Jealousy
Happy birthday, buat Natsu, Mona dan aku sendiri 😂😂
Dramanya Mona itu, banyak. Aku memutuskan taruh - publish - unpublish disini. Labil, ya? Haha
Ini bukti, bahwa aku masih tetap menulis walaupun laknatnya imajinasi yang ada.
Halah, anu sekali.
Eh, emang laknat sih.
Mau baca? Udah ga puasa kan? Silahkan resiko ditanggung sendiri - sendiri.
ㅡ
A-note; dibuat untuk ultahnya Mona dan pemiliknya tahun lalu. Walau cringe dan sebagainya, ku harap kalian menikmati!
Spesial, buat yang ngira ini husbunya yang lain //heh
──
Jealousy
Yamato N. x Mona I.
Adegan Kissu yang mendetail. Halu tingkat tinggi, Bahasa non baku, Typo dan lainnya.
Ku ingatkan lagi, adegan kissu yang mendetail.
Terinspirasi atas rasa cemburuku kepada Hanamaki Sumire-chan. Udah dibaikin gataunya anu. Aku ga suka ama dia. Padahal ama Ryo suka. Hm.
Disini, Mona adalah trainee suatu agensi dan juga kekasih Yamato. Maunya dibikin istri biar sah, tapi ga deh. Kanojo-kareshi aja www
──
Klek.
Pintu terbuka, terangnya ruangan menandakan adanya seseorang menempati. Pria tersebut─ sang pembuka pintu ─menata sepatunya dengan baik, lalu berjalan memasuki ruangan lain tanpa pintu. Memandang sekeliling, rambut hitam yang ditata cepol menyembul dari balik sofa menarik perhatiannya. Dia tersenyum, menghampiri dari belakang.
"Aku mampir. "
"Oh. " Perempuan itu mendongak. "Hai," dan mengalihkan fokus ke ponsel. Artikel tentang skandal artis yang telah dia selesaikan beberapa hari lalu terpampang jelas pada layar beserta foto kedua figur publik yang dikenalnya. Senyumannya luntur saat membaca situs yang digunakan sang gadis itu mengetahui berita tersebut.
Ayolah, Yamato kemari untuk melepas penat dan menyenangkan hati, bukan malah menghadapi Mona yang dingin dan menjadi gila gosip begini.
Tidak mendapat respon yang lebih dari datar, kakinya melangkah menuju dapur. Yamato membuka kulkas untuk mengambil beberapa kaleng bir─ khusus untuknya karena Mona lebih menyukai anggur-angguran─ dan menutup kembali. Ditaruhnya kaleng-kaleng tersebut di meja yang berdekatan dengan sofa, Yamato duduk di samping Mona. Dia sedikit menjauh, memberi space bagi pria berkacamata ini dan membuat Yamato berkesimpulan Mona menghindarinya.
"Gimana latihannya? "
"Seperti biasa. " Singkat, padat dan tidak jelas. Jawaban ini biasanya keluar dari mulut sang kekasih ketika Mona malas menghadapi seseorang, Yamato benar-benar hafal dengan hal seperti ini. Dia menghembuskan napas merespon jawaban Mona. Tangannya membuka segel, lalu meneguk setengah dari isinya. 'Ah, bir emang terbaik,' batinnya puas.
Yamato menyandarkan diri, sikunya bertumpu pada sofa dengan telapak tangan di wajah dan kepala menoleh ke Mona. "Ada apa? Dingin sekali. "
Mona tidak ikut menoleh, tapi matanya melirik ke arah sang penanya. "Aku ngambek, tau. "
Mulut Yamato otomatis terbuka, walau tidak ada suara yang terdengar. Dia bisa melihat rona merah tipis pada pipi Mona, yang mana Mona dalam mode sedang bersantai.
Bibirnya mulai menyeringai kecil. "Heee? Kenapa? "
Rona merah itu semakin jelas, seakan Mona memakai pemerah pipi saking merahnya. Dia menurunkan ponselnya, mulai menghadap Yamato.
"Kenapa apanya, dih. Apa-apaan suaramu itu saat bersama Sumire-chan? Menarik dia ke pelukanmu, gitu?" Tanya Mona sarkas. Yamato meneguk sisa kaleng pertama sebelum menyeringai kembali.
'Cemburu, toh? '
Responnya sungguh menghibur.
"Hee, beneran ngambek cuma gara-gara begitu? Kau tahu kan aku sedang apa saat itu? "
Yamato sudah tahu, kebetulan saja saat itu Mona berada di sana juga bersama kenalannya. Dia tidak menyangka kekasihnya dapat mendengarnya jelas.
Decihan lulus dari bibir ranum itu. "A-aku tahu kok. Hanya saja… "
Dia menjeda, mengalihkan wajahnya. Yamato mendekatkan wajahnya, mencoba mendengar jawaban yang biasanya akan terutarakan sesaat setelah ini dengan senyuman jahil.
"...Yamato kan milikku. Enak saja Sumire-chan menikmati fanservice itu, dia saja bukan fans. Nikaido Yamato hanya milikku seorang."
Mona mengulangi kata 'Yamato milikku' dua kali. Tatapan Yamato menghangat sesaat, merutuki dan mengagumi Mona yang sangat terbuka dengannya. Dia tak bisa menahan diri untuk menggodanya lagi.
"Lalu, fansku? "
Kesal, Mona memutuskan tidak menghindari Yamato. "Itu kan beda lagi--"
Mona menjeda jawabannya saat mengetahui tindakannya membuat jarak diantara mereka menipis. Napasnya tercekat sesaat, walaupun Mona juga mengamati wajah sang kekasih yang cukup dekat dengan wajahnya.
'Sial, ganteng. '
"Konteksnya…," lanjutnya kemudian. Napasnya memburu. Yamato menatapnya intens, membuat rasa gugup ikut terasa.
'Sejak kapan suasananya berubah menjadi begini! ' keluhnya dalam hati saat menyadari suasana ruang tengah apartemennya yang berubah hening sesaat.
Suara serak nan rendah memanggilnya, memecah keheningan yang tercipta. "Mona. "
Terkejut, bahunya menegang. "I-iya? "
Bahkan semburat merah tersebut belum ingin beranjak dari wajah indah kekasihnya. Walaupun Yamato saat ini terlihat menguasai situasi, degup jantungnya terdengar. Bercampur dengan degupan Mona yang bertempo lebih cepat darinya.
"Ishinara Mona. "
Mona beringsut mundur, berbalik dengan Yamato yang mendekati ke arahnya.
"A-apa sih? "
Dalam sekejap, Mona tersentak dengan apa yang dilakukan Yamato. Awalnya, ciuman itu berlangsung lembut. Namun, Mona mengerang sedikit saat tangan Yamato meraba leher belakangnya yang tidak tertutupi helai hitamnya. Membuat sang pria tidak melewatkan kesempatan untuk menjelajahi─ mengajak sang kekasih untuk bermain lidah. Tanpa ragu, dia membalas undangan Yamato, membuat ciuman itu semakin hanyut dalam gairah yang sudah lama tertahan. Tangan kanannya memegangi lengan Yamato, sedangkan tangan kirinya menyentuh dada bidang kekasihnya. Yamato memegangi leher belakang Mona agar dia semakin nyaman dengan posisi ini.
Sepasang kekasih ini tenggelam dalam libido mereka. Pakaiannya diremas, tanda Mona ingin menghentikan ciuman mereka. Yamato menyudahinya, menarik lidahnya sehingga seutas saliva yang akhirnya terputus terlihat. Napas mereka saling memburu, meraup oksigen dengan rakus sekaligus menahan hawa nafsu yang bisa saja tak terkendali. Umur mereka sudah menginjak angka dua puluh, dapat dimaklumi tingginya hasrat dikarenakan sulitnya menemui satu sama lain akibat jadwal yang padat.
Mata sayu yang menatapnya membuat Yamato tersenyum puas. Dia mengambil kaleng kedua dan meneguknya, mengabaikan Mona yang diam terpatung di sampingnya.
"Masih ngambek? " Tanya Yamato dengan suara yang masih sama. Mona tersadar, bibirnya merengut dengan wajah yang benar-benar memerah. Dia memukul lengan berotot Yamato pelan, lalu ndusel ke dada Yamato─ menyembunyikan wajahnya.
"Gimana aku bisa ngambek lagi kalau kamu giniin. "
"Ini adil kan? "
"Ga tau. "
Yamato terkekeh, membuka ikatan rambut Mona lalu menyisiri lembut. Mengagumi betapa rajin Mona merawat rambut hitamnya walau panjangnya sudah melebihi pinggangnya.
"Aku mau sekarang, boleh? "
"Heeh. "
Yamato yang tadinya bersiap menggoda lagi terkejut kembali. Pipinya bersemu tipis, tersenyum.
"Tumben ga tsun-tsun. "
Mona mendongak. "Aku ga tsun. Lagian, aku emang harus gimana kalau habis dikasih makanan pembuka kaya tadi? "
Raut wajah Mona berubah. Rasa haus yang berkilat dalam tatapan sayunya, ditambah rona merah alami dan senyuman yang menggoda.
Sungguh seduktif.
Seringai tipis Yamato terbentuk sembari menuntun sang kekasih menuju tempat tidurnya. "Seperti ini saja aku puas kok. Kamu cantik, emang. "
"Onii-san gombal. "
"Onee-san emang cantik, apalagi kalau gitu. "
"Ih, mesum."
"Kau juga, sayang. "
Yamato menarik keluhannya. Dia tidak menyesal mampir ke apartemen kekasihnya malam ini.
──
Udah.
Ininih, efek terlalu banyak liat anu anu dan anu.
Feelnya ga dapet, ya? Sip.
Mohon maaf lahir batin, semua! :D
Btw, aku masih malu membacanya. Padahal ini tahun lalu aku ingat, girang banget habis bikin ini. Aku dimasa lalu, aku bangga padamu!
8 6 19
924 words
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro