona yang memerah kaget kemudian merengut. Respon yang hanya untuknya, hanya miliknya. 

Mona menepuk space yang kosong di sebelahnya. Mengerti, Yamato beranjak, berjalan ke samping Mona berwajah enggan tapi merentangkan tangannya. 

Yamato yakin dia orang yang paling bahagia saat ini. 

"Sini. Jangan berdiri terus. "

Tersenyum bodoh, Yamato memeluk Mona dengan cepat. Tidak siap dengan apa yang dilakukan Yamato, air mata Mona mengalir tanpa ijin. Tangannya membalas erat pelukan kemudian. 

"Aku juga selalu mencintaimu, Yamato-kun. "

おまけ

"Minami, jangan berhenti di tengah jalan, dong. "

"Maaf, Isumi-san. Tapi sepertinya sekarang kita lebih baik pergi ketempat lain. "

"Hah? Mona memang tidak dirumahnya? "

"Fufu, tidak baik mengganggu yang baru bersatu. "

"Hah? Minami ngomong apa, sih. Ga jelas. "

"Jaa, makan ramen, yuk! "

"Eeeh, masa ramen, sih... "

"Hei, gaada salahnya makan yang hangat-hangat pas hujan gini."

"Boleh, yuk ramen aja. Midou-san yang traktir, ya? "

"K-kok— "

"Pasti enak kok, Haruka. Percaya, deh. "

"Huh, Touma bawel.  Ayo, lumayan hemat uang. "

"Selamat beristirahat, Nee-san. "

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro